Tes untuk Diagnosis Kondisi Toxic Shock Syndrome
Halodoc, Jakarta – Setiap wanita mengalami siklus menstruasi setiap bulannya. Terkait tentang itu, tidak banyak orang yang mengetahui kondisi toxic shock syndrome, padahal kondisi ini termasuk langka. Meski begitu, kamu perlu mewaspadainya karena berpotensi mengancam nyawa.
Baca Juga: 6 Tanda yang Dirasakan oleh Pengidap Toxic Shock Syndrome
Mengenal Penyakit Toxic Shock Syndrome
Toxic shock syndrome adalah kondisi keracunan darah akibat racun bakteri, seperti Staphylococcus aureus atau Streptococcus grup A. Kondisi ini rentan dialami wanita karena sering terjadi akibat penggunaan tampon atau pembalut selama siklus menstruasi. Namun seiring dengan peningkatan kualitas produk tampon atau pembalut, kasus toxic shock syndrome menurun drastis.
Gejala toxic shock syndrome tergantung pada bakteri penyebab. Misalnya, bakteri Staphylococcus ditandai dengan menggigil, nyeri otot, muntah, diare, kehausan, takikardi, ruam kemerahan, kelemahan otot parah, sakit kepala, pusing, dan tekanan darah rendah.
Sementara gejala toxic shock syndrome akibat bakteri Streptococcus ditandai dengan napas pendek, pusing, lemah, dan detak jantung yang kencang. Segera bicara pada dokter Halodoc jika kamu mengalami tanda dan gejala tersebut.
Baca Juga: Toxic Shock Syndrome Bisa Terjadi karena Tampon dan Pembalut
Diagnosis Penyakit Toxic Shock Syndrome
Diagnosis toxic shock syndrome dilakukan melalui pemeriksaan fisik. Bila perlu, dokter melakukan tes darah dan tes urine untuk mendeteksi keberadaan bakteri Staphylococcus atau Streptococcus. Pemeriksaan darah dilakukan untuk memeriksa fungsi hati dan ginjal. Dokter mungkin mengambil sampel jaringan dari serviks, vagina, dan tenggorokan untuk mengecek keberadaan bakteri.
Jika kamu mengalami gejala mirip toxic shock syndrome dan ingin melakukan diagnosis, segera buat janji dengan dokter secara online di rumah sakit pilihan di sini.
Pilihan Pengobatan Toxic Shock Syndrome
Toxic shock syndrome termasuk kondisi gawat darurat yang memerlukan penanganan segera. Sebagian orang harus mendapat perawatan di rumah sakit selama beberapa hari agar petugas bisa memantau keadaan pengidap secara dekat. Dokter meresepkan antibiotik intravena untuk membantu tubuh melawan infeksi bakteri di dalam tubuh. Antibiotik diberikan selama 6-8 minggu dan penggunaannya harus sesuai anjuran dokter.
Pengobatan lainnya disesuaikan dengan penyebab toxic shock syndrome. Jika kondisi ini disebabkan karena penggunaan tampon atau pembalut, dokter membantu menghilangkan zat asing tersebut dari dalam tubuh. Jika luka terbuka menjadi penyebab keracunan darah, dokter meniriskan nanah dan darah dari luka untuk membersihkannya dari bakteri.
Alternatif pengobatan lainnya berupa konsumsi obat untuk menstabilkan tekanan darah, pemberian cairan untuk mencegah dehidrasi, serta menyuntikkan gamma globulin untuk mencegah peradangan dan meningkatkan daya tahan tubuh dalam melawan infeksi bakteri.
Baca Juga: Cegah Toxic Shock Syndrome dengan 7 Kebiasaan Ini
Cara Mencegah Toxic Shock Syndrome
Tanpa pengobatan yang tepat, toxic shock syndrome berpotensi menimbulkan komplikasi serius yang mengancam nyawa. Di antaranya meliputi kegagalan organ tubuh dalam menjalankan fungsinya (seperti ginjal, jantung, dan hati) hingga penurunan tekanan darah secara drastis. Lantas, adakah cara untuk mencegah toxic shock syndrome?
Tentu ada. Berikut ini hal yang dilakukan untuk mencegah toxic shock syndrome:
-
Mengganti tampon atau pembalut setiap 4-8 jam sekali.
-
Menggunakan tampon dengan daya serap rendah atau pembalut selama menstruasi.
-
Cuci tangan pakai sabun sebelum dan setelah mengganti tampon atau pembalut.
-
Jika menggunakan menstrual cup, pastikan memakai yang bahannya bisa didaur ulang dan bersihkan tangan pakai sabun saat menggantinya.
-
Bekas luka pasca operasi perlu dirawat dan perban diganti rutin.
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp25 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Dokter seputar Kesehatan