Waspada, Ini Bahaya Gangguan Makan pada Anak
Halodoc, Jakarta - Beberapa orangtua tentu ingin memperkenalkan berbagai macam makanan sehat pada anak-anaknya. Dalam proses perkenalan ini, orangtua juga perlu waspada dengan cara yang diterapkan. Karena jika salah, Si Kecil justru bisa mengalami gangguan makanan.
Orangtua tidak perlu memilih-milih atau menganaktirikan suatu jenis makanan pada klasifikasi “makanan baik” atau “makanan buruk”. Padahal, Si Kecil yang masih dalam masa pertumbuhan memerlukan berbagai macam jenis nutrisi dan vitamin, baik itu terkandung dalam protein, karbohidrat, lemak, ataupun gula. Klasifikasi “makanan baik” dan “makanan buruk” hanya akan membuat anak terpengaruh dan menolak jika diberi makanan di luar klasifikasi yang orangtua berikan.
Anak Juga Bisa Mengalami Anoreksia
Adanya klasifikasi “makanan baik” dan “makanan buruk” kemungkinan dapat mengembangkan gangguan makan anoreksia. Si kecil akan membatasi asupan makanan mereka secara dramatis sehingga berat badan turun hingga 85 persen atau kurang dari yang seharusnya.
Baca juga: Kenali Gangguan Makan Anak Sejak Dini
Seiring bertambahnya usia dan semakin mandiri, mereka menjadi pengidap bulimia, muntah, atau menggunakan obat pencahar setelah makan dalam jumlah besar dalam satu porsi. Jika tidak diawasi, bulimia dapat menyebabkan masalah pencernaan dan gigi yang serius, sementara anoreksia dapat menyebabkan tulang rapuh, detak jantung yang lambat secara tidak normal, dan, dalam 10 persen kasus dapat berujung pada kematian.
Gangguan makan memiliki tingkat kematian tertinggi dari semua penyakit mental, termasuk depresi. Prevalensi kondisi ini pada anak-anak masih langka. Timbulnya anoreksia biasanya pada usia 13 sampai 17 tahun, tetapi sekarang turun menjadi 9 hingga 13 tahun.
Jumlah anak-anak yang berdiet atau mengeluh tentang tubuh mereka dianggap sebagai "gerbang" perilaku terhadap anoreksia dan bulimia kini juga meningkat. Percaya atau tidak, ada banyak anak-anak menunjukkan kekhawatiran yang tidak sehat tentang makanan dan citra tubuh. Orangtua tentu bingung, mereka tidak ingin anak-anak mereka memiliki kelainan makan, tetapi mereka juga tidak ingin mereka kelebihan berat badan.
Baca juga: 5 Cara Mengerem Nafsu Makan Anak yang Berlebihan
Jika Anak Salah Kaprah Terhadap Makanan
Dengan meningkatnya angka obesitas, para ahli kesehatan telah mendorong selama beberapa tahun terakhir untuk lebih banyak pendidikan gizi di sekolah bahwa lebih sedikit lemak dan gula dalam makanan anak-anak. Masalahnya adalah, beberapa anak menafsirkan pesan itu sebagai 'makanan menggemukkan' atau 'makanan adalah musuh.’
Akibat dari salah kaprah di atas, anak bisa beranggapan bahwa mereka tidak perlu makan sarapan, atau berpikir mereka tidak bisa makan besar kecuali mereka akan berolahraga. Sebenarnya anak-anak ini meniru apa yang dilakukan orang dewasa. Padahal kebutuhan nutrisi anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Mereka membutuhkan kalori dan lemak yang cukup untuk bahan bakar tubuh mereka, menumbuhkan tulang mereka, memasuki masa pubertas, dan membuat jalur saraf di otak mereka yang sedang berkembang.
Sulit untuk mengetahui seberapa besar peran gerakan anti-obesitas telah berpengaruh dalam munculnya gangguan makan pada anak-anak. Mengejek anak yang terlihat obesitas dapat menjadi pemicu pembatasan makanan dan gangguan makan juga. Faktanya, berat badan aktual seorang anak hanya sedikit atau tidak ada sama sekali dalam perkembangan gangguan makan.
Baca juga: 5 Trik Pola Makan Sehat Si Kecil
Jika seorang anak berat badannya menurun dengan cepat pada grafik pertumbuhan, bahkan jika ia tidak bertambah tinggi dari sebelumnya, ini adalah situasi yang perlu diwaspadai. Jika hal ini terjadi, ada baiknya orangtua berdiskusi dengan dokter anak atau ahli gizi melalui aplikasi Halodoc mengenai pola makan dan pertumbuhan yang baik pada anak.
Referensi:
Parents. Diakses pada 2019. Kids Who Won’t Eat: How to Help Children with Eating Disorder