Ini Tes untuk Mendiagnosis Kista Pilonidal
Halodoc, Jakarta - Akibat terlalu lama duduk, banyak gangguan kesehatan yang dirasakan. Tidak hanya dirasakan pekerja kantoran, kondisi semacam ini bisa terjadi pada pengemudi kendaraan antar kota seperti pengemudi truk atau bus. Gangguan kesehatan tersebut juga tidak hanya terkait tulang, tetapi kondisi ini bisa menyebabkan munculnya benjolan abnormal pada bagian atas belahan bokong yang berisi folikel rambut dan kulit. Di dalam dunia medis disebut sebagai kista pilonidal.
Kista jenis ini terjadi ketika rambut tumbuh ke arah dalam (ingrown hair) dan menusuk lapisan kulit hingga tertanam. Kista pilonidal ini menyebabkan terinfeksi dan terisi oleh cairan nanah dan kemudian menyebabkan gejala seperti nyeri. Penting untuk menemui dokter untuk memastikan diagnosis kista pilonidal dan melakukan pengobatan demi mencegah berkembangnya kanker kulit bernama karsinoma sel skuamosa.
Baca juga: Ini 8 Jenis Kista yang Perlu Diketahui
Tes untuk Diagnosis Kista Pilonidal
Langkah awal dalam proses diagnosis penyakit ini adalah menanyakan gejala yang dirasakan pengidapnya. Beberapa pertanyaan tersebut meliputi sejak kapan gejala terjadi, apakah dibarengi demam, obat apa yang dikonsumsi, dan sebagainya. Tes yang dilakukan meliputi pemeriksaan fisik untuk melihat lebih detail benjolan kista oleh dokter untuk memastikan hasil diagnosis.
Apabila kamu merasakan gejala mencurigakan di sekitar tulang ekor atau atas belahan bokong, maka kamu wajib segera mengunjungi rumah sakit terdekat untuk melakukan pemeriksaan dengan dokter. Kini kamu bisa membuat janji dengan dokter dapat dengan mudah dilakukan melalui Halodoc, sehingga kamu tidak perlu antre lagi saat pergi ke rumah sakit.
Lantas, Apa Saja Gejala dari Kista Pilonidal?
Pria yang mengalami kondisi ini umumnya mengeluhkan pembengkakan di sekitar kista. Tidak hanya itu, ada gejala kista pilonidal lain yang perlu diwaspadai, antara lain:
-
Nyeri dan bengkak pada daerah benjolan;
-
Demam akibat infeksi;
-
Kulit pada benjolan kista akan terasa sensitif saat disentuh;
-
Muncul aroma tidak sedap dari cairan nanah dari dalam kista;
-
Keluarnya cairan nanah atau darah jika kulit pada benjolan kista terbuka;
-
Kulit kemerahan pada bagian bawah tulang ekor;
-
Biasanya terdapat rambut yang menonjol dari kista.
Baca juga: Ini Perbedaan Tumor, Kista, dan Miom
Apa Saja Penyebab dari Kista Pilonidal?
Sayangnya, belum diketahui secara pasti penyebab kondisi ini. Pada banyak kasus, kondisi ini terjadinya akibat rambut longgar yang menembus kulit. Beberapa hal lain seperti gesekan dan tekanan pada kulit, pakaian ketat, duduk terlalu lama atau faktor-faktor lain menyebabkan rambut menusuk ke dalam kulit. Proses ini membuat tubuh menanggapi rambut sebagai zat asing sehingga tubuh bereaksi dan menciptakan kista di sekitar rambut.
Tidak hanya itu, terdapat faktor lain yang menyebabkan kista pilonidal, antara lain:
-
Obesitas;
-
Laki-laki (mereka memiliki risiko empat kali lebih besar dibandingkan wanita);
-
Trauma pada daerah tulang ekor;
-
Memiliki pola hidup yang tidak aktif;
-
Rambut tumbuh secara berlebih;
-
Keluarga dengan riwayat kista pilonidal.
Baca juga: Waspada, Kista Bisa Berubah Jadi Tumor Ganas
Apa Saja Langkah Pengobatan Kista Pilonidal?
Terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi kondisi kista pilonidal, antara lain:
-
Insisi dan Pengeringan. Di dalam metode ini, dibuat sayatan kecil pada benjolan kista pilonidal yang kemudian cairan nanah akan dikeluarkan. Pada tindakan ini, folikel rambut dari dalam benjolan kista diangkat dan membiarkan luka sayatan terbuka.
-
Marsupialisasi. Pada prosedur ini, dokter membuat sayatan dan mengeluarkan cairan nanah serta rambut dari dalam benjolan kista. Kemudian, dokter menjahit bagian pinggir luka sayatan untuk membuat kantong.
-
Insisi, Pengeringan, dan Menutup Luka. Pada prosedur ini, dokter membuat sayatan untuk mengeringkan nanah dari dalam kista dan kemudian sayatan akan ditutup.
Setelah melakukan prosedur pembedahan, disarankan untuk tetap menjaga kebersihan bagian tubuh sekitar luka sayatan. Periksa juga secara rutin apakah terdapat tanda-tanda infeksi, dan memeriksakan bekas luka pembedahan.