Stres Bisa Memicu Demensia, Kok Bisa?
Halodoc, Jakarta - Mungkin kamu bertanya-tanya apakah stres betul-betul terkait dengan risiko demensia, sebab beberapa media melaporkan keduanya saling terkait. Para ahli dari Alzheimer's Society, Inggris telah melakukan penelitian lebih dalam untuk menemukan bukti ilmiahnya.
Stres terjadi saat tubuh harus merespons situasi yang dapat menimbulkan bahaya. Gejalanya meliputi jantung yang berdebar atau berdetak lebih cepat, berkeringat dan otot yang tegang. Gejala-gejala ini harusnya memudar begitu bahaya berlalu, tetapi beberapa orang mungkin menemukan bahwa gejala ini terus berlanjut. Stres yang berkepanjangan atau kronis bisa serius dan memiliki efek negatif pada seseorang secara emosional, mental dan fisik.
Baca Juga: Olahraga juga Menyehatkan Otak, Kok Bisa?
Mengapa Stres Dikaitkan dengan Demensia?
Ada banyak alasan stres dikaitkan dengan demensia. Stres mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, yang diketahui memainkan peran penting dalam perkembangan demensia. Hormon kunci yang dilepaskan ketika seseorang merasakan stres adalah hormon kortisol. Hormon ini terbukti berkaitan dengan masalah dengan memori.
Stres juga terkait erat dengan kondisi seperti depresi dan kecemasan, yang menurut para peneliti dari Alzheimer's Society juga meningkatkan risiko demensia. Beberapa penelitian menemukan bukti bahwa stres memiliki dampak langsung pada beberapa mekanisme yang mendasari demensia saat dilakukan uji coba terhadap hewan.
Sulit bagi para peneliti untuk menyelidiki stres itu karena tiap orang pasti mengalami stres dengan cara yang berbeda dan kemampuan untuk mengatasi hal ini berbeda tiap orang. Para peneliti mengaku sulit untuk mengukur secara tepat seberapa parah stres dirasakan oleh seseorang.
Ada juga faktor lain yang memainkan peran yang sulit untuk dipisahkan seperti perasaan cemas, depresi dan kurang tidur, yang semuanya dikaitkan dengan peningkatan risiko demensia. Komplikasi ini berarti bahwa sulit untuk melakukan penelitian berkualitas tinggi tentang peran stres pada risiko demensia.
Baca Juga: 7 Cara Meningkatkan Kemampuan Otak
Apa yang Dikatakan Sains?
Sebuah tinjauan literatur ilmiah tentang risiko stres dan demensia mengungkapkan stres memiliki peran sebagai pemicu demensia, tapi sebenarnya bukan menjadi faktor utama. Masih banyak yang harus dipahami tentang hubungan antara stres dan risiko demensia.
Sebuah studi yang didanai oleh Alzheimer's Society menguji kebenaran tentang hal ini. Clive Holmes selaku ketua penelitian tersebut mengungkapkan memahami peran sistem kekebalan tubuh dalam risiko penyakit Alzheimer penting karena stres yang berkepanjangan dapat menyebabkan perubahan pada sistem kekebalan tubuh. Ia mengatakan dalam penelitiannya, hal-hal seperti duka cita atau pengalaman traumatis, merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada sistem kekebalan tubuh.
Dalam studi ini, mereka memonitor 140 orang berusia di atas 50 tahun dengan masalah memori ringan lebih dari 18 bulan. Mereka dinilai untuk tingkat stres dan setiap gerakan dari gangguan kognitif ringan hingga demensia. Sekitar 60 persen dari mereka dengan gangguan ini terus mengembangkan Alzheimer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres yang dialami perempuan paruh baya adalah 65 persen lebih mungkin mengembangkan demensia.
Selain itu, para ilmuwan di Universitas Gothenburg di Swedia menemukan, mereka yang mengeluh stres secara berulang termasuk masalah iritasi, kecemasan atau gangguan tidur juga dapat mengembangkan demensia di usia tua dibandingkan dengan mereka yang terbebas dari kekhawatiran tersebut.
Stres juga dapat memicu kondisi berbahaya lain seperti penyakit jantung, diabetes, kanker dan multiple sclerosis. Stres dapat menyebabkan tekanan darah tinggi yang meningkatkan risiko serangan jantung, karena jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa lebih banyak darah ke seluruh tubuh. Tak hanya itu, kolesterol tinggi juga merupakan kondisi yang terjadi karena stres karena kolesterol adalah produk sampingan dari kortisol.
Baca Juga: Mudah Lupa? Mungkin Ini Sebabnya
Risiko terkena penyakit demensia dapat dicegah, sebaiknya dimulai dengan mengelola stres dengan baik. Kalau kamu punya keluhan kesehatan atau ingin tahu bagaimana cara menjaga ketajaman dan kebugaran otak, kamu bisa kok bertanya langsung kepada dokter ahli melalui aplikasi Halodoc. Lewat fitur Chat dan Voice/Video Call, kamu bisa mengobrol dengan dokter ahli tanpa perlu ke luar rumah. Yuk, download aplikasi Halodoc sekarang juga di App Store dan Google Play!