Si Kecil Alami Ambiguous Genitalia, Bagaimana Sikap Orang tua?

Ditinjau oleh  dr. Rizal Fadli   01 Agustus 2019
Si Kecil Alami Ambiguous Genitalia, Bagaimana Sikap Orang tua?Si Kecil Alami Ambiguous Genitalia, Bagaimana Sikap Orang tua?

Halodoc, Jakarta – Menurut jurnal kesehatan yang dipublikasikan oleh ResearchGate, orang tua dengan anak yang mengalami gangguan perkembangan seks ataupun ambiguous genitalia harus segera tanggap dan berdiskusi dengan dokter. Jangan mengabaikan apalagi menyembunyikan, karena ini bisa mengganggu perkembangan fisik dan psikis anak.

Kalau ingin tahu lebih dalam mengenai ambiguous genitalia pada Si Kecil, bisa tanyakan langsung ke Halodoc. Dokter-dokter yang ahli di bidangnya akan berusaha memberikan solusi terbaik untukmu. Caranya, cukup download aplikasi Halodoc lewat Google Play atau App Store. Melalui fitur Contact Doctor kamu bisa memilih mengobrol lewat Video/Voice Call atau Chat.

Konseling Orang tua

Kondisi genital yang ambigu seringkali merupakan peristiwa yang membuat stres secara emosional bagi orangtua. Persiapan dan dukungan berkelanjutan melalui sesi konseling dapat bermanfaat bagi orang tua dan anak-anak dalam menghadapi kondisi ini. 

Baca juga: Ketahui Gejala Ambiguous Genitalia pada Bayi Perempuan

Sangat dianjurkan agar konseling dilakukan oleh mereka yang terlatih dalam masalah seksual/gender/interseks. Terhubung dengan konselor dan kelompok pendukung sangat berperan untuk mengedukasi orang tua mengenai apa yang harus dan tidak boleh dilakukan. 

Sebaiknya konseling dilakukan dari saat lahir, di usia dua tahun, pada saat masuk sekolah, sebelum dan selama perubahan pubertas, dan tahunan selama masa remaja. Umumnya, jenis kelamin bayi diketahui berdasarkan, seperti apa alat kelamin anak. 

Penampakan visual inilah yang menentukan apakah seorang anak laki-laki atau perempuan. Selain adanya ovarium atau testis, kombinasi hormon, serta pola dari kromosom. Namun, hal-hal ini lantas tidak menjadi harga mati penentuan gender.  

Kadang-kadang terjadi variasi yang menyebabkan komplikasi medis, seperti infertilitas atau ketidakseimbangan hormon. Bahkan, ketika visual terlihat jelas kalau seorang anak adalah perempuan ternyata dia seorang laki-laki. 

Ini bisa terjadi ketika seorang wanita dengan sindrom andensen sensitivitas androgen tidak menyadari kalau dia secara genetik adalah laki-laki sampai akhirnya mencapai usia remaja.

Kenal Lebih Dekat Ambiguous Genitalia

Ambiguous genitalia adalah kondisi langka di mana alat kelamin eksternal bayi tampaknya tidak jelas, baik pria maupun wanita. Pada bayi dengan alat kelamin ambigu, alat kelaminnya mungkin tidak berkembang sempurna atau bayi tersebut mungkin memiliki karakteristik dari kedua jenis kelamin. 

Organ seks eksternal mungkin tidak cocok dengan organ seks internal atau seks genetik. Genitalia ambigu bukan penyakit, itu gangguan perkembangan seks. Biasanya, genitalia yang ambigu jelas terlihat setelah kelahiran. 

Setelah didiagnosis, tim medis akan mencari penyebab genitalia yang ambigu dan memberikan informasi dan konseling yang dapat membantu memandu keputusan tentang jenis kelamin bayi dan segala perawatan yang diperlukan.

Baca juga: Diagnosis untuk Deteksi Kondisi Ambiguous Genitalia

Kadang-kadang, genitalia ambigu dapat dicurigai sebelum kelahiran. Karakteristik dapat bervariasi dalam tingkat keparahan, tergantung pada kapan selama perkembangan genital, masalah terjadi, dan penyebab gangguan.

Bayi yang secara genetik perempuan (dengan dua kromosom X) mungkin memiliki:

  1. Klitoris yang membesar yang bisa menyerupai penis;

  2. Labia tertutup atau labia yang termasuk lipatan dan menyerupai skrotum; dan

  3. Benjolan yang terasa seperti testis di labia yang menyatu.

Bayi yang secara genetis laki-laki (dengan satu kromosom X dan satu Y) mungkin memiliki:

Baca juga: Kelainan Kromosom Dapat Sebabkan Ambiguous Genitalia

  1. Suatu kondisi di mana tabung sempit yang membawa urin dan semen (uretra) tidak sepenuhnya meluas ke ujung penis (hipospadia);

  2. Penis kecil yang abnormal dengan pembukaan uretra mendekati skrotum;

  3. Tidak adanya satu atau kedua testis dalam apa yang tampaknya skrotum; dan

  4. Testis yang tidak turun dan skrotum kosong yang memiliki penampilan labia dengan atau tanpa mikropenis.