Perlu Tahu, Tanda-Tanda Terkena Hipertensi Sekunder
Halodoc, Jakarta - Hipertensi atau tekanan darah tinggi tidak hanya terjadi karena sering konsumsi makanan tinggi garam atau berlemak. Tekanan darah tinggi bisa terjadi karena masalah kesehatan lain yang mendasarinya, seperti gangguan pada pembuluh darah, jantung, ginjal, sistem endokrin, atau kehamilan. Hipertensi akibat kondisi tersebut disebut hipertensi sekunder.
Sama halnya dengan penyakit lain, hipertensi sekunder memerlukan penanganan cepat dan tepat untuk menghindari komplikasi seperti stroke, penyakit jantung, atau gagal ginjal.
Baca Juga: Ini Penyebab Tekanan Darah bisa Naik Drastis
Apa Saja Gejala dari Hipertensi Sekunder?
Terdapat tanda yang mengindikasi seseorang terkena hipertensi sekunder, antara lain:
-
Tidak ada riwayat hipertensi dalam keluarga.
-
Mengalami hipertensi resisten. Tekanan darah tinggi (tekanan darah sistolik di atas 140 mm Hg dan diastolik di atas 90 mm Hg) yang tidak bisa diatasi dengan kombinasi 1 atau 2 obat hipertensi.
-
Tekanan darah yang sangat tinggi. Tekanan darah sistolik lebih dari 180 mm Hg dan diastolik lebih dari 120 mm/hg.
-
Serangan darah tinggi mendadak sebelum usia 30 tahun, atau setelah usia 55 tahun.
-
Adanya gejala lain yang berkaitan dengan penyakit penyebab hipertensi sekunder.
Kondisi yang Menjadi Penyebab Hipertensi Sekunder
Kondisi ini terjadi karena masalah yang terjadi sebelumnya. Nah, beberapa kondisi kesehatan yang dapat menyebabkan seseorang mengalami hipertensi sekunder, antara lain:
-
Komplikasi ginjal dari diabetes (nefropati diabetik). Diabetes memengaruhi kemampuan filtrasi dari ginjal, yang akhirnya menyebabkan peningkatan tekanan darah.
-
Penyakit ginjal polikistik. Pada kondisi yang diturunkan ini, adanya kista pada ginjal dapat menghambat ginjal untuk berfungsi secara normal dan meningkatkan tekanan darah.
-
Sindrom Cushing. Pengobatan kortikosteroid yang digunakan untuk menangani kondisi ini dapat menyebabkan terjadinya hipertensi sekunder. Selain itu, hipertensi juga dapat disebabkan oleh adanya tumor pada kelenjar pituitari atau faktor lain pada kelenjar adrenal yang mengakibatkan peningkatan produksi hormon kortisol.
-
Feokromositoma. Tumor pada kelenjar adrenal yang relatif jarang terjadi ini dapat meningkatkan produksi dari hormon adrenalin dan noradrenalin, yang menyebabkan peningkatan tekanan darah, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
-
Penyakit tiroid. Peningkatan tekanan darah dapat disebabkan oleh kondisi penurunan hormon tiroid (hipotiroid) maupun peningkatan hormon tiroid (hipertiroid).
-
Hiperparatiroidisme. Kelenjar paratiroid berfungsi meregulasi kadar kalsium dan fosfat pada tubuh. Bila kelenjar tersebut memproduksi hormon paratiroid secara berlebih, jumlah kalsium dalam darah dapat meningkat, yang memicu peningkatan tekanan darah.
-
Obesitas. Seiring dengan peningkatan berat badan, jumlah darah yang bersirkulasi di dalam tubuh juga meningkat. Hal ini dapat menambah tekanan pada dinding arteri, yang meningkatkan tekanan darah.
-
Berat badan yang berlebih dikaitkan dengan peningkatan denyut jantung dan penurunan kemampuan pembuluh darah untuk mengantarkan darah. Sebagai tambahan, deposit lemak dalam tubuh mengeluarkan zat kimiawi yang meningkatkan tekanan darah. Semua faktor tersebut menyebabkan terjadinya hipertensi.
-
Kehamilan. Kondisi kehamilan diketahui menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah, baik pada orang yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal maupun pada orang yang sudah mengalami hipertensi sebelumnya.
-
Konsumsi pengobatan atau suplementasi tertentu. Beberapa jenis pengobatan diketahui dapat meningkatkan tekanan darah pada sebagian orang. Oleh sebab itu, penting untuk berdiskusi dengan dokter terlebih sebelum mengonsumsi obat-obatan.
Baca Juga: Makanan Asin Bisa Bikin Darah Tinggi, Kenali Faktanya
Cara Mengobati Hipertensi Sekunder
Penyakit ini umumnya akan diobati dengan cara mengatasi terlebih dahulu penyakit penyebabnya. Nah, beberapa obat yang bisa diberikan antara lain:
-
Obat diuretik golongan thiazid. Obat ini bekerja di ginjal, untuk membantu pengeluaran garam dan air dari dalam tubuh, sehingga menurunkan volume darah.
-
Obat penghambat saluran kalsium (calcium channel blocker). Efek obat ini adalah terjadinya relaksasi pembuluh darah dan perlambatan denyut jantung.
-
Obat penghambat beta (beta blockers). Kerja obat ini dalam menurunkan tekanan darah dengan menurunkan kekuatan dan kecepatan denyut jantung serta melebarkan pembuluh darah.
-
Obat penghambat reseptor angiotensin II (angiotensin II receptor blockers). Sedikit berbeda dengan ACE inhibitors, penghambatan dilakukan terhadap kerja dari zat-zat yang dapat menimbulkan kontraksi pembuluh darah, bukan pada pembentukannya.
-
Obat penghambat renin (direct renin inhibitors). Obat ini menghambat kerja renin, yaitu hormon yang dihasilkan oleh ginjal dengan fungsi menaikkan tekanan darah.
-
Obat penghambat alfa (alpha blocker). Obat ini bekerja dengan cara menghambat kontraksi pembuluh darah. Obat penghambat alfa biasa digunakan bersama dengan obat antihipertensi lain, khususnya pada hipertensi yang berkaitan dengan kerja hormon adrenalin, seperti: sindrom Conn, sindrom Cushing, atau pheochromocytoma.
Baca Juga: Tekanan Darah Tinggi Membahayakan Kesehatan, Ini Buktinya
Nah, jika kamu memiliki masalah kesehatan dan butuh saran dokter segera, kamu bisa pakai aplikasi Halodoc! Kini kamu dapat dengan lebih mudah menghubungi dokter lewat Video/Voice Call dan Chat. Tunggu apa lagi? Yuk, download sekarang di App Store dan Google Play.
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan