Penyakit yang Bisa Ditularkan Melalui Bayi Tabung dari Donor ke Bayi
Halodoc, Jakarta – Selain menggunakan sperma dan sel telur dari orangtua langsung, donor sperma dan sel telur juga bisa dilakukan pada proses bayi tabung. Sayangnya, prosedur ini bisa meningkatkan risiko penularan penyakit pada bayi. Penyakit yang ditularkan tersebut bisa terjadi secara genetik atau pun virus.
Beberapa penyakit yang bisa ditularkan beragam, mulai dari HIV, terpapar virus human papilloma, herpes simplex virus, serta risiko mutasi gen yang bisa menurunkan berbagai jenis kanker. Belum lagi kemungkinan kesalahan yang dilakukan rumah sakit atau klinik dalam menyimpan sperma atau sel telur donor, sehingga bisa jadi terpapar virus. Risiko lain adalah pendataan riwayat kesehatan donor yang tidak detail, sehingga penyakit yang justru berbahaya dan memungkinkan bayi tertular tidak terdeteksi.
Baca juga: 5 Hal yang Perlu Diperhatikan Jika Ingin Bayi Tabung
Fakta bahwa donor bisa melakukan donasi beberapa kali bisa memungkinkan terjadinya kemungkinan-kemungkinan jangka panjang lainnya. Bagaimana jika seorang anak yang terlahir dari bayi tabung dari satu ibu dan dua ayah bertemu dan menikah? Bisa jadi kemungkinan pernikahan sedarah terjadi yang bisa membahayakan pada keturunan-keturunan selanjutnya.
Baca juga: Ingin Tahu Bagaimana Perkembangan Janin Tiap Trimester?
Pertimbangan-pertimbangan inilah yang membuat pasangan yang melakukan prosedur bayi tabung melalui donor perlu ekstra hati-hati dan sangat detail mengenai riwayat kesehatan sang donor. Jangan sampai di kemudian hari baru ketahuan kalau donor sperma atau sel telur yang diterima ternyata sangat berisiko.
Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menerima donor sperma atau pun telur untuk proses bayi tabung:
- Jangan malas mencari informasi medis mengenai bank sperma/ovum yang paling direkomendasikan. Diskusikan dengan dokter yang akan menangani proses bayi tabung pasangan. Setelah mendapatkan bank sperma/ovum yang sesuai, mintalah agar pihak bank memberikan informasi seakurat mungkin mengenai riwayat kesehatan donatur.
- Biasanya penggunaan sperma atau ovum beku tidak sebaik yang segar. Diskusikan dengan dokter untuk memastikan pemilihan sperma dan ovumnya memang yang terbaik, sehingga memang benar-benar dapat meningkatkan peluang kehamilan.
- Pertimbangkan riwayat medis pasangan. Periksa riwayat kesehatan yang dimiliki masing-masing personal. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kemungkinan risiko kesehatan yang tidak diinginkan.
- Lakukan kontrak hukum yang jelas. Diskusikan dengan psikolog atau seseorang yang memang ahli di bidang ini untuk melindungi status hukum masing-masing orang yang terlibat dalam proses bayi tabung ini.
- Kalau pasangan memiliki beberapa jenis sampel donasi, diskusikan dengan dokter kira-kira sampel mana yang memang sangat berkualitas dan minim risiko. Lakukan penelitian sendiri dan jangan enggan untuk bertanya dan mendiskusikan segala sesuatunya, supaya jangan ada penyesalan di kemudian hari.
- Biasanya akan dilakukan tes genetik untuk menyaring fibrosis kistik, penyakit sel sabit, dan hal-hal lainnya yang tergantung dengan latar belakang etnis.
- Biasanya semua donor sperma dan ovum akan dikarantina selama 3-6 bulan. Kemudian, sperma atau ovum akan diskrining ulang untuk HIV, Hepatitis B/C, sifilis, dan lain-lainnya. Ada baiknya pasangan mengetahui informasi ini dan memastikan kembali apakah rumah sakit atau bank sperma/ovum sudah menjalankan tugasnya sesuai dengan prosedur.
- Semua donor memiliki batasan dalam memberikan donasi. Ada baiknya pasangan tahu kalau pasangan berada di posisi ke berapa dalam menerima donasi.
Kalau pasangan ingin tahu lebih banyak mengenai penyakit yang bisa ditularkan melalui bayi tabung serta tahapan prosedur bayi tabung, bisa tanyakan langsung ke Halodoc. Dokter-dokter yang ahli di bidangnya akan berusaha memberikan solusi terbaik untukmu. Caranya, cukup download aplikasi Halodoc lewat Google Play atau App Store. Melalui fitur Contact Doctor kamu bisa memilih mengobrol lewat Video/Voice Call atau Chat.