Operasi Angkat Rahim untuk Pengobatan Plasenta Akreta
Halodoc, Jakarta – Plasenta akreta merupakan suatu kelainan yang terjadi selama masa kehamilan. Pada kondisi ini, bagian tertentu dari plasenta menempel atau tumbuh terlalu dalam di dinding rahim. Kabar buruknya, kondisi ini adalah satu masalah kehamilan yang serius dan bisa sangat berbahaya. Lantas, saat seorang wanita didiagnosis mengalami plasenta akreta, benarkah operasi angkat rahim adalah satu-satunya cara penanganan yang bisa dilakukan?
Dalam keadaan normal, plasenta biasanya akan terlepas dari dinding rahim setelah seorang wanita melahirkan. Namun, hal itu berbeda pada kehamilan yang disertai plasenta akreta. Dalam kondisi ini, sebagian atau seluruh plasenta tetap melekat erat di dinding rahim dan bisa memicu terjadinya perdarahan hebat pasca melahirkan.
Saat seorang wanita hamil didiagnosis plasenta akreta, maka perlu ada perubahan dalam pemantauan kehamilan, termasuk rencana persalinan. Sebab, kondisi ini bisa menyebabkan persalinan terjadi kapan saja karena satu dan lain hal yang darurat. Agar persalinan tetap lancar dan aman, maka ibu hamil yang memiliki plasenta akreta biasanya akan menjalani persalinan dengan operasi Caesar. Tentu prosedur ini baru bisa diambil setelah ada kesepakatan antara calon ibu dengan dokter dan bertujuan menghindari risiko perdarahan pasca melahirkan.
Meski tidak harus melulu disertai dengan histerektomi alias operasi pengangkatan rahim, tetapi kebanyakan kasus ini biasanya berakhir dengan keputusan tersebut. Jika plasenta akreta yang dialami tidak parah, masih ada kemungkinan untuk tetap mempertahankan rahim sehingga masih ada peluang untuk kembali memiliki anak. Prosedur operasi Caesar dilakukan untuk memisahkan plasenta dari dinding rahim, tapi perlu diingat bahwa hal ini bisa memicu perdarahan, bahkan membahayakan nyawa.
Mempertahankan keberadaan rahim juga bisa menyebabkan komplikasi pada pengidap plasenta akreta. Jadi, operasi pengangkatan rahim sering menjadi pilihan untuk mencegah seorang wanita kehilangan darah yang banyak akibat tindakan pemisahan plasenta dengan dinding rahim. Setelah melakukan cara penanganan yang tepat, biasanya pengidap plasenta akreta akan kembali pulih dan tidak mengalami komplikasi jangka panjang.
Gejala dan Penyebab Plasenta Akreta
Sebenarnya, kondisi ini sering tidak menimbulkan gejala atau tanda-tanda khusus selama kehamilan berlangsung. Plasenta akreta biasanya baru terdeteksi saat melakukan pemeriksaan USG pada konsultasi kehamilan bersama dokter. Meski demikian, kondisi ini bisa memicu terjadinya perdarahan dari organ intim pada trimester ketiga kehamilan.
Hingga kini masih belum diketahui apa penyebab pasti munculnya gangguan kehamilan ini. Namun, sejumlah ahli menyebut bahwa hal ini lebih berisiko pada wanita yang sebelumnya pernah menjalani operasi Caesar. Selain itu, plasenta akreta juga diduga berkaitan dengan tingginya kadar protein bernama alpha-fetoprotein (AFP) yang dihasilkan janin.
Ada sejumlah faktor yang bisa meningkatkan risiko seorang wanita mengalami gangguan kehamilan ini. Salah satunya usia, wanita yang hamil di atas usia 35 tahun disebut lebih berisiko mengalami plasenta akreta. Selain itu, kelainan posisi plasenta selama kehamilan, mulai miom pada rahim hingga gangguan rahim lainnya juga menjadi pemicu meningkatnya risiko wanita mengalami plasenta akreta. Plasenta akreta juga lebih sering ditemui pada wanita yang pernah atau sudah beberapa kali menjalani operasi Caesar.
Cari tahu lebih lanjut mengenai plasenta akreta atau gangguan kehamilan lain dengan bertanya kepada dokter di aplikasi Halodoc. Dokter bisa dengan mudah dihubungi melalui Video/Voice Call dan Chat. Dapatkan tips menjaga kesehatan selama hamil dan cara mencegah gangguan kehamilan. Yuk, download Halodoc sekarang di App Store dan Google Play!
Baca juga:
- Risiko Kehamilan pada Plasenta Akreta yang Perlu Diketahui Ibu
- Ini Perbedaan Plasenta Akreta dan Plasenta Previa
- Dampak Plasenta Akreta Terhadap Ibu dan Bayi yang Perlu Diketahui