Hati-Hati, Konsumsi Bubble Tea Tiap Hari Tingkatkan Risiko Kanker

Ditinjau oleh  dr. Fadhli Rizal Makarim   07 Agustus 2019
Hati-Hati, Konsumsi Bubble Tea Tiap Hari Tingkatkan Risiko KankerHati-Hati, Konsumsi Bubble Tea Tiap Hari Tingkatkan Risiko Kanker

Halodoc, Jakarta - Minuman dengan bola-bola yang terbuat dari tapioka, bertekstur kenyal, dengan warna gelap yang disebut bubble tea atau dikenal dengan boba tea masih menjadi favorit semua orang, terlebih anak-anak. Rasanya yang manis membuat minuman satu ini tidak pernah sepi peminat. Namun, kamu perlu waspada, ternyata banyak bahaya mengintai di balik rasa minuman ini yang begitu lezat, salah satunya adalah kanker.

Belum lama ini, seorang anak perempuan berusia delapan tahun dikabarkan meninggal dunia karena kanker ginjal akibat konsumsi minuman bubble tea setiap hari. Gadis asal Tiongkok tersebut memiliki ayah yang berprofesi sebagai ahli makanan pencuci mulut. Oleh sang ayah, ia selalu dibawakan makanan pencuci mulut dengan rasa manis yang begitu menggiurkan, lengkap dengan bubble tea setiap hari. 

Benarkah Bubble Tea Berbahaya?

Akibat selalu mengonsumsi makanan manis dan bubble tea, tubuh sang anak semakin lama jadi menggemuk. Setelahnya, ia mulai mengeluhkan perutnya yang terasa sakit dan berat badannya yang terus menurun setiap hari. Sang ayah membawanya ke rumah sakit untuk mengetahui apa yang sedang dialami buah hatinya.

Baca juga: Sering Konsumsi Minuman Panas Sebabkan Kanker Tenggorokan, Benarkah?

Anak perempuan tersebut didiagnosis mengalami gangguan hati dan ginjal yang berujung pada kanker ginjal akibat terlalu banyak konsumsi makanan dan minuman manis. Setelah menjalani perawatan intensif selama satu bulan, sayangnya gadis tersebut menghembuskan napas terakhirnya di rumah sakit setempat. Dari kasus ini, benarkah bahwa bubble tea berbahaya?

Banyak yang beranggapan bahwa minuman bubble tea menjadi pilihan yang lebih baik jika dibandingkan dengan minuman lainnya. Sayangnya, tidak demikian. Minuman ini tidak mengandung gizi, bahkan kaya gula dan kalori. Sebanyak 500 mililiter bubble tea mengandung sekitar 92 gram gula, tiga kali lebih banyak daripada jumlah gula yang terkandung dalam minuman soda kaleng sebanyak 320 mililiter. 

Baca juga: 7 Tanda Awal Penyakit Ginjal

Menurut penelitian berjudul Sugary Drink Consumption and Risk of Cancer yang diterbitkan dalam BMJ, dikatakan bahwa konsumsi minuman manis berlebihan, termasuk jus buah meningkatkan risiko kanker. Pasalnya, jus buah menunjukkan hubungan yang sama dengan minuman cola dalam kaitannya dengan penyakit kanker. Namun, bukan berarti kamu tidak boleh mengonsumsi minuman manis. Rekomendasinya adalah cukup satu gelas saja per hari. 

Kanker Ginjal Sangat Jarang Menyerang Anak

Faktanya, kanker ginjal menjadi penyakit yang terbilang langka jika menyerang anak. Faktor risiko tetap ada dan jika terjadi pada anak, maka kondisi ini mengarah pada gaya hidup dan pola makannya. Terkait dengan gadis yang mengonsumsi bubble tea, terjadinya kanker ginjal tidak lepas dari kebiasaannya konsumsi makanan dan minuman manis sejak usianya masih dua tahun, usia yang terbilang masih begitu belia. 

Pola makan yang didominasi oleh makanan dan minuman manis tentu membuat sang anak mengalami pertambahan berat badan yang signifikan atau obesitas. Anak mudah menyukai segala hal yang manis dan lezat, tetapi sebagai orangtua, pastikan pula konsumsinya tidak berlebihan. Jika perlu, tanyakan pada dokter apakah makanan yang diberikan aman untuk anak. Supaya lebih mudah, pakai saja aplikasi Halodoc.

Baca juga: Sakit Ginjal Tanpa Cuci Darah, Mungkinkah?

Meski imunitas tubuh sudah terbentuk dengan sempurna, bukan berarti orang dewasa tidak bisa mengalami hal yang sama. Sebaiknya, batasi konsumsi bubble tea untuk menghindari obesitas, risiko terkena kanker, dan penyakit berbahaya lainnya.

Referensi: 
Mayo Clinic. 2019. Kidney Cancer.
The Asianparent Singapore. 2019. Eight Year Old Girl Dies of Cancer after Having Sweets and Bubble Tea Regularly.
The BMJ. 2019. Sugary Drink Consumption and Risk of Cancer: Results from NutriNet-Sante Prospective Cohort.