Sindrom Stevens Johnson
Sindrom Stevens Johnson adalah kelainan kulit dan selaput lendir yang langka dan serius. Biasanya merupakan reaksi terhadap obat-obatan tertentu. Gejala awalnya mirip dengan flu, dengan ruam dan melepuh menyakitkan yang menyebar. Kemudian lapisan atas kulit yang terkena mati, rontok dan mulai sembuh setelah beberapa hari.
Sindrom ini adalah keadaan darurat medis yang biasanya memerlukan rawat inap. Perawatan berfokus pada menghilangkan penyebabnya, merawat luka, mengendalikan rasa sakit dan meminimalkan komplikasi saat kulit tumbuh kembali.
Umumnya perlu waktu berminggu-minggu hingga berbulan-bulan untuk pulih. Bentuk yang lebih parah dari kondisi ini bernama nekrolisis epidermal toksik.
Penyebab Sindrom Stevens Johnson
Sindrom ini paling sering terjadi akibat respons imun terhadap obat-obatan tertentu. Beberapa infeksi juga dapat jadi penyebab. Namun, dalam beberapa kasus, pemicunya tidak pernah teridentifikasi.
Meskipun lebih dari 100 obat telah dikaitkan dengan sindrom Stevens Johnson, umumnya obat tersebut termasuk dalam beberapa kategori. Sindrom ini berkembang dalam beberapa hari hingga 8 minggu setelah pertama kali minum obat baru.
Obat-obatan yang terkait dengan sindrom ini meliputi:
- Antikonvulsan, seperti lamotrigin, karbamazepin, fenitoin, dan fenobarbiton.
- Antibiotik, seperti penisilin, sefalosporin, kuinolon, dan minosiklin.
- Obat antiinflamasi nonsteroid kelas oxicam.
- Paracetamol.
- Sulfonamid, termasuk kotrimoksazol dan sulfasalazine.
- Allopurinol, untuk mengobati asam urat, batu ginjal, dan kondisi lainnya.
- Nevirapine, obat untuk HIV.
- Agen kontras untuk beberapa prosedur medis.
Selain karena obat-obatan, sindrom Stevens Johnson juga bisa terjadi karena infeksi. Ada dua kategori utama infeksi yang berhubungan dengan sindrom ini, yaitu infeksi virus dan bakteri.
Infeksi virus yang terkait dengan sindrom ini meliputi:
- Coxsackievirus
- Sitomegalovirus
- Virus Epstein-Barr
- Hepatitis
- Herpes
- HIV
- Influenza
- Penyakit gondok
- Radang paru-paru
- Herpes zoster
Sementara itu, infeksi bakteri yang terkait dengan sindrom ini meliputi:
- Brucellosis
- Difteri
- Mycoplasma pneumoniae
- Tuberkulosis
Faktor Risiko Sindrom Stevens Johnson
Faktor-faktor yang meningkatkan risiko terkena sindrom ini adalah:
- Infeksi HIV.
- Sistem kekebalan yang melemah. Misalnya karena transplantasi organ, HIV/AIDS dan penyakit autoimun.
- Kanker. Terutama kanker darah.
- Pernah mengalami sindrom Stevens Johnson sebelumnya.
- Riwayat keluarga dengan sindrom ini.
- Faktor genetik atau keturutan. Terutama jika kamu juga mengonsumsi obat untuk kejang, asam urat, atau penyakit mental.
Gejala Sindrom Stevens Johnson
Gejala sindrom Stevens Johnson meliputi:
- Nyeri pada kulit.
- Demam.
- Pegal-pegal.
- Ruam merah atau bercak merah pada kulit.
- Batuk.
- Lepuh dan luka pada kulit dan selaput lendir mulut, tenggorokan, mata, alat kelamin dan anus.
- Kulit mengelupas.
- Berliur (karena menutup mulut itu menyakitkan).
- Mata tertutup rapat (karena lecet dan bengkak).
- Buang air kecil yang menyakitkan (karena selaput lendir yang melepuh).
Diagnosis Sindrom Stevens Johnson
Tes dan prosedur yang dapat dokter gunakan untuk mendiagnosis sindrom Stevens Johnson meliputi:
- Pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik. Dokter seringkali dapat mengidentifikasi sindrom ini berdasarkan riwayat kesehatan, termasuk tinjauan obat-obatan saat ini dan yang baru dihentikan, dan pemeriksaan fisik.
- Biopsi kulit. Untuk memastikan diagnosis, dan mengesampingkan kemungkinan penyebab lainnya, dokter akan mengambil sampel kulit untuk pemeriksaan di laboratorium.
- Pemeriksaan kultur. Untuk menyingkirkan infeksi, dokter dapat mengambil sampel kulit, jaringan, atau cairan untuk pemeriksaan kultur di laboratorium.
- Pemeriksaan pencitraan. Tergantung pada gejala, dokter mungkin meminta kamu menjalani pemeriksaan seperti rontgen dada, untuk mendeteksi pneumonia.
- Tes darah. Ini digunakan untuk mengkonfirmasi infeksi atau kemungkinan penyebab lainnya.
Pengobatan Sindrom Stevens Johnson
Pengobatan untuk sindrom Stevens Johnson meliputi:
- Menghentikan penggunaan obat-obatan yang menyebabkan masalah.
- Mengganti elektrolit dengan cairan intravena (infus).
- Menggunakan perban non-perekat pada kulit yang terkena.
- Mengonsumsi makanan berkalori tinggi, mungkin dengan pemberian selang, untuk mempercepat penyembuhan.
- Menggunakan antibiotik (bila perlu) untuk mencegah infeksi.
- Pemberian obat pereda nyeri.
- Perawatan intensif di rumah sakit.
- Perawatan dengan imunoglobulin intravena, siklosporin, steroid intravena, atau cangkok membran ketuban (untuk mata).
Komplikasi Sindrom Stevens Johnson
Bila tidak terobati, sindrom Stevens Johnson dapat menyebabkan komplikasi berupa:
- Dehidrasi. Area di mana kulit kehilangan cairan dapat menyebabkan dehidrasi. Selain itu, jika ada luka di mulut dan tenggorokan bisa membuat asupan cairan menjadi sulit, dan mengakibatkan dehidrasi.
- Infeksi darah (sepsis). Kondisi ini terjadi ketika bakteri dari infeksi memasuki aliran darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Sepsis adalah kondisi yang berkembang pesat dan mengancam jiwa yang dapat menyebabkan syok dan kegagalan organ.
- Masalah mata. Ruam pada kulit dapat menyebabkan radang mata, mata kering, dan sensitivitas cahaya. Dalam kasus yang parah, ini dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kebutaan (pada kasus yang jarang).
- Masalah pada paru-paru. Kondisi ini dapat menyebabkan situasi darurat, di mana paru-paru tidak bisa mendapatkan cukup oksigen ke dalam darah (gagal pernapasan akut).
- Kerusakan kulit permanen. Ketika kulit tumbuh kembali, mungkin ada benjolan dan perubahan warna yang tidak biasa (dispigmentasi). Bisa juga muncul bekas luka. Masalah kulit yang berkepanjangan dapat menyebabkan rambut rontok, dan kuku jari tangan dan kaki mungkin tidak tumbuh seperti sebelumnya.
Pencegahan Sindrom Stevens Johnson
Sindrom ini sulit untuk dicegah. Dalam banyak kasus, kondisi ini terjadi akibat obat-obatan, yang baru bisa kamu ketahui efeknya setelah meminumnya. Namun, kamu bisa mencegah kekambuhan kondisi ini dengan mencatat obat yang pernah memicu gejala.
Lalu, di kemudian hari, jangan gunakan obat tersebut. Selain itu, hindari juga untuk mengonsumsi obat-obatan sembarangan, terutama obat yang perlu resep dokter.
Kapan Harus ke Dokter?
Karena sindrom ini merupakan kondisi darurat medis, penting untuk segera mencari pengobatan medis jika mengalami gejalanya. Jika kamu membutuhkan informasi lebih lanjut mengenai kondisi ini, download Halodoc saja untuk bertanya pada dokter melalui chat.