Serologi
Apa Itu Serologi?
Serologi adalah salah satu cabang imunologi yang mempelajari reaksi antigen-antibodi secara in vitro. Reaksi serologis dilakukan berdasarkan asumsi bahwa agen infeksius memicu host untuk menghasilkan antibodi spesifik, yang akan bereaksi dengan agen infeksius tersebut. Reaksi ini dapat digunakan untuk mengetahui respon tubuh terhadap agen infeksius secara kualitatif maupun kuantitatif.
Keuntungan melakukan pemeriksaan serologis untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit antara lain, karena reaksi serologis spesifik untuk suatu agen infeksius, waktu yang diperlukan pun lebih singkat daripada pemeriksaan kultur atau identifikasi bakteri, dan pengambilan sampel relatif mudah yaitu darah.
Baca juga: Kenali Perbedaan Serologi dan Imunoserologi
Kenapa dan Bagaimana Melakukan Pemeriksaan Serologi?
Dalam dunia medis, uji serologi dilakukan untuk membantu menentukan diagnosis dari suatu penyakit. Beberapa jenis uji serologi yang umum dilakukan, antara lain:
1. Reaksi Serologis untuk Salmonella Typhosa
Pemeriksaan serologis yang digunakan untuk diagnosa penyakit demam typhoid yang disebabkan oleh Salmonella disebut pemeriksaan Widal. Uji Widal dirancang secara khusus untuk membantu diagnosis demam typhoid dengan cara mengaglutinasikan basilus typhoid dengan serum pengidap. Namun, istilah ini kadang-kadang diterapkan secara tidak resmi pada uji aglutinasi lain yang menggunakan biakan organisme yang dimatikan dengan panas selain Salmonella.
Pemeriksaan Widal digunakan untuk:
- Mengetahui diagnosis thypus abdominalis serta penyakit parathyposa A, B, C, dan D.
- Mengetahui prognosis penyakit.
- Mengetahui ada tidaknya aglutinin dalam serum pengidap.
2. Reaksi Serologi untuk Treponema
Reaksi serologi untuk treponema dilakukan dalam memastikan diagnosis penyakit sifilis. Sifilis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri Treponema Pallidum. Infeksi treponema pallidum dalam tubuh akan menimbulkan dua macam antibodi, yaitu antibodi non-treponema (reagin), dan antibodi treponema.
Pemeriksaan serologi untuk treponema dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
Non-treponemal Antigen Test
Terdiri atas:
- Reaksi flokulasi: Kahn, VDRL, Murata, Kline, Mazzini, serta Hinton partikel antigen yang berupa lipid akan mengalami flokulasi setelah dikocok dengan regain.
- Reaksi fiksasi komponen: Wasserman, Kolmer serum yang mengandung reagin dapat mengikat komplemen, jika ada cardiolipin sebagai antigen. Sebab, antigen yang digunakan bukan antigen spesifik, maka dapat terjadi BFPR (Biological False Positive Reaction). Penyakit lain yang dapat menimbulkan BFPR pada tes ini antara lain adalah malaria, lepra, relapsing fever, lupus eritematosus, leptospirosis, dan rheumatoid arthritis
Treponemal Antigen Test
Terdiri atas:
- Reaksi aglutinasi: TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination)
- Reaksi fiksasi komplemen: TPCF (Treponema Pallidum Complement Fixation).
- Imobilisasi: TPI (Treponema Pallidum Immobilization).
- Imunofluoresen: FTA (Flourescent Treponema Antibody)
Baca juga: Ini Waktu yang Tepat untuk Lakukan Tes Serologi
3. Serologi untuk Hepatitis B
Hepatitis B merupakan penyakit infeksi pada hati yang angka kejadiannya cukup tinggi, dan dapat menimbulkan masalah kronis, seperti sirosis hepatis dan kanker hati. Diagnosis hepatitis B ditentukan dengan melakukan tes terhadap beberapa marker serologis dari virus hepatitis B, serta dengan menambahkan tes tambahan untuk menyingkirkan penyebab lain seperti virus hepatitis A dan C. Sementara untuk penyaring, cukup dilakukan pemeriksaan HBsAg dan Anti-HBs.
- HBsAg
Jika positif, pasien akan dianggap terinfeksi hepatitis B. Pengulangan tes setelah 6 bulan diperlukan untuk menentukan infeksi telah sembuh atau kronik. HBsAg positif setelah 6 bulan tetap terdeteksi dalam darah selama lebih dari enam bulan berarti telah menjadi kronis.
- Anti-HBs
Jika positif, pengidap dianggap memiliki kekebalan terhadap hepatitis B (baik karena infeksi yang telah sembuh atau karena vaksinasi). Hepatitis B karier kronis dapat menunjukkan HBsAg dan Anti-HBs positif. Positif untuk HbsAg dan anti-HBs pada saat yang bersamaan, tetapi hal ini sangat jarang terjadi (<1 persen). Jika negatif, pasien belum memiliki kekebalan terhadap virus hepatitis B.
- HBeAg
HBeAg positif berhubungan dengan tingkat infeksi yang tinggi dan pada karier kronik dengan peningkatan risiko sirosis. Tes ini dapat digunakan untuk mengamati perkembangan hepatitis B kronis.
- HBV DNA
HBV DNA positif menunjukkan infeksi aktif, bergantung pada viral load (jumlah virus). Tes ini dapat digunakan untuk mengetahui prognosis dan keberhasilan terapi.
- Anti-HBc
Jika positif, pasien telah terinfeksi oleh VHB. Infeksi telah sembuh (HBsAg negatif) atau masih berlangsung (HBsAg positif). Jika infeksi telah sembuh, pasien dianggap mempunyai kekebalan alami terhadap infeksi VHB. IgM anti-HBc mungkin menjadi satu-satunya marker yang dapat terdeteksi selama masa window period, atau ketika HbsAg dan anti-HBs masih negatif.
- Anti-HBe
Umumnya Anti-HBe positif dengan HBeAg negatif menunjukkan tingkat replikasi virus yang rendah. Namun, hal ini tidak berlaku pada virus hepatitis B mutan.
Kapan Pemeriksaan Serologi Dilakukan?
Pemeriksaan serologi biasanya dilakukan ketika dalam pemeriksaan medis seseorang dicurigai mengidap penyakit yang melibatkan imunitas atau sistem kekebalan tubuh. Seperti telah dijabarkan tadi, pemeriksaan serologi dapat cukup membantu dalam menentukan diagnosis beberapa penyakit, seperti hepatitis B.
Baca juga: Inilah 5 Manfaat Serologi yang Perlu Diketahui
Di Mana Melakukan Pemeriksaan Serologi?
Pemeriksaan serologi biasanya dilakukan di laboratorium, atau rumah sakit yang memiliki peralatan memadai. Untuk melakukan pemeriksaan, kamu bisa langsung membuat janji dengan dokter di rumah sakit sesuai domisilimu di sini.
Referensi:
Healthline.com. Diakses pada 2019. Serology: Purpose, Results, and Aftercare
Diperbarui pada 27 November 2019.