Kejang Tonik Klonik
Kejang tonik klonik atau yang sebelumnya dikenal sebagai kejang grand mal adalah jenis kejang yang ditandai dengan gerakan kaki dan menyentak. Umumnya, ini adalah gangguan fungsi pada kedua sisi otak.
Kejang ini bermula dengan memengaruhi satu sisi otak, tapi menyebar hingga melibatkan kedua sisi disebut kejang tonik klonik fokal hingga bilateral.
Gangguan ini disebabkan oleh penyebaran sinyal listrik atipikal melalui otak. Seringkali ini akan menghasilkan sinyal yang dikirim ke otot, saraf, atau kelenjar.
Penyebaran sinyal-sinyal ini di otak bisa membuat seseorang kehilangan kesadaran dan mengalami kontraksi otot yang parah.
Kejang, khususnya kejang tonik-klonik, umumnya terkait dengan epilepsi. Namun, hal itu juga bisa terjadi karena mengalami demam tinggi, cedera kepala, atau gula darah rendah.
Kadang-kadang, orang mungkin mengalami kejang jika tubuhnya telah mengembangkan ketergantungan pada suatu zat dan mereka berhenti menggunakannya.
Pengidap epilepsi mungkin mulai mengalami kejang tonik-klonik pada akhir masa kanak-kanak atau remaja. Jenis kejang ini jarang terlihat pada anak di bawah usia 2 tahun.
Kondisi ini juga bisa menjadi kondisi gawat darurat tergantung riwayat epilepsi dan kondisi kesehatan pengidap.
Penyebab Kejang Tonik Klonik
Semua kejang disebabkan oleh aktivitas listrik yang tidak biasa di otak. Sel saraf otak biasanya berkomunikasi satu sama lain dengan mengirimkan sinyal listrik dan kimia melintasi sinapsis yang menghubungkan sel.
Pada orang yang mengalami kejang, aktivitas listrik otak yang biasa berubah dan banyak sel saraf aktif pada saat bersamaan. Sayangnya, hal yang menyebabkan terjadinya perubahan tersebut seringkali masih belum diketahui.
Namun, timbulnya kejang tonik-klonik bisa dikaitkan dengan berbagai kondisi kesehatan. Beberapa kondisi serius yang bisa menjadi pemicunya, termasuk tumor otak atau pecahnya pembuluh darah di otak, yang bisa menyebabkan stroke.
Penyebab potensial kejang tonik-klonik lainnya meliputi:
- Cedera, seperti cedera kepala.
- Infeksi.
- Kadar natrium, kalsium, glukosa, atau magnesium yang rendah.
- Penyalahgunaan atau penarikan obat atau alkohol.
Faktor Risiko Kejang Tonik Klonik
Beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko kejang tonik klonik, antara lain:
- Memiliki riwayat keluarga dengan gangguan kejang.
- Mengalami cedera pada otak akibat trauma, stroke, infeksi sebelumnya, dan penyebab lainnya.
- Kurang tidur.
- Memiliki masalah medis yang memengaruhi keseimbangan elektrolit.
- Menggunakan obat-obatan terlarang.
- Mengonsumsi alkohol berat.
Gejala Kejang Tonik Klonik
Kejang tonik klonik memiliki dua tahap:
- Fase tonik. Gejalanya meliputi kehilangan kesadaran dan otot tiba-tiba berkontraksi dan menyebabkan orang tersebut jatuh. Fase ini cenderung berlangsung sekitar 10-20 detik.
- Fase klonik. Pada fase ini, otot-otot mengalami kontraksi ritmis, secara bergantian melenturkan dan mengendurkan. Kejang biasanya berlangsung satu sampai dua menit atau kurang.
Gejala berikut juga bisa terjadi, tapi tidak pada semua pengidap:
- Teriakan. Beberapa orang mungkin menangis, mengerang, berteriak tanpa sadar pada awal kejang.
- Kehilangan kontrol usus dan kandung kemih. Hal ini bisa terjadi selama atau setelah kejang.
- Tidak responsif setelah kejang. Pengidap bisa tetap tidak sadarkan diri selama beberapa menit setelah kejang berakhir.
- Kebingungan. Suatu periode disorientasi sering mengikuti kejang tonik klonik. Ini disebut sebagai kebingungan postictal.
- Kelelahan. Rasa kantuk sering muncul setelah kejang.
- Sakit kepala parah. Ini bisa terjadi setelah kejang.
Diagnosis Kejang Tonik Klonik
Setelah mengalami kejang, dokter akan meninjau gejala dan riwayat medis pengidap secara menyeluruh.
Dokter mungkin akan memesan beberapa tes untuk menentukan penyebab kejang dan mengevaluasi seberapa besar kemungkinan ia akan mengalami kejang lagi.
Tes tersebut, antara lain:
- Pemeriksaan neurologis. Dokter mungkin menguji perilaku, kemampuan motorik, dan fungsi mental pengidap untuk menentukan apakah mereka memiliki masalah dengan otak dan sistem saraf.
- Tes darah. Dokter juga mungkin mengambil sampel darah untuk memeriksa tanda-tanda infeksi, kondisi genetik, kadar gula darah, atau ketidakseimbangan elektrolit.
- Pungsi lumbal. Jika dokter mencurigai infeksi sebagai penyebab kejang, ia mungkin perlu mengeluarkan sampel cairan serebrospinal untuk pengujian.
- Elektroensefalogram (EEG). Dalam tes ini, dokter menempelkan elektroda ke kulit kepala dengan zat seperti pasta. Elektroda merekam aktivitas listrik otak, yang muncul sebagai garis bergelombang pada rekaman EEG. Tes ini bisa mengungkapkan pola yang memberi tahu dokter apakah kejang kemungkinan akan terjadi lagi. EEG juga bisa menyingkirkan kondisi lain yang mirip epilepsi sebagai penyebab kejang.
- Computerized tomography (CT). CT scan menggunakan sinar-X untuk mendapatkan gambar penampang otak. Pemeriksaan ini bisa mengungkapkan kelainan di otak yang mungkin menyebabkan kejang, seperti tumor, perdarahan, dan kista.
- Magnetic resonance imaging (MRI). MRI menggunakan magnet dan gelombang radio yang kuat untuk membuat gambaran mendetail tentang otak. Dokter mungkin bisa mendeteksi lesi atau kelainan di otak yang dapat menyebabkan kejang.
Pengobatan Kejang Tonik Klonik
Tidak semua orang yang mengalami kejang akan mengalaminya lagi. Karena kejang bisa merupakan insiden yang terisolasi, dokter mungkin tidak memberikan pengobatan sampai pengidap mengalami lebih dari satu kejang. Perawatan biasanya melibatkan penggunaan obat anti-kejang.
Ada banyak obat yang bisa digunakan dalam pengobatan epilepsi dan kejang. Bila obat anti-kejang tidak efektif, pengobatan berikut bisa menjadi pilihan:
- Operasi. Ahli bedah akan menemukan dan mengangkat area otak tempat kejang dimulai. Operasi bekerja paling baik untuk orang yang mengalami kejang yang selalu berasal dari tempat yang sama di otak mereka.
- Stimulasi saraf vagus. Alat yang ditanamkan di bawah kulit dada bisa merangsang saraf vagus di leher pengidap, mengirimkan sinyal ke otak yang menghambat kejang.
- Stimulasi otak dalam. Dokter menanamkan elektroda di area tertentu di otak untuk menghasilkan impuls listrik yang mengatur aktivitas otak yang tidak normal.
- Terapi diet. Mengikuti diet yang tinggi lemak dan rendah karbohidrat, yang dikenal sebagai diet ketogenik, bisa meningkatkan pengendalian kejang.
Komplikasi Kejang Tonik Klonik
Mengalami kejang pada waktu-waktu tertentu bisa berbahaya, baik bagi pengidap maupun orang lain. Berikut risiko kejang tonik klonik:
- Jatuh. Jika pengidap jatuh saat kejang, mereka bisa mengalami cedera kepala atau patah tulang.
- Tenggelam. Jika kejang terjadi saat berenang atau mandi, pengidap berisiko tenggelam.
- Kecelakaan mobil. Kondisi yang bisa menyebabkan kehilangan kesadaran atau kendali ini juga bisa berbahaya jika terjadi saat mengendarai mobil atau mengoperasikan peralatan lain.
- Komplikasi kehamilan. Kejang selama kehamilan bisa berbahaya bagi ibu dan bayi, dan obat antiepilepsi tertentu meningkatkan risiko cacat lahir.
- Masalah kesehatan emosional. Orang dengan kejang lebih cenderung memiliki masalah psikologis, seperti depresi dan kecemasan.
Pencegahan Kejang Tonik Klonik
Karena kejang belum bisa dipahami sepenuhnya dengan baik, mungkin sulit untuk mencegahnya.
Namun, ada beberapa cara yang mungkin bisa membantu mencegah kejang:
- Hindari cedera otak traumatis dengan menggunakan helm saat mengendarai motor, dan sabuk pengaman saat berkendara dengan mobil.
- Cuci tangan secara teratur dan jaga kebersihan makanan dengan baik untuk menghindari infeksi, parasit atau lainnya, yang bisa menyebabkan epilepsi.
- Kurangi faktor risiko stroke, yang meliputi tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, merokok, dan tidak aktif.
- Ibu hamil harus memiliki perawatan prenatal yang tepat. Ini membantu menghindari komplikasi yang dapat berkontribusi pada perkembangan gangguan kejang pada janin.
Kapan Harus ke Dokter?
Bila kamu mengalami kejang untuk pertama kalinya, sebaiknya periksakan diri ke dokter. Kamu juga perlu menemui dokter bila mengalami hal-hal berikut:
- Kejang berlangsung lebih dari lima menit.
- Pernapasan atau kesadaran tidak kembali setelah kejang berhenti.
- Kejang kedua segera menyusul.
- Kamu mengalami demam tinggi.
- Mengalami kelelahan dan panas.
- Kamu sedang hamil.
- Mengidap diabetes.
- Kamu telah melukai diri sendiri selama kejang.
Kamu juga bisa tanya dokter mengenai masalah kesehatan yang kamu alami melalui aplikasi Halodoc.
Yuk, download aplikasi Halodoc sekarang juga di Apps Store dan Google Play.