Epilepsi

DAFTAR ISI
- Apa itu Epilepsi?
- Penyebab Epilepsi
- Faktor Risiko Epilepsi
- Gejala Epilepsi
- Rekomendasi Dokter di Halodoc
- Apa Kata Studi Mengenai Epilepsi?
- Diagnosis Epilepsi
- Pengobatan Epilepsi
- Komplikasi Epilepsi
- Pencegahan Epilepsi
Apa itu Epilepsi?
Penyakit epilepsi atau ayan adalah kondisi yang dapat menjadikan seseorang mengalami kejang secara berulang. Epilepsi bisa menyerang seseorang ketika terjadinya kerusakan atau perubahan di dalam otak.
Di dalam otak manusia terdapat neuron atau sel-sel saraf yang merupakan bagian dari sistem sarah. Setiap sel saraf saling berkomunikasi menggunakan impuls listrik.
Pada kasus epilepsi, kejang terjadi ketika impuls listrik tersebut dihasilkan secara berlebihan, sehingga menyebabkan perilaku atau gerakan tubuh yang tidak terkendali.
Faktanya, epilepsi dapat terjadi oleh siapa saja. Penyakit ini bisa menyerang orang dari berbagai usia dan semua jenis kelamin.
Menurut WHO, sekitar 50 juta orang di seluruh dunia menderita epilepsi, hal ini menjadikannya salah satu penyakit saraf paling umum di dunia.
Penyebab Epilepsi
Epilepsi dapat mulai diidap pada usia kapan saja, umumnya kondisi ini terjadi sejak masa kanak-kanak. Berdasarkan penyebabnya, epilepsi dibagi dua, yaitu:
- Epilepsi idiopatik, disebut juga sebagai epilepsi primer. Ini merupakan jenis epilepsi yang penyebabnya tidak diketahui. Sejumlah ahli menduga bahwa kondisi ini disebabkan oleh faktor genetik (keturunan).
- Epilepsi simptomatik, disebut juga epilepsi sekunder. Ini merupakan jenis epilepsi yang penyebabnya bisa diketahui. Sejumlah faktor, seperti luka berat di kepala, tumor otak, dan stroke diduga bisa menyebabkan epilepsi sekunder.
Selain penyebab di atas, terdapat beberapa penyebab lain di antaranya:
- Gangguan kekebalan tubuh. Kondisi yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel otak atau yang disebut penyakit autoimun dapat menyebabkan epilepsi.
- Gangguan perkembangan. Kelainan lahir yang mempengaruhi otak sering menjadi penyebab epilepsi, terutama pada orang yang kejangnya tidak terkontrol dengan obat anti kejang.
Faktor Risiko Epilepsi
Beberapa faktor yang berpotensi meningkatkan risiko terkena epilepsi, antara lain:
- Usia. Epilepsi umumnya dialami oleh usia anak-anak dan lansia. Meski demikian, kondisi ini juga dapat dialami oleh semua kalangan yang memiliki risiko terkena epilepsi.
- Genetik. Riwayat kesehatan yang dialami oleh anggota keluarga dapat menjadi pemicu penyebab epilepsi.
- Cedera pada kepala. Cedera pada kepala dapat menjadi salah satu penyebab epilepsi.
- Stroke dan penyakit vaskular. Stroke dan penyakit pembuluh darah (vaskular) lainnya dapat menyebabkan kerusakan otak yang dapat memicu kondisi ini.
- Demensia.
- Infeksi otak. Peradangan pada otak atau sumsum tulang belakang dapat meningkatkan risiko terkena epilepsi.
- Riwayat kejang di masa kecil. Kejang dapat disebabkan oleh demam tinggi. Pada kondisi ini, anak lebih rentan mengalami epilepsi.
Selain faktor-faktor di atas, ternyata stres juga bisa memicu terjadinya epilepsi. Ketahui selengkapnya di sini: Stres Bisa Memicu Kejang Epilepsi.
Apa Kata Studi Mengenai Epilepsi?
Studi lain berjudul Genetics and Epilepsy (2008) yang diterbitkan oleh Dialogues in Clinical Neuroscience Journal menyebutkan bahwa pengaruh genetik menjadi faktor risiko umum yang terdapat pada pasien epilepsi. Pengaruh genetik ini bisa terjadi saat perkembangan janin yang diekspresikan di otak, dan memengaruhi bagaimana individu ini mengalami gangguan kejang ketika tumbuh dengan epilepsi.
Para peneliti menyarankan untuk melakukan metode seperti pemeriksaan seluruh gen dengan menggunakan teknologi khusus. Tuuannya untuk menemukan perubahan genetik yang mungkin berhubungan dengan epilepsi.
Gejala Epilepsi
Kejang berulang merupakan gejala utama epilepsi. Karakteristik kejang akan bervariasi dan bergantung pada bagian otak yang terganggu pertama kali dan seberapa jauh gangguan tersebut terjadi.
Jenis kejang epilepsi dibagi menjadi dua berdasarkan gangguan pada otak, yaitu:
1. Kejang parsial
Pada kejang parsial atau focal, otak yang mengalami gangguan hanya sebagian saja. Kejang parsial ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu:
Kejang parsial simpel
Ini adalah kejang yang pengidapnya tidak mengalami kehilangan kesadaran. Gejalanya dapat berupa anggota tubuh yang menyentak, atau timbul sensasi kesemutan, pusing, dan kilatan cahaya.
Bagian tubuh yang mengalami kejang tergantung pada bagian otak mana yang mengalami gangguan.
Contohnya jika epilepsi mengganggu fungsi otak yang mengatur gerakan tangan atau kaki, maka kedua anggota tubuh itu saja yang akan mengalami kejang.
Kejang parsial juga dapat membuat pengidapnya mengalami perubahan secara emosi, seperti merasa gembira atau takut secara tiba-tiba.
Kejang parsial kompleks
Kadang-kadang, kejang focal memengaruhi kesadaran pengidapnya, sehingga membuatnya terlihat seperti bingung atau setengah sadar selama beberapa saat.
Inilah yang dinamakan dengan kejang parsial kompleks. Ciri-ciri kejang parsial kompleks lainnya adalah pandangan kosong, menelan, mengunyah, atau menggosok-gosokkan tangan.
2. Kejang Umum
Pada kejang umum atau menyeluruh, gejala terjadi pada sekujur tubuh dan disebabkan oleh gangguan yang berdampak kepada seluruh bagian otak.
Berikut ini adalah gejala-gejala yang bisa terjadi saat seseorang terserang kejang umum:
- Mata yang terbuka saat kejang.
- Kejang tonik. Tubuh yang menjadi kaku selama beberapa detik. Ini bisa diikuti dengan gerakan-gerakan ritmis pada lengan dan kaki atau tidak sama sekali. Otot-otot pada tubuh terutama lengan, kaki, dan punggung berkedut.
- Kejang atonik, yaitu otot tubuh tiba-tiba menjadi rileks, sehingga pengidap bisa jatuh tanpa kendali.
- Kejang klonik, yaitu gerakan menyentak ritmis yang biasanya menyerang otot leher, wajah dan lengan.
- Terkadang, pengidap epilepsi mengeluarkan suara-suara atau berteriak saat mengalami kejang.
- Mengompol.
- Kesulitan bernapas atau beberapa saat, sehingga badan terlihat pucat atau bahkan membiru.
- Dalam beberapa kasus, kejang menyeluruh membuat pengidap benar-benar tidak sadarkan diri. Setelah sadar, pengidap terlihat bingung selama beberapa menit atau jam.
Ada jenis epilepsi yang umumnya dialami oleh anak-anak, dikenal dengan nama epilepsi absence atau petit mal.
Meski kondisi ini tidak berbahaya, prestasi akademik dan konsentrasi anak bisa terganggu. Ciri-ciri epilepsi ini adalah hilangnya kesadaran selama beberapa detik, mengedip-ngedip atau menggerak-gerakkan bibir, serta pandangan kosong.
Anak-anak yang mengalami kejang ini tidak akan sadar atau ingat akan apa yang terjadi saat mereka kejang.
Fakta Penting Terkait Epilepsi
1. Pengobatan epilepsi sudah semakin maju seperti pembedahan atau terapi bagi pengidap epilepsi.
2. Epilepsi bisa memengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk pekerjaan, pendidikan, dan hubungan sosial.
3. Seiring berjalannya waktu, beberapa orang dengan epilepsi dapat mengalami perubahan dalam frekuensi atau jenis kejang yang dialami.
4. Menurut data WHO, diperkiraan ada sekitar 50 juta orang di seluruh dunia yang hidup dengan epilepsi.
5. Penyakit epilepsi pertama kali ditemukan sejak zaman kuno, sesuai yang tercatat dalam teks medis dari peradaban Mesopotamia, Mesir, dan Yunani.
Rekomendasi Dokter di Halodoc yang Bisa Bantu Pengobatan Epilepsi
Apabila kamu atau orang terdekat memiliki gejala epilepsi, sebaiknya segera hubungi dokter di Halodoc untuk mendapatkan pengobatan yang tepat.
Nah, berikut beberapa dokter yang sudah berpengalaman yang bisa kamu hubungi.
Dokter-dokter ini juga mendapatkan rating yang baik dari para pasien yang sebelumnya mereka tangani.
Ini daftarnya:
- dr. Ni Nyoman Ayu Susilawati Sp.S
- dr. Fitri Damayanti Sp.N
- dr. Etiya Ekayana M.Ked(Neu), Sp.N
- dr. Faldi Yaputra Sp.N
Tak perlu khawatir jika dokter sedang tidak tersedia atau offline.
Sebab, kamu tetap bisa membuat janji konsultasi di lain waktu melalui aplikasi Halodoc.
Ayo hubungi dokter di Halodoc sekarang juga!
Diagnosis Epilepsi
Dokter akan melakukan berbagai metode untuk menegakkan diagnosis, contohnya:
1. Wawancara medis (anamnesis)
Pada tahap ini dokter akan menanyakan riwayat kejang yang pasien alami, termasuk:
- Durasi dan frekuensi kejang.
- Jenis kejang (misalnya, apakah kejang melibatkan seluruh tubuh atau hanya bagian tertentu).
- Gejala yang muncul sebelum, selama, dan setelah kejang (kehilangan kesadaran, kebingungan, dll).
- Pemicu yang mungkin terkait dengan kejang (stres, kurang tidur, alkohol, dll).
Dokter juga mungkin akan menanyakan tentang gejala selama pasien kejang dan apakahmengalami hal di bawah ini saat kejang:
- Kekakuan otot.
- Buang air kecil atau buang air besar saat kejang.
- Perubahan pada pernapasan.
- Warna kulit menjadi pucat.
- Tatapan kosong.
- Kehilangan kesadaran.
- Kesulitan dalam berbicara atau memahami apa yang dikatakan orang kepada kamu.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, ada beberapa jenis pemeriksaan fisik yang mungkin dilakukan:
- Pemeriksaan neurologis:
- Untuk menilai status neurologis pasien, termasuk kekuatan otot, koordinasi gerakan, refleks, dan sensasi.
- Bertujuan untuk mendeteksi adanya kelainan atau tanda-tanda gangguan neurologis yang mendasari kejang.
- Penilaian kondisi umum:
- Pemeriksaan tanda vital seperti tekanan darah, detak jantung, dan suhu tubuh.
- Bertujuan untuk mengevaluasi ada tidaknya tanda-tanda cedera yang mungkin terjadi akibat kejang (misalnya, luka pada lidah atau trauma akibat jatuh).
- Pemeriksaan gizi dan kesehatan mental:
- Dokter juga akan menilai apakah ada faktor psikologis yang dapat berkontribusi terhadap gejala yang dialami pasien, seperti stres berat atau gangguan kecemasan.
3. Pemeriksaan penunjang
Selain itu, dokter dan melakukan beberapa pemeriksaan penunjang seperti:
- Elektroensefalogram (EEG):
- Merupakan pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk mendiagnosis epilepsi. EEG mengukur aktivitas listrik di otak dan dapat menunjukkan adanya gelombang abnormal yang terjadi selama atau setelah kejang.
- EEG membantu dokter mengidentifikasi jenis kejang dan daerah otak yang terlibat, yang sangat penting untuk menentukan jenis epilepsi.
- Pencitraan otak (CT Scan atau MRI):
- Pemeriksaan pencitraan digunakan untuk mendeteksi kelainan struktural di otak, seperti tumor, stroke, atau cacat perkembangan yang dapat menyebabkan kejang.
- MRI biasanya lebih sensitif daripada CT scan dalam mendeteksi kelainan struktural otak.
- Tes laboratorium (Jika diperlukan):
- Tes darah: Untuk memeriksa kadar elektrolit, kadar gula darah, fungsi ginjal, atau infeksi yang bisa menjadi pemicu kejang.
- Tes genetik: Dalam beberapa kasus, jika ada riwayat keluarga yang mencurigakan, tes genetik bisa dilakukan untuk mengevaluasi potensi gangguan genetik yang terkait dengan epilepsi.
- Tes lainnya:
- Jika diperlukan pemeriksaan lain seperti MRI fungsi atau positron emission tomography (PET) dilakukan untuk menilai aktivitas otak lebih lanjut, atau jika diagnosis epilepsi masih tidak jelas setelah tes dasar dilakukan.
Pengobatan Epilepsi
Meskipun epilepsi tidak dapat disembuhkan, namun ada banyak pilihan pengobatan yang tersedia. Sebanyak 70 persen pengidap epilepsi dapat menangani penyakitnya dengan obat-obatan.
Terdapat beberapa perawatan untuk mengendalikan epilepsi mulai dari mengonsumsi obat anti kejang, diet khusus, hingga operasi. Berikut penjelasan selengkapnya:
1. Konsumsi obat anti kejang
Obat ini dapat mengendalikan kejang sekitar 60 hingga 70 persen pengidap epilepsi. Dokter mungkin akan memberikan satu atau lebih obat anti kejang, atau kombinasi obat untuk menemukan obat terbaik untuk mengendalikan kejang.
Pilihan obat anti kejang juga bergantung pada beberapa hal, seperti:
- Jenis kejang.
- Respons sebelumnya terhadap obat anti kejang.
- Kondisi medis lain yang dimiliki.
- Potensi interaksi obat lain yang sedang dikonsumsi.
- Efek samping obat anti kejang.
- Umur.
- Kondisi kesehatan secara keseluruhan.
Hal ini karena beberapa obat anti kejang dikaitkan dengan cacar lahir. Beri tahu dokter apabila kamu sedang hamil atau berencana untuk hamil.
2. Diet khusus
Diet ketogenik dan diet atkins (diet yang tinggi lemak, protein sedang, dan rendah karbohidrat) adalah dua diet paling umum yang terkadang direkomendasikan untuk pengidap epilepsi.
Sebagian besar diet direkomendasikan untuk anak-anak yang pengobatannya tidak efektif dan kondisinya tidak memungkinkan untuk menjalani operasi.
Diet indeks glikemik rendah juga dapat mengurangi kejang pada beberapa pengidap epilepsi.
3. Operasi
Dokter akan mempertimbangkan prosedur operasi apabila pengobatan anti kejang tidak dapat mengendalikan kejang, atau bahkan kejang bertambah parah.
Operasi epilepsi dapat menjadi pilihan pengobatan yang efektif, ketika lebih dari dua uji coba obat anti kejang gagal mengendalikan kejang.
Pilihan operasi epilepsi meliputi:
- Reseksi bedah. Pengangkatan jaringan abnormal.
- Pemutusan. Pemotongan kumpulan serat yang menghubungkan area otak
- Bedah radio stereotaktik. Penghancuran jaringan otak abnormal yang ditargetkan.
- Implantasi perangkat neuromodulasi. Perangkat ini mengirimkan impuls listrik ke otak untuk mengurangi kejang seiring waktu.
Pengobatan tersebut tentu sangat penting untuk mencegah ancaman kesehatan yang lain, terlebih jika Orang Terdekat yang Idap Epilepsi, Segera Hubungi Dokter Ini.
4. Stimulasi saraf vagus (Vagus nerve stimulation)
VNS adalah prosedur di mana alat kecil yang disebut generator dipasang di bawah kulit dada, dan akan mengirimkan impuls listrik ringan ke saraf vagus untuk mencegah kejang.
5. Pengelolaan stres dan faktor pemicu
Mengelola faktor pemicu seperti kurang tidur, stres, dan asupan alkohol dapat membantu mengurangi frekuensi kejang. Selain itu, menghindari faktor pemicu tertentu juga sangat penting dalam mengelola epilepsi jangka panjang.
6. Monitoring dan perawatan jangka panjang
Pasien dengan epilepsi sering kali perlu mengikuti program monitoring untuk memastikan pengobatan efektif, dan mengurangi risiko komplikasi seperti kecelakaan akibat kejang atau gangguan pada kesehatan mental.
Komplikasi Epilepsi
Epilepsi dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang mungkin memengaruhi kualitas hidup Pengidapnya. Beberapa komplikasi yang umum terkait dengan epilepsi antara lain:
- Cedera fisik. Seperti cedera kepala dan wajah, patah tulang, dan luka pada lidah atau pipi.
- Gangguan kognitif. Penderitanya mungkin memiliki kesulitan untuk konsentrasi, hingga penurunan kemampuan belajar.
- Gangguan psikologis dan emosional.
- Status epileptikus. Kondisi ini adalah keadaan darurat medis di mana kejang berlangsung lebih dari 5 menit atau kejang berulang tanpa pemulihan kesadaran.
- Stigma sosial dan diskriminasi.
- Gangguan reproduksi. Hal ini berkaitan dengan gangguan selama kehamilan karena ibu mungkin mengalami preeklampsia, persalinan prematur.
- Kematian tiba-tiba atau sudden unexpected death in epilepsy. Kondisi ini lebih sering terjadi pada penderita epilepsi yang tidak terkontrol dengan baik.
Pencegahan Epilepsi
Selain dengan obat, terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya epilepsi, seperti:
1. Berkendara dengan aman
Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya cedera otak traumatis. Berhati-hatilah saat beraktivitas.
Misalnya, gunakan helm khusus sepeda saat bersepeda dan helm sepeda motor saat bermotor, gunakan sabuk pengaman, dan sediakan kursi penumpang anak.
Hal ini dilakukan untuk mengurangi cedera kendaraan bermotor dan lalu lintas.
2. Perhatikan langkah
Jatuh adalah penyebab utama cedera otak. Orang yang berusia tua dan anak-anak memiliki kemungkinan lebih besar mengalami cedera otak akibat terjatuh.
3. Merawat cedera lebih awal
Segera dapatkan bantuan apabila terjadi cedera otak traumatis. Kemungkinan terjadinya epilepsi tinggi pada cedera otak yang parah. Merawat cedera dengan baik dapat membantu menghindari epilepsi.
4. Gaya hidup sehat
Konsumsi makanan yang sehat, berolahraga seperti berjalan setiap hari, dan tidak merokok dapat mencegah epilepsi.
Selain epilepsi, gaya hidup sehat ini juga bisa menurunkan kemungkinan terkena stroke dan penyakit jantung.
5. Vaksin
Imunisasi atau juga dikenal sebagai vaksin bisa menurunkan kemungkinan terkena infeksi yang terkadang dapat menyebabkan epilepsi.
6. Menjaga kebersihan
Infeksi yang disebut sistiserkosis adalah penyebab paling umum dari epilepsi.
Penyakit ini disebabkan oleh parasit dan dapat dicegah melalui praktik kebersihan dan persiapan makanan yang baik.
Pemeriksaan kesehatan dan pengobatan dini terhadap sistiserkosis dapat mencegah epilepsi.
7. Menjaga kesehatan selama kehamilan
Beberapa masalah selama kehamilan dan persalinan dapat menyebabkan epilepsi.
Ikuti rencana perawatan prenatal dengan dokter spesialis kandungan atau perawat untuk menjaga kesehatan diri dan juga bayi.
Apa saja hal yang bisa memicu terjadinya kejang pada pengidap epilepsi? Yuk, ketahui selengkapnya di sini: Ketahui 6 Pemicu Kejang pada Pengidap Epilepsi.
Kapan Harus ke Dokter?
Kamu perlu menghubungi dokter jika mengalami gejala-gejala epilepsi seperti berikut:
- Kejang berlangsung lebih dari 5 menit.
- Pernapasan atau kesadaran tidak kembali setelah kejang berhenti.
- Kejang kedua berlangsung segera setelahnya.
- Demam tinggi.
- Kelelahan akibat panas.
- Sedang hamil.
- Memiliki diabetes.
- Melukai diri sendiri selama kejang.
- Tetap mengalami kejang meski sudah mengonsumsi obat kejang.
- Mengalami kejang untuk pertama kalinya.
Meskipun mungkin tidak pasti apakah kamu pernah mengalami kejang atau tidak, namun akan lebih baik apabila kamu langsung mengunjungi dokter apabila ada hal yang kamu curigai, atau ada orang yang memberitahu kamu perilaku yang tidak kamu sadari.
Pilihlah dokter di rumah sakit yang sesuai dengan kebutuhan.
Kamu juga bisa segera konsultasikan kondisi kamu apabila kamu merasa merasakan gejala epilepsi dengan menghubungi dokter melalui Halodoc.
Yuk, download aplikasi Halodoc sekarang juga!
Diperbarui pada 17 Januari 2025.
Referensi
Cleveland Clinic. Diakses Pada 2025 Epilepsy.
Current Opinion in Neurology. Diakses pada 2025. The Pharmacological Management of Epilepsy.
CDC. Diakses Pada 2025. Preventing Epilepsy.
Epilepsy Foundation. Diakses Pada 2025. Diagnosis.
International League Against Epilepsy. Epidemiology of Epilepsy.
Health Journal Science. Diakses Pada 2025. Risk factors associated with Epilepsy: A case-control study.
National Institutes for Health and Care Excellence (NICE). Diakses pada 2025. Epilepsies: Diagnosis and Management.
WebMD. Diakses pada 2025. What is Epilepsy?
WHO. Diakses Pada 2025. Epilepsy.
WHO. Diakses Pada 2025. Epilepsy Fact Sheets
Frequently Asked Questions
1. Apa penyebab penyakit epilepsi?
Penyebab epilepsi bisa bervariasi dan sering kali tergantung pada jenis epilepsi yang dialami. Umumnya, epilepsi disebabkan oleh faktor genetik, cedera otak, infeksi, kelainan struktur otak, dan faktor lingkungan.
2. Apa ciri khas ketika pasien terkena epilepsi?
Ciri khas yang muncul ketika pasien terkena epilepsi adalah kejang. Namun, tidak semua kejang menunjukkan gejala yang sama.
3. Epilepsi apakah berbahaya?
Epilepsi dapat berbahaya jika tidak ditangani dengan baik. Terdapat beberapa situasi berisiko yang dapat terjadi pada penderita epilepsi seperti risiko cedera fisik, status epileptikus, gangguan fungsi otak, hingga risiko kematian mendadak atau sudden unexpected death in epilepsy.