Anemia Defisiensi Besi
DAFTAR ISI
- Pengertian Anemia Defisiensi Besi
- Penyebab Anemia Defisiensi Besi
- Faktor Risiko Anemia Defisiensi Besi
- Gejala Anemia Defisiensi Besi
- Diagnosis Anemia Defisiensi Besi
- Pengobatan Anemia Defisiensi Besi
- Pencegahan Anemia Defisiensi Besi
- Komplikasi Anemia Defisiensi Besi
- Kapan Harus ke Dokter?
Pengertian Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah masalah kesehatan medis yang terjadi ketika tubuh kekurangan zat besi.
Kurangnya zat besi dalam tubuh membuat jumlah sel darah merah atau hemoglobin yang sehat berkurang dan tidak dapat berfungsi dengan baik.
Sebab, sel darah merah pada tubuh dibentuk oleh zat besi. Tubuh membutuhkan hemoglobin dalam sel darah merah untuk mengikat dan membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh organ tubuh.
Sel darah merah yang satu ini juga berperan dalam pembuangan karbondioksida dari sel-sel tubuh ke paru-paru.
Tanpa zat besi yang cukup, tubuh tidak dapat memproduksi cukup hemoglobin untuk membawa oksigen.
Akibatnya, kondisi ini dapat membuat pengidapnya mudah lelah dan sesak napas.
Selain itu, jika kekurangan zat besi pada anemia berlanjut, maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali.
Kondisi ini pada akhirnya menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit.
Penyebab Anemia Defisiensi Besi
Menurut World Health Organization (WHO) kekurangan zat besi menjadi salah satu penyebab anemia yang paling umum.
Jika seseorang tidak memiliki kadar zat besi yang cukup, tubuh tidak dapat memproduksi hemoglobin secara optimal.
Padahal, hemoglobin merupakan bagian dari sel darah merah yang memberi warna merah pada darah, dan memungkinkan sel darah merah membawa darah beroksigen ke seluruh tubuh.
Ketika tubuh tidak memiliki cukup zat besi untuk memproduksi hemoglobin, anemia jenis ini akan berkembang.
Adapun penyebab dari kondisi ini meliputi:
1. Kehilangan darah secara signifikan
Darah mengandung zat besi di dalam sel darah merah. Jadi jika kamu kehilangan darah, kamu akan kehilangan sejumlah zat besi.
Ada sejumlah kondisi yang dapat memicu hilangnya darah secara signifikan, yaitu:
- Menstruasi berat.
- Tukak lambung.
- Hernia hiatal
- Memiliki polip usus besar atau kanker kolorektal.
Cedera atau kondisi lain yang menyebabkan seseorang kehilangan banyak darah juga dapat menyebabkan kondisi ini.
2. Kekurangan asupan zat besi dalam diet
Jika kamu mengonsumsi terlalu sedikit zat besi, lama kelamaan tubuh bisa kekurangan zat besi.
Kondisi ini pada akhirnya akan memicu terjadinya kondisi ini.
Karena itu, penting untuk konsumsi makanan kaya zat besi, seperti hati, bayam, ikan, dan daging merah.
Jika kamu ingin mengetahui makanan lain yang mengandung zat besi, baca lebih lanjut artikel ini: 9 Makanan Mengandung Zat Besi untuk Kesehatan Tubuh.
3. Ketidakmampuan tubuh menyerap zat besi
Zat besi dari makanan terserap ke dalam aliran darah pada usus kecil.
Adanya gangguan usus, seperti penyakit celiac, yang memengaruhi kemampuan usus untuk menyerap nutrisi dari makanan yang tubuh cerna, dapat menyebabkan kondisi ini.
4. Kehamilan
Tanpa suplementasi zat besi yang memadai, anemia defisiensi besi bisa terjadi pada banyak wanita hamil.
Sebab, persediaan zat besi pada tubuh wanita hamil berperan penting dalam meningkatkan volume darah serta menjadi sumber hemoglobin untuk janin yang sedang tumbuh.
5. Mengidap anemia sel sabit
Anemia sel sabit terjadi akibat faktor genetik, yang penyebabnya adalah sel darah merah yang tidak sempurna.
Alhasil tidak dapat berfungsi dengan baik untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh.
6. Penggunaan obat-obatan tertentu
Sejumlah obat dapat menghambat penyerapan zat besi. Salah satunya adalah obat sakit maag seperti antasida dan proton pump inhibitor.
Selain itu, pemakaian jangka panjang anti-inflamasi non-steroid (OAINS) juga dapat menyebabkan perdarahan saluran cerna yang berakibat anemia.
7. Infeksi cacing tambang
Cacing ini termasuk parasit yang hidup dalam usus halus manusia. Cacing tambang mencerna dan menyerap sel darah merah dari dinding usus halus pengidapnya.
Faktor Risiko Anemia Defisiensi Besi
Ada sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko anemia, antara lain:
- Kurangnya asupan nutrisi tertentu. Rendahnya asupan zat besi, vitamin B-12, folat, dan tembaga secara konsisten dapat meningkatkan risiko anemia.
- Mengidap gangguan usus. Memiliki gangguan usus yang memengaruhi penyerapan nutrisi di usus kecil seperti penyakit Crohn berisiko menyebabkan anemia.
- Haid. Secara umum, wanita yang belum menopause memiliki risiko anemia defisiensi besi saat menstruasi. Sebab, menstruasi dapat menyebabkan hilangnya sel darah merah.
- Kehamilan. Tidak memenuhi asupan asam folat dan zat besi dengan baik selama kehamilan dapat meningkatkan risiko anemia.
- Kondisi kronis. Jika kamu mengidap kanker, gagal ginjal, atau kondisi kronis lainnya, kamu bisa berisiko terkena anemia penyakit kronis. Kondisi ini dapat menyebabkan kekurangan sel darah merah.
- Riwayat keluarga. Jika keluarga memiliki riwayat anemia bawaan, seperti anemia sel sabit, kamu juga mungkin berisiko lebih tinggi terhadap kondisi tersebut.
- Usia. Orang yang berusia di atas 65 tahun berisiko lebih tinggi mengalami anemia.
- Faktor lain. Riwayat infeksi tertentu, penyakit darah, dan gangguan autoimun meningkatkan risiko anemia. Selain itu, konsumsi alkohol berlebih, paparan bahan kimia beracun dan penggunaan obat tertentu dapat memengaruhi produksi sel darah merah dan menyebabkan anemia.
Gejala Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi sering kali tidak kamu sadari, apalagi jika kondisinya tergolong ringan.
Meski begitu, masalah ini tidak boleh berlarut-larut karena dapat menimbulkan sejumlah gejala berikut:
- Mudah lelah.
- Emosi kurang stabil.
- Kurang berenergi saat beraktivitas.
- Pucat.
- Sesak napas.
- Sulit memusatkan pikiran dan berkonsentrasi.
- Pusing dan sakit kepala.
- Kaki dan tangan terasa dingin
- Sensasi kesemutan pada kaki.
- Lidah membengkak atau terasa sakit.
- Mudah terserang infeksi karena menurunnya sistem kekebalan tubuh.
- Sakit dada.
- Jantung berdebar cepat.
- Kuku mudah patah.
- Rambut mudah rontok.
- Nafsu makan menurun.
Agar lebih berwaspada, baca lebih lanjut artikel ini: Ibu Perlu Tahu, Dampak Jika Anak Mengalami Anemia Defisiensi Zat Besi
Diagnosis Anemia Defisiensi Besi
Untuk mendiagnosis anemia defisiensi besi, dokter akan melakukan wawancara medis terkait gejala yang pengidapnya alami, riwayat kesehatan, dan obat-obatan yang pengidapnya konsumsi.
Setelahnya, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik. Anemia biasanya dapat terlihat dari warna kuku, bibir, gusi, dan bagian dalam kelopak mata bawah yang lebih pucat.
Untuk mendukung diagnosis, dokter dapat melakukan pemeriksaan darah untuk mendeteksi anemia melalui:
1. Tes total kapasitas pengikat besi (TIBC)
TIBC adalah tes darah untuk melihat apakah darah dalam tubuh seseorang memiliki kelebihan atau kekurangan zat besi.
Zat besi mengalir melalui darah yang melekat pada protein yang disebut transferin.
Jika seseorang mengidap anemia defisiensi besi kadar zat besi dalam tubuhnya akan rendah tetapi TIBC akan tinggi.
2. Tes ukuran dan warna sel darah merah
Dengan anemia defisiensi besi, sel darah merah lebih kecil dan warnanya lebih pucat dari biasanya.
3. Pemeriksaan Hematokrit
Hematokrit adalah persentase volume darah sel darah merah produksi.
Kadar normal umumnya antara 35,5-44,9 persen untuk wanita dewasa dan 38,3-48,6 persen untuk pria dewasa. Nilai-nilai ini dapat berubah tergantung pada usia.
4. Pemeriksaan Hemoglobin
Kadar hemoglobin yang lebih rendah dari normal mengindikasikan anemia.
Kisaran hemoglobin normal umumnya 13,2-16,6 gram (g) hemoglobin per desiliter (dL) darah untuk pria dan 11,6-15 g/dL untuk wanita.
Pengobatan Anemia Defisiensi Besi
Cara mengobati anemia defisiensi besi akan bergantung pada seberapa parah kondisinya dan apa penyebabnya.
Umumnya, dokter akan merekomendasikan perawatan berikut untuk mengobati anemia defisiensi besi:
- Meningkatkan asupan makanan yang kaya zat besi seperti hati ayam, daging merah, dan bayam.
- Mengonsumsi makanan yang banyak mengandung vitamin C untuk membantu penyerapan zat besi.
- Mengonsumsi suplemen zat besi atau obat kekurangan zat besi dalam bentuk tablet secara rutin dua sampai tiga kali dalam sehari.
- Transfusi sel darah merah (RBC) pada anemia defisiensi besi berat.
- Hindari makanan, minuman, dan obat-obatan yang berpotensi menghambat penyerapan zat besi.
- Menghindari makanan tinggi kalsium secara berlebih seperti susu dan yoghurt, karena dapat menghambat penyerapan zat besi.
- Mencegah tukak lambung akibat penggunaan obat anti-inflamasi non-steroid dalam jangka waktu yang panjang.
- Menghilangkan infeksi parasit dengan mengobati infeksi cacing tambang agar dapat meningkatkan nutrisi dan mengobati anemia.
- Mengobati thalasemia dengan mengontrol tingkat hemoglobin dalam darah untuk menjaga anemia tidak bertambah berat.
Pencegahan Anemia Defisiensi Besi
Cara yang paling efektif untuk mencegah anemia defisiensi besi adalah mengonsumsi makanan kaya zat besi.
Adapun langkah pencegahan lain yang perlu kamu lakukan:
- Pada bayi dan anak, pencegahan dapat melibatkan pemberian ASI atau susu formula yang sudah terfortifikasi zat besi selama satu tahun pertama. Setelah satu tahun pertama, hindari memberikan susu lebih dari 700 mililiter per hari.
- Konsumsi suplemen penambah zat besi secara rutin (terutama selama kehamilan bagi wanita).
- Pada orang dewasa, lakukan pencegahan dengan menghindari makanan dan minuman yang dapat menghambat penyerapan zat besi. Pastikan juga untuk mengonsumsi makanan dan minuman kaya vitamin C untuk mengoptimalkan penyerapan zat besi.
Komplikasi Anemia Defisiensi Besi
Dalam kondisi ringan, anemia defisiensi besi jarang menyebabkan komplikasi.
Namun, jika tidak diobati, anemia defisiensi besi dapat menjadi parah dan menyebabkan masalah kesehatan, seperti:
1. Kelelahan
Seperti namanya anemia defisiensi besi terjadi ketika zat besi terlalu rendah.
Zat besi membantu memproduksi hemoglobin yaitu zat dalam sel darah merah yang membawa oksigen ke seluruh tubuh.
Ketika tidak memiliki cukup zat besi, sel darah akan kekurangan hemoglobin.
Akibatnya, oksigen tidak bisa menyebar ke seluruh tubuh secara maksimal. Hal ini yang menyebabkan kelelahan dan sesak napas.
2. Sakit kepala
Anemia menyebabkan menurunnya jumlah oksigen yang sampai ke otak.
Jika ini terjadi arteri di area tersebut bisa membengkak sehingga menimbulkan sakit kepala.
Pada wanita, anemia defisiensi besi juga dapat memicu migrain, yang terjadi akibat rendahnya zat besi.
3. Penyakit jantung
Kurangnya zat besi dapat menyebabkan detak jantung cepat atau tidak teratur.
Kondisi ini pada akhirnya menyebabkan penyakit jantung seperti pembesaran jantung atau gagal jantung.
4. Masalah selama kehamilan
Ibu hamil yang mengalami anemia defisiensi besi parah akan merasakan pusing, kelelahan, sesak bernapas, palpitasi jantung, dan sulit berkonsentrasi saat masa kehamilan.
Selain berdampak pada ibu, anemia defisiensi besi juga bisa berbahaya bagi bayi.
Kondisi ini dapat menyebabkan kelahiran bayi prematur, bayi dengan berat badan lahir rendah, dan peningkatan risiko kematian bayi sebelum atau setelah lahir.
5. Masalah pertumbuhan
Pada bayi dan anak-anak, kekurangan zat besi yang parah dapat menyebabkan anemia serta keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan.
Selain itu, anemia defisiensi besi juga bisa membuat anak rentan terkena infeksi.
6. Gangguan sistem kekebalan tubuh
Zat besi membantu menjaga sistem kekebalan tubuh tetap kuat sehingga dapat melawan penyakit seperti pilek dan flu.
Jika kekurangan zat besi maka sistem kekebalan tidak bisa bekerja maksimal dalam menjaga tubuh dari penyakit.
Kapan Harus ke Dokter?
Jika kamu mengalami tanda dan gejala anemia defisiensi besi, jangan tunda untuk segera memeriksakan kondisi ke dokter.
Kamu juga bisa bertanya langsung dan berkonsultasi dengan dokter melalui aplikasi Halodoc supaya lebih mudah dan praktis.
Dengan penanganan yang tepat sedari awal, tentunya dapat meminimalkan risiko komplikasi akibat anemia defisiensi besi.
Yuk download Halodoc sekarang, untuk mempermudah deteksi penyakit lainnya.