Harus Tahu, 13 Mitos Imunisasi Ini Resmi dari WHO

Ditinjau oleh  dr. Verury Verona Handayani   05 November 2019
Harus Tahu, 13 Mitos Imunisasi Ini Resmi dari WHOHarus Tahu, 13 Mitos Imunisasi Ini Resmi dari WHO

Halodoc, Jakarta – Untuk mencegah penyakit yang dapat menyerang anak di kemudian hari, imunisasi perlu dilakukan. Sayangnya, hingga kini banyak sekali isu dan mitos tentang imunisasi, yang membuat orangtua ragu memberikan anaknya imunisasi. Padahal, imunisasi penting untuk diberikan pada Si Kecil agar daya tahan tubuhnya terbentuk, sehingga terhindar dari berbagai penyakit.

Nah, jika kamu termasuk orangtua yang masih sering termakan isu-isu tentang imunisasi, ada 2 cara yang dapat kamu lakukan. Pertama, jadilah orangtua yang cerdas dengan download dan manfaatkan aplikasi Halodoc untuk bertanya langsung pada dokter lewat chat, tentang imunisasi dan isu-isu tentangnya. Bertanya pada ahlinya merupakan hal terbaik yang bisa dilakukan, ketimbang hanya menelan mentah-mentah isu tentang imunisasi yang belum tentu benar, bukan?

Baca juga: Ketahui Manfaat, Efek Samping & Jenis Imunisasi Bagi Bayi

Cara kedua, lakukanlah riset secara daring. Dengan menggunakan mesin pencari, cari tahulah kebenaran mitos tentang imunisasi yang kamu dengar, pada situs-situs terpercaya seperti WHO (World Health Organization). Nah, daripada repot, berikut Halodoc sajikan 13 mitos imunisasi resmi yang dilansir dari WHO: 

Mitos 1

“Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi telah diberantas di negara saya, jadi tidak ada alasan untuk menegakkan dan meningkatkan investasi dalam imunisasi.”

Faktanya: 

Penyakit yang dimaksud mungkin saja sudah tidak umum di negara tempat tinggalmu, tetapi kemungkinan besar masih ada di berbagai penjuru dunia. Selain itu, cakupan imunisasi tidak mencapai 100 persen, sehingga masih banyak kelompok orang yang belum diimunisasi. 

Jadi, kemungkinan suatu penyakit untuk mulai atau kembali mewabah di suatu negara masih memungkinkan. Salah satunya adalah wabah campak di berbagai negara di wilayah Eropa yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir.

Mitos 2:

“Imunisasi itu tidak aman!”

Faktanya:

Sebelum disosialisasikan untuk diberikan pada masyarakat, vaksin atau imunisasi telah melewati proses evaluasi dan pengujian yang panjang dan lengkap, hingga mendapat izin dan dipastikan aman serta efektif. 

Mitos 3:

“Imunisasi menyebabkan autisme.”

Faktanya:

Vaksin MMR sempat diterpa isu buruk, yaitu menyebabkan autisme. Padahal, baik vaksin MMR atau vaksin dan imunisasi lainnya tidak terbukti memiliki kaitan dengan peningkatan risiko autisme atau gangguan autistik. Hal ini dibuktikan oleh sekelompok peneliti dari Denmark pada 2002, yang memberi bukti kuat bahwa tidak ada hubungan antara vaksin MMR dengan autisme.

Peneliti yang mengangkat isu ini lewat penelitiannya pada 1998, Andrew Wakefield, telah dinyatakan bersalah atas pelanggaran profesional serius oleh General Medical Council pada 2010 dan tidak dapat lagi mempraktikkan kedokteran di Inggris. Hasil penelitiannya yang diterbitkan dalam sebuah jurnal pun ditarik kembali.

Mitos 4:

“Memberikan lebih dari satu vaksin secara bersamaan dapat meningkatkan risiko efek samping berbahaya dan dapat membebani sistem kekebalan tubuh anak.”

Faktanya:

Bukti ilmiah menunjukkan bahwa pemberian beberapa vaksin secara bersamaan tidaklah memiliki efek negatif pada kekebalan tubuh ataupun kesehatan tubuh anak secara keseluruhan. Memberikan beberapa vaksin secara bersamaan justru memiliki keuntungan, yaitu:

  • Menghemat waktu karena tidak perlu bolak-balik mengunjungi fasilitas kesehatan untuk imunisasi.
  • Mengurangi rasa tidak nyaman bagi anak, karena dalam satu suntikan sudah mendapatkan beberapa vaksin.

Baca juga: 5 Dampak Negatif Jika Bayi Tidak Imunisasi

Mitos 5:

“Vaksin memiliki kandungan merkuri yang berbahaya.”

Faktanya:

Beberapa jenis vaksin memang mengandung thimerosal, yaitu senyawa organik yang memiliki kandungan etil merkuri, sebagai pengawet. Namun, jumlah vaksin yang mengandung senyawa ini terbilang sangat sedikit, dan jika memang terkandung senyawa ini sangatlah kecil. Saking kecilnya, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa kandungan thimerosal dalam vaksin dapat berisiko buruk bagi kesehatan.

Mitos 6:
”Penyakit tidak akan menyebar asal menjaga kebersihan dan sanitasi yang baik”

Faktanya:

Ada banyak sekali jenis infeksi dan penyakit yang dapat menyebar, meski telah menjaga kebersihan semaksimal mungkin. 

Mitos 7:

“Vaksin kombinasi untuk difteri, tetanus dan pertusis (DTP) dan vaksin melawan poliomyelitis menyebabkan sindrom kematian bayi mendadak (SIDS).”

Faktanya:

Tidak ada hubungan antara pemberian vaksin apapun dengan sindrom kematian bayi mendadak (SIDS).

Mitos 8:

“Penyakit pada masa kanak-kanak yang dapat dicegah dengan vaksin hanyalah fakta kehidupan yang tidak menguntungkan.”

Faktanya:

Jika ada upaya yang bisa dilakukan sebagai pencegahan, mengapa tidak dilakukan? Imunisasi penting untuk diberikan pada Si Kecil agar ia terhindar dari berbagai penyakit serius, yang dapat menyebabkan komplikasi berbahaya bagi kesehatannya di kemudian hari.

Mitos 9:

“Lebih baik diimunisasi melalui penyakit daripada melalui vaksin.”

Faktanya:

Respons imun terhadap vaksin mirip dengan respon yang dihasilkan oleh infeksi alami. Harga yang dibayar untuk kekebalan melalui infeksi alami dapat setinggi keterbelakangan mental.

Baca juga: Jenis Imunisasi yang Harus Didapatkan Anak Sejak Lahir

Mitos 10:

“Banyak orang yang tidak diimunisasi di masa lalu menjalani hidup yang panjang dan sehat. Jadi, sebenarnya imunisasi itu tidak perlu.” 

Faktanya:

Sebelum imunisasi campak diperkenalkan, ada lebih dari 90 persen orang terinfeksi ketika berusia 10 tahun. Banyak dari mereka yang berhasil selamat dari penyakit tersebut harus mengidap kondisi serius seumur hidupnya. Meski pada beberapa kasus penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi bersifat ringan, upaya pencegahan tetap pilihan terbaik. Sebab, kamu tidak akan pernah tahu seberapa serius suatu penyakit yang akan menyerangmu nanti.

Mitos 11:

“Anak-anak yang diimunisasi mengalami lebih banyak penyakit alergi, autoimun dan pernapasan dibandingkan dengan anak-anak yang tidak divaksinasi.”

Faktanya:

Vaksin yang diberikan dapat melatih sistem kekebalan tubuh untuk bereaksi terhadap antigen tertentu. Selain itu, tidak ada bukti kaitan antara imunisasi dengan pengembangan penyakit alergi, autoimun, dan pernapasan di kemudian hari.

Mitos 12:

“Vaksinasi bertanggungjawab atas peningkatan global dalam kasus kanker.”

Faktanya:

Vaksin tidaklah menyebabkan kanker. Malah jenis vaksin tertentu, seperti vaksin HPV, dapat digunakan untuk mencegah beberapa jenis kanker, seperti kanker serviks, anal, penis, dan orofaringeal. Peningkatan global dalam kasus kanker selama 50 tahun terakhir telah disebabkan oleh banyak faktor, termasuk gaya hidup, harapan hidup lebih lama, dan teknik diagnostik yang lebih baik.

Mitos 13:

“Vaksin dapat berisi microchip yang memungkinkan pemerintah atau orang lain untuk melacak keberadaan orang yang diimunisasi.”

Faktanya:

Secara teknis, mitos ini sangatlah tidak mungkin terjadi. Sebab, vaksin diproduksi dalam area yang sangat terbatas. Selain itu, dalam satu botol vaksin bisa terdapat lebih dari 10 dosis, sehingga sangat tidak mungkin bisa digunakan untuk melacak setiap orang.

Referensi:
World Health Organization vaccine safety supporting document. Diakses pada 2019. Myths and facts about Immunization.