Hari Rabies Sedunia, Ini 2 Vaksin Rabies yang Perlu Dikenali
Halodoc, Jakarta – Rabies adalah penyakit virus menular yang hampir selalu berakibat fatal setelah timbulnya gejala klinis. Rabies ini bisa menyebar ke orang-orang melalui gigitan atau goresan, biasanya melalui air liur.
Rabies adalah penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin. Anjing yang divaksinasi adalah upaya paling efisien untuk mencegah penyebaran rabies pada manusia. Ingin tahu lebih lanjut mengenai vaksin rabies, baca selanjutnya di sini!
Mengenal Vaksin Rabies
Di Amerika, ada dua vaksin rabies yang familiar digunakan, yaitu Vaksin HDCV (Imovax) diproduksi dalam kultur sel diploid manusia dan Vaksin PCECV (RabAvert) diproduksi dalam kultur sel embrio ayam. Kedua jenis ini dinilai aman dan efektif.
Sedangkan di Indonesia sendiri, lebih sering menggunakan Profilaksis Pra-Pajanan (PrPP), yaitu vaksinasi pencegahan sebelum paparan virus rabies, dan Profilaksis Pasca Pajanan (PEP), yaitu vaksinasi untuk menghentikan timbulnya rabies setelah terpapar virus.
PrPP biasanya diberikan kepada orang yang dianggap berisiko tinggi terpapar, misalnya petugas pengawas hewan, dokter hewan, atau orang yang tinggal di atau bepergian ke daerah endemis rabies.
Baca juga: Bagaimana Cara Rabies Menyerang Manusia?
Sementara itu, PEP adalah vaksinasi untuk melindungi diri setelah terkena gigitan binatang. PEP terdiri dari suntikan antibodi terhadap virus rabies ke dalam luka. Pemberian vaksinasi ini dilakukan secara per kala sesuai dengan aturan supaya hasilnya efektif.
Ingin mengetahui lebih lanjut mengenai vaksinasi rabies ini, bisa tanyakan langsung ke Halodoc. Dokter yang ahli di bidangnya akan berusaha memberikan solusi terbaik untuk kamu. Caranya, cukup download aplikasi Halodoc lewat Google Play atau App Store. Melalui fitur Contact Doctor kamu bisa memilih mengobrol lewat Video/Voice Call atau Chat kapan dan di mana saja.
Ada beberapa tingkat kategori risiko kontak dengan hewan rabies yang perlu diketahui, yaitu:
Kategori I : menyentuh atau memberi makan hewan.
Kategori II: kulit yang tergigit mengakibatkan goresan kecil atau lecet tanpa perdarahan. Ketika inti terjadi vaksinasi segera serta perawatan luka lokal.
Kategori III: gigitan yang disertai dengan jilatan pada kulit yang terluka. Besar kemungkinan ketika ini terjadi adanya kontaminasi selaput lendir dengan air liur dari jilatan. Untuk itu vaksinasi, pemberian imunoglobulin rabies dan perawatan luka lokal perlu dilakukan.
Masyarakat terutama keluarga dengan hewan peliharaan perlu mendapatkan edukasi mengenai perilaku anjing dan pencegahan gigitan untuk anak-anak dan orang dewasa. Ini dilakukan untuk mengurangi insiden rabies pada manusia dan biaya perawatan yang lebih membebani ke depannya.
Gejala Rabies
Masa inkubasi untuk rabies biasanya 2–3 bulan tetapi dapat bervariasi dari 1 minggu hingga 1 tahun, tergantung pada faktor-faktor seperti lokasi masuknya virus. Adapun gejala awal rabies adalah demam dengan rasa sakit dan kesemutan yang tidak biasa atau tidak jelas, menusuk, atau sensasi terbakar (paraesthesia) di lokasi luka. Ketika virus menyebar ke sistem saraf pusat, peradangan progresif dan fatal otak dan sumsum tulang belakang berkembang.
Baca juga: Ternyata Rabies Sulit Dideteksi Melalui Pemeriksaan Darah
Orang-orang dengan rabies bisa menunjukkan tanda-tanda hiperaktif, perilaku yang hidrofobia (takut air) dan kadang-kadang aerofobia (takut angin atau udara segar). Kematian terjadi setelah beberapa hari karena pernapasan berhenti bekerja.
Rabies paralitik terjadi sekitar 20 persen dari jumlah total rabies yang terjadi pada manusia. Bentuk rabies ini berjalan kurang dramatis dan biasanya lebih lama dari bentuk agresif. Tanda-tandanya adalah otot berangsur-angsur menjadi lumpuh, mulai dari tempat gigitan atau goresan. Koma perlahan berkembang, dan akhirnya kematian terjadi.