Ini Efek Puasa 24 Jam pada Tubuh
Halodoc, Jakarta - Coba tebak, kira-kira apa yang terjadi pada tubuh jika kita tidak makan seharian atau selama 24 jam? Jawabannya mungkin relatif mudah ditebak, sebut saja lapar, mengantuk, hingga kurang bertenanga. Akan tetapi, puasa selama 24 jam memiliki efek riak yang kompleks dalam tubuh.
Puasa sendiri merupakan suatu bentuk ibadah dalam beberapa agama, contohnya, Islam dan Yahudi. Namun, puasa sebenarnya tak cuma menyoal hubungan spiritual antara manusia dan Tuhan saja. Kegiatan ini juga bersinggungan erat dengan kondisi dan kesehatan tubuh seseorang.
Misalnya, dalam beberapa kasus intermittent fasting digunakan seseorang atau dianjurkan oleh para pakar sebagai cara menurunkan berat badan. Intermittent fasting ini merupakan puasa atau pola makan yang mengharuskan seseorang untuk makan di waktu-waktu tertentu saja.
Nah, kembali ke pertanyaan di awal, kira-kira apa efek puasa 24 jam bagi tubuh?
Baca juga: Tetap Fit di Bulan Puasa, Lakukan Gaya Hidup Sehat Ini
Setelah 8 Jam, Tubuh Kehabisan Energi
Entah berpuasa atau tidak, yang pasti tubuh tetap membutuhkan energi. Sumber energi utama tubuh berasal dari gula yang disebut glukosa. Kita bisa mendapatkannya dari karbohidrat, termasuk biji-bijian, produk susu, buah-buahan, sayuran tertentu, kacang-kacangan, bahkan permen.
Di dalam tubuh, glukosa disimpan di dalam hati dan otot. Kedua organ ini kemudian akan melepaskan glukosa ke dalam aliran darah kapanpun tubuh membutuhkannya. Akan tetapi, selama puasa proses ini akan berubah. Setelah sekitar 8 jam berpuasa, hati akan menggunakan cadangan glukosa terakhirnya. Pada titik ini, tubuh memasuki keadaan yang disebut glukoneogenesis, menandai transisi tubuh ke mode puasa.
Lalu, apa yang terjadi pada tubuh dalam kondisi glukoneogenesis? Menurut studi dalam Oxford University Press, “Gluconeogenesis and energy expenditure after a high-protein, carbohydrate-free diet”, ternyata glukoneogenesis meningkatkan jumlah kalori yang dibakar tubuh. Tanpa karbohidrat yang masuk, tubuh menciptakan glukosa sendiri atau sumber energi menggunakan bahan lain, terutama lemak.
Meski begitu, pada akhirnya tubuh akan kehabisan sumber energi ini juga. Mode puasa kemudian menjadi mode kelaparan yang lebih serius. Pada titik ini metabolisme seseorang melambat dan tubuh mereka mulai membakar jaringan otot untuk menghasilkan energi.
Meskipun ini adalah istilah yang terkenal dalam budaya diet, tetapi mode kelaparan sejati hanya terjadi setelah beberapa hari berturut-turut, atau bahkan berminggu-minggu tanpa makanan.
Jadi, umumnya tidak mengonsumsi makanan atau puasa selama 24 jam, umumnya aman bagi seseorang, asalkan tubuh berada dalam kondisi sehat. Lain ceritanya bagi mereka yang memiliki kondisi kesehatan tertentu. Metode ini mungkin sangat tidak dianjurkan.
Baca juga: Lagi Diet, Coba 3 Makanan Rendah Kalori Ini saat Berbuka
Efektif Menurunkan Berat Badan, Yakin?
Puasa mungkin terlihat sebagai metode yang cukup efektif untuk menurunkan berat badan. Ada berbagai rencana diet populer yang ditawarkan, mulai dari puasa 12 jam, 16 jam, hingga puasa 24 jam. Beberapa jenis diet mengharuskan seseorang untuk tetap mengonsumsi air putih selama berpuasa. Namun, ada juga yang memperbolehkan mengonsumsi minuman lain, asalkan dengan kalori rendah, atau bahkan nol kalori.
Akan tetapi, sayangnya tak semua orang beruntung memperoleh hasil yang diinginkan. Puasa tidak selalu lebih baik daripada metode penurunan berat badan lainnya, termasuk mengurangi asupan kalori harian dengan jumlah sedikit. Enggak percaya?
Ada studi menarik yang bisa kita simak. Studinya berjudul “Effect of Alternate-Day Fasting on Weight Loss, Weight Maintenance, and Cardioprotection Among Metabolically Healthy Obese Adults”, dimuat dalam Journal of the American Medical Association. Apa hasilnya?
Menurut riset tersebut, orang-orang dengan obesitas yang berpuasa sebentar atau dalam waktu tertentu (intermittent fasting) selama 12 bulan, kehilangan sedikit lebih banyak berat badan daripada mereka yang berdiet dengan cara yang lebih tradisional.
Masih mengutip riset di atas, orang yang memilih metode puasa untuk menurunkan berat badan, cenderung lebih mudah menyerah ketimbang mereka yang memilih cara lebih tradisional, seperti diet kalori.
Para peneliti menyimpulkan, puasa mungkin lebih sulit untuk dipertahankan seiring waktu. Kenapa begitu? Sayangnya, riset di atas tak menemukan jawabannya. Satu hal yang pasti, dalam hal ibadah, puasa tak cuma menahan lapar dan haus saja, tetapi juga mengendalikan hawa nafsu. Bisa jadi hal inilah yang sulit untuk dihadapi.
Kesimpulannya, puasa memang bisa membantu seseorang untuk menurunkan berat badan. Akan tetapi, metode ini tak manjur bagi setiap individu.
Baca juga: Benarkah Buka Puasa dengan yang Manis Timbulkan Kantuk?
Jantung Sehat, Ingatan Lebih Baik
Selain membantu menurunkan berat badan, tidak mengonsumsi makanan atau puasa selama 24 jam dengan tetap memperbolehkan asupan air putih, juga memiliki manfaat kesehatan lainnya. Contohnya, meningkatkan kesehatan jantung dan mengurangi risiko penyakit arteri koroner.
Menurut studi dalam Journal of the American Heart Association, puasa selama 24 jam bisa menurunkan kadar Trimethylamine N-oxide (TMAO) dalam tubuh. TMAO ini diproduksi oleh bakteri di usus dan bisa meningkatkan risiko penyakit arteri koroner. Namun, puasa selama 24 jam terbukti dapat menurunkan kadar TMAO. Akan tetapi, masih membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk menguaknya lebih dalam.
Beberapa bukti dari penelitian pada hewan menunjukkan bahwa puasa dapat membantu melawan jenis kanker tertentu atau bahkan membantu menjaga ingatan dan fungsi belajar. Menarik, bukan?
Tak Semua Diperbolehkan
Saat berpuasa selama 24 jam, beberapa orang mengonsumsi minuman lain, seperti teh, kopi hitam, atau minuman manis tanpa kalori. Meski tidak makan atau puasa selama 24 jam umumnya aman, tetapi ada beberapa kelompok yang tak dianjurkan melakukan hal ini. Contohnya:
-
Pengidap diabetes.
-
Orang dengan riwayat gangguan makan.
-
Orang yang menggunakan obat yang harus mereka konsumsi.
-
Anak-anak dan remaja.
-
Orang yang sedang hamil atau menyusui.
Kesimpulannya, puasa selama 24 jam (tetap mengonsumsi air putih) yang dilakukan sesekali, memiliki beragam manfaat bagi tubuh. Namun, ada satu hal yang mesti digarisbawahi. Jika seseorang berpuasa karena alasan kesehatan, penting bahwa mereka melakukannya dengan aman dan tidak lebih dari yang diperlukan.
Alasannya jelas, puasa selama 24 jam dalam jangka panjang bisa membuat tubuh kekurangan nutrisi esensial yang dapat menyebabkan banyak komplikasi.
Oleh karena itu, sebaiknya diskusikan dengan dokter sebelum memutuskan untuk menjalani puasa selama 24 jam. Kamu bisa kok bertanya langsung pada dokter melalui aplikasi Halodoc. Lewat fitur Chat dan Voice/Video Call, kamu bisa mengobrol dengan dokter ahli kapan dan di mana saja tanpa perlu ke luar rumah. Yuk, download Halodoc sekarang juga di App Store dan Google Play!
Referensi:
US National Library of Medicine National Institutes of Health. Diakses pada 2020. Randomized cross-over trial of short-term water-only fasting: metabolic and cardiovascular consequences.
Oxford University Press. Diakses pada 2020. Diakses pada 2020. Gluconeogenesis and energy expenditure after a high-protein, carbohydrate-free diet
Medical News Today. Diakses pada 2020. What happens if you fast for a day?
Journal of the American Medical Association (JAMA). Diakses pada 2020. Effect of Alternate-Day Fasting on Weight Loss, Weight Maintenance, and Cardioprotection Among Metabolically Healthy Obese Adults
Journal of the American Heart Association. Diakses pada 2020. 24-Hour Water-Only Fasting Acutely Reduces Trimethylamine N-Oxide: the FEELGOOD Trial
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan