Beda Dengan Kretek, Ini Bahaya Rokok Elektrik

Ditinjau oleh  dr. Verury Verona Handayani   23 September 2019
Beda Dengan Kretek, Ini Bahaya Rokok ElektrikBeda Dengan Kretek, Ini Bahaya Rokok Elektrik

Halodoc, Jakarta – Karena berbeda dengan kretek, banyak yang menganggap bahwa rokok elektrik lebih aman. Padahal, anggapan itu tidaklah benar. Meski tidak menghasilkan asap berbahaya seperti rokok biasa, rokok elektrik tetap memiliki bahaya dan efek samping bagi kesehatan. Berikut ini bahaya rokok elektrik bagi kesehatan yang perlu kamu ketahui:

1. Meningkatkan Risiko Hipertensi, Diabetes, dan Penyakit Jantung

Meski bentuknya berbeda, cairan yang dipakai dalam rokok elektrik memiliki kandungan nikotin. Penggunaan nikotin dalam jangka panjang dapat menimbulkan beberapa efek bagi tubuh, seperti naiknya tekanan darah dan denyut jantung. Tak hanya itu, zat ini juga dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami hipertensi, diabetes tipe 2, dan penyakit jantung.

Baca juga: Alasan Rokok Bisa Jadi Penyebab Kanker

2. Meningkatkan Risiko Kanker

Bahaya rokok elektrik lainnya yang perlu sangat diwaspadai adalah meningkatkan risiko kanker. Hal ini karena cairan dalam rokok elektrik mengandung formaldehida, yang dapat menyebabkan kanker. Selain itu, beberapa bahan dasar dalam cairan tersebut, seperti propilen glikol dan gliserol juga bisa berubah menjadi zat formaldehida jika dipanaskan. Itulah sebabnya penggunaan risiko elektrik dapat meningkatkan risiko kanker, terutama kanker paru-paru.

3. Memicu Kerusakan Paru-Paru

Umumnya, rokok elektrik memiliki aroma yang sedap, bukan? Nah, aroma ini berasal dari zat berbahaya yang bernama diasetil. Jika terhirup, zat ini dapat memicu peradangan serta kerusakan pada paru-paru. Tak hanya itu, zat ini juga dapat meningkatkan risiko penyakit bronchiolitis obliterans (paru-paru popcorn). Penyakit tersebut tergolong langka yang menyebabkan bronkiolus atau saluran napas terkecil dalam paru-paru mengalami kerusakan permanen. 

4. Menyebabkan Kecanduan

Sama seperti rokok biasa, rokok elektrik dapat membuat pemakainya kecanduan. Efek yang ditimbulkan ketika pemakai rokok elektrik berhenti menggunakan pun cukup mirip dengan perokok, yaitu stres, mudah marah, gelisah, dan sulit tidur. 

Oleh karena itu, jika kamu termasuk pengguna rokok elektrik, sebaiknya pertimbangkanlah untuk berhenti. Jika dirasa sulit, atau membutuhkan tips dan konsultasi dari dokter, kamu bisa manfaatkan aplikasi Halodoc. Diskusi dengan dokter juga bisa dilakukan di aplikasi Halodoc, lho. Lewat fitur Chat atau Voice/Video Call. Jadi, pastikan kamu sudah download aplikasinya di ponselmu, ya.

Baca juga: Sering Merokok Perlu Lakukan Rontgen Paru-Paru?

5. Menurunkan Daya Ingat, Jika Digunakan oleh Remaja

Tidak hanya pada orang dewasa, saat ini rokok elektrik juga cukup populer digunakan oleh kalangan remaja dan dewasa muda. Hal ini perlu diwaspadai, karena rokok elektrik dapat menyebabkan pemakainya kecanduan, berarti kemungkinan besar remaja yang mencobanya akan terus menggunakannya hingga usia dewasa.

Padahal, jika digunakan dalam jangka panjang, kandungan nikotin dalam rokok elektrik dapat mengganggu daya ingat dan konsentrasi. Apalagi jika pengguna rokok elektrik juga menggunakan rokok biasa atau mengonsumsi alkohol dan narkoba.

6. Meledak

Bahaya rokok elektrik lainnya yang juga perlu diwaspadai adalah kemungkinannya untuk meledak. Pada kebanyakan kasus, meledaknya rokok elektrik terjadi karena alat di dalam rokok tersebut terbakar, karena baterainya terlalu panas.

Baca juga: 7 Kiat Berhenti Merokok

7. Membahayakan Perokok Pasif

Dibandingkan asap rokok biasa, asap rokok elektrik memang dianggap lebih aman bagi perokok pasif, karena kadar zat beracun dan bahan iritan di dalamnya lebih rendah. Namun, asap rokok elektrik tetap bisa menyebabkan iritasi mata, batuk pilek, sesak napas, dan pusing, bila terhirup oleh perokok pasif atau orang-orang di sekitarnya.

Referensi:

American Lung Association. Diakses pada 2019. What's in an E-Cigarette?

Cancer Research UK. Diakses pada 2019. E-cigarette Safety.

WebMD. Diakses pada 2019. The Vape Debate: What You Need to Know.