Waspadai Komplikasi yang Diakibatkan Anemia Hemolitik
Halodoc, Jakarta - Anemia hemolitik termasuk dalam jenis anemia yang jarang terjadi. Saat mengalami anemia, sumsum tulang tidak dapat menghasilkan cukup sel darah merah atau sel-sel tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Sel darah merah membawa oksigen ke tubuh kamu. Saat kamu memiliki terlalu sedikit sel darah merah, tubuh tidak bisa mendapatkan oksigen yang cukup, membuat tubuh merasa lelah atau kehabisan napas.
Sel-sel darah merah dibuat dengan bahan seperti spons yang disebut sumsum tulang yang letaknya jauh di dalam tulang. Sel-sel darah ini biasanya hidup selama sekitar 120 hari. Jika kamu mengalami anemia hemolitik, tubuh kamu akan menghancurkan sel-sel darah merah lebih cepat daripada yang dapat dibuat oleh sumsum tulang. Terkadang sel darah merah ini hidup hanya beberapa hari.
Baca juga: Kenali Gejala dari Penyakit Anemia Hemolitik
Gangguan anemia hemolitik ini jika tidak diobati dapat menyebabkan komplikasi kesehatan, seperti:
-
Kelelahan Parah. Anemia berat dapat membuat kamu sangat lelah, sehingga kamu tidak dapat menyelesaikan tugas sehari-hari
-
Komplikasi Kehamilan. Wanita hamil dengan anemia mungkin cenderung akan mengalami komplikasi, seperti kelahiran prematur.
-
Masalah Jantung. Anemia dapat menyebabkan detak jantung yang cepat atau tidak teratur (aritmia). Saat terjadi anemia, jantung harus memompa lebih banyak darah untuk menebus kekurangan oksigen dalam darah. Ini dapat menyebabkan pembesaran jantung atau gagal jantung.
-
Kematian. Beberapa anemia yang didapatkan karena diturunkan, dapat menyebabkan komplikasi yang mengancam jiwa. Kehilangan banyak darah dengan cepat menghasilkan anemia akut dan parah dan dapat berakibat fatal.
Seseorang dapat memperoleh anemia hemolitik jika ia memiliki penyakit autoimun seperti lupus. Biasanya ketika sistem kekebalan tubuh melihat ada “penyerang asing” seperti bakteri dan virus, itu akan membuat protein yang disebut antibodi untuk menyerang mereka. Saat mengalami anemia hemolitik, sistem kekebalan tubuh membuat antibodi yang secara keliru menyerang sel darah merah.
Baca juga: Begini Diagnosis Anemia Hemolitik yang Tepat
Penyebab Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik dapat terjadi ketika seseorang memiliki penyakit autoimun seperti lupus. Biasanya, ketika sistem kekebalan melihat penyerang asing seperti bakteri dan virus, itu membuat protein yang disebut antibodi untuk menyerang mereka. Ketika seseorang mengidap AIHA, sistem kekebalan membuat antibodi yang secara keliru menyerang sel darah merah sendiri.
Penyebab mendasar dari anemia hemolitik meliputi:
-
Limpa yang membesar.
-
Hepatitis menular.
-
Demam tifoid.
-
Toksin E Coli.
-
Leukemia.
-
Limfoma.
-
Tumor.
-
Systemic lupus erythematosus (SLE).
-
Sindrom Wiskott-Aldrich.
-
Sindrom HELLP.
Pada beberapa kasus, anemia hemolitik adalah hasil dari minum obat tertentu. Ini dikenal sebagai anemia hemolitik yang diinduksi obat. Beberapa contoh obat yang dapat menyebabkan kondisi ini yaitu:
-
Acetaminophen.
-
Antibiotik, seperti sefaleksin, seftriakson, penisilin, ampisilin, atau metisilin
-
Chlorpromazine.
-
Ibuprofen.
-
Interferon alfa.
-
Procainamide.
-
Quinidine.
-
Rifampin.
Salah satu bentuk anemia hemolitik yang paling parah adalah jenis yang disebabkan oleh menerima transfusi sel darah merah dari jenis darah yang salah. Setiap orang memiliki golongan darah yang berbeda (A,B, AB, atau O). Jika kamu mengalami golongan darah yang tidak kompatibel, protein imun khususnya antibodi akan menyerang sel darah merah asing. Hasilnya adalah penghancuran sel darah merah yang sangat cepat, yang dapat mematikan.
Baca juga: Ini Berbagai Faktor Risiko Anemia Hemolitik
Inilah sebabnya mengapa dokter perlu memeriksa dengan cermat golongan darah sebelum memberikan darah. Kamu juga dapat memeriksakan kesehatan pada dokter melalui aplikasi Halodoc agar mendapatkan diagnosis yang tepat. Beberapa penyebab anemia hemolitik bersifat sementara. Anemia hemolitik dapat disembuhkan jika dokter dapat mengidentifikasi penyebab yang mendasarinya dan mengobatinya.
Referensi:
Health Line. Diakses pada 2019. Hemolytic Anemia: What It Is and How To Treat