Waspadai Bahaya Lalilulelo Pasca COVID-19
Belakangan ini, penyebutan istilah Lalilulelo untuk para penyintas COVID-19 marak diberitakan. Istilah tersebut sebenarnya merujuk pada singkatan dari labil, linglung, lupa, lemot, dan logika menurun. Sebagai penggambaran akan gejala yang timbul sebagai dampak jangka panjang usai sembuh dari COVID-19. Namun, ada penjelasan yang perlu diketahui mengenai istilah tersebut.
Halodoc, Jakarta – Penyintas COVID-19 dapat mengalami berbagai dampak pada kesehatan mereka, meski sudah sembuh. Tidak hanya long covid, masalah kesehatan lain seperti istilah Lalilulelo juga mengintai para penyintas. Istilah tersebut merupakan singkatan dari Labil emosi dan pendiriannya, Linglung, Lupa, Lemot atau pikiran melambat, dan Logika berpikir menurun. Istilah tersebut merupakan gambaran akan gejala dari penurunan fungsi kognitif, dimana mereka yang mengalaminya cenderung menjadi pelupa dan lemot.
Menurut dokter spesialis saraf di Rumah Sakit Universitas Indonesia, dr. Pukovisa Prawirohardjo, Sp.S(K) mengatakan “penurunan fungsi kognitif yang gejalanya lupa sampai pikiran melambat (lemot) bisa dialami mereka yang sembuh dari COVID-19” seperti dilansir dari salah satu media nasional. Namun, terkait istilah ini, tentunya masih perlu dibahas lebih dalam untuk mengetahui bahaya apa yang dapat timbul kedepannya. Yuk, simak penjelasannya di sini!
Baca juga: Benarkah Penyintas COVID-19 Alami Kelambanan Berpikir?
Penjelasan Terkait Istilah Lalilulelo
Sebenarnya, istilah Lalilulelo bukanlah masalah atau istilah kesehatan. Namun, penggunaannya dipakai untuk menggambarkan gejala penurunan fungsi kognitif pada penyintas COVID-19. Selain lalilulelo, kondisi penurunan fungsi kognitif seseorang setelah sembuh dari COVID-19 juga disebut dengan istilah Brain Fog.
Hal ini berdasarkan studi yang direpresentasikan dalam konferensi Internasional Asosiasi Alzheimer atau Alzheimer’s Association International Conference (AAIC) pada 29 Juli 2021 di Denver, Colorado. Studi tersebut menunjukan bahwa ada hubungan antara COVID-19 dan defisit kognitif yang persisten, termasuk percepatan gejala penyakit alzheimer.
Penelitian tersebut juga menunjukan bahwa banyak penyintas COVID-19 mengalami kondisi brain fog atau “kabut otak” dan gangguan kognitif lainnya beberapa bulan setelah pemulihan. Gejala yang timbul pun identik dengan istilah LALILULELO. Temuan ini menambah deretan hasil studi terkait gejala long COVID-19, seperti mudah lupa, bingung, serta tanda-tanda hilangnya ingatan yang tidak dapat disepelekan. Hasil penting lainnya yang dilaporkan dari AAIC 2021 meliputi:
- Adanya indikasi biologis cedera otak, peradangan saraf, dan Alzheimer memiliki kaitan yang kuat dengan adanya gejala neurologis pada pasien COVID-19.
- Individu yang mengalami penurunan kognitif pascainfeksi COVID-19 lebih cenderung memiliki kadar oksigen darah yang rendah. Kondisi ini dapat terjadi setelah aktivitas fisik singkat, serta kondisi keseluruhan yang buruk.
Studi tersebut dilakukan oleh ahli dari University of Texas Health Science Center bersama dengani Asosiasi Alzheimer. Mereka mempelajari kognisi dan indra penciuman pada hampir 300 orang dewasa di Argentina yang mengalami COVID-19. Partisipan yang dipelajari adalah mereka yang tiga dan enam bulan setelah terinfeksi COVID-19. Lebih dari separuhnya menunjukan terjadinya gangguan, yaitu menjadi pelupa. Diperkirakan bahwa satu dari empat partisipan memiliki masalah tambahan dengan disfungsi kognitif lainnya.
Baca juga: Tingkat Risiko Corona untuk Usia di Bawah 45 Tahun
Lalu Apa yang Harus Dilakukan?
Ada beberapa gejala yang dapat mengindikasikan terjadinya brain fog pada penyintas COVID-19. Mulai dari sakit kepala, sulit konsentrasi, merasa kebingungan, dan mental yang terganggu. Kondisi lain juga dapat menyertainya, seperti sering terlihat lesu. Namun, beberapa hal lain juga dapat menjadi faktor pemicu brain fog, seperti misalnya stres. Pasalnya, stres dapat meningkatkan tekanan darah, melemahkan sistem kekebalan tubuh, dan memicu depresi.
Kondisi stres juga dapat mengakibatkan kelelahan mental, yang dapat menimbulkan penurunan fungsi kognitif. Sebab, ketika stres seseorang akan cenderung mengalami kesulitan untuk berpikir jernih secara fokus.
Hingga saat ini belum ada penelitian lebih lanjut terkait pengobatan khusus untuk gejala pasca-COVID-19. Namun, bila kamu mengalaminya, kamu dapat menyikapinya dengan pikiran yang positif. Pasalnya, banyak strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesehatan dan fungsi otak, agar membantu proses penyembuhan.
Salah satu cara yang direkomendasikan para ahli kesehatan adalah berolahraga secara rutin dan tidak berlebihan. Kamu juga dapat meningkatkan durasi tidur agar dapat beristirahat lebih banyak. Mengonsumsi makanan sehat yang tinggi serat seperti buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian juga dianjurkan. Akan tetapi, beberapa hal yang dapat menurunkan kinerja otak juga harus dihindari, seperti misalnya konsumsi alkohol, dan merokok.
Baca juga: Mengenal Lebih Dalam Mengenai Herd Immunity Coronavirus
Namun, bila kamu mengalami berbagai gejala Lalilulelo pasca sembuh dari COVID-19, ada baiknya untuk segera periksakan diri ke dokter. Tanpa perlu mengantri lama, kamu dapat menikmati kemudahan buat janji dengan dokter terpercaya di rumah sakit pilihanmu, melalui aplikasi Halodoc. Jadi tunggu apa lagi? Yuk, download aplikasi Halodoc sekarang!
Referensi:
Alzheimer’s Association International Conference 2021. Diakses pada 2021. COVID-19 Associated with Long-Term Cognitive Dysfunction, Acceleration of Alzheimer’s Symptoms
CNN Indonesia. Diakses pada 2021. Bahaya Lalilulelo Lupa dan Lemot Pasca Covid-19
WebMD. Diakses pada 2021. Fatigue, Brain Fog Most Common in ‘Long COVID’.
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan