Virus Rubella saat Hamil Sebabkan Hidrosefalus?
Halodoc, Jakarta - Hidrosefalus merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya penumpukan cairan di rongga otak. Kondisi ini akan menyebabkan adanya peningkatan tekanan pada otak. Saat hidrosefalus dialami oleh bayi, penyakit ini akan menyebabkan ukuran kepala mereka menjadi membesar. Berbeda dengan bayi, orang dewasa yang mengidap hidrosefalus akan ditandai dengan sakit kepala yang hebat.
Baca juga: Ketahui Berbagai Faktor Risiko Hidrosefalus Sejak Dini
Hidrosefalus terjadi karena otak memproduksi cairan secara abnormal dan diserap oleh pembuluh darah. Cairan yang diproduksi ini sebenarnya memiliki fungsi penting, yaitu melindungi seluruh otak dari cedera, menjaga tekanan dalam otak, serta membuang sisa metabolisme otak. Namun, ketika cairan ini diproduksi secara berlebihan dan mengganggu kerja otak, maka kondisi ini disebut dengan hidrosefalus.
Virus Rubella dan Hidrosefalus
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hidrosefalus terjadi karena ketidakseimbangan produksi dan penggunaan cairan dalam otak. Akibatnya, tekanan dalam kepala meningkat. Kondisi ini dapat terjadi pada ibu hamil yang terinfeksi virus rubella atau sifilis. Akibatnya akan memicu terjadinya peradangan pada otak janin.
Selain virus rubella, berikut ini penyebab terjadinya hidrosefalus pada bayi yang baru saja dilahirkan:
- Adanya pendarahan dalam otak bayi karena kelahiran prematur.
- Perkembangan abnormal dari sistem saraf pusat yang dapat menghalangi aliran cairan serebrospinal.
- Adanya penyakit atau cedera pada otak, sehingga memengaruhi penyerapan cairan otak.
- Adanya infeksi pada otak dan saraf tulang belakang, seperti meningitis.
- Adanya mutasi kromosom X.
- Bayi mengalami kelainan genetik langka.
- Munculnya kista arachnoid yang merupakan kantung berisi cairan yang terletak antara otak atau sumsum tulang belakang dan membran arachnoid.
Itulah beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko munculnya kondisi hidrosefalus pada bayi setelah dilahirkan. Untuk itu, bagi para wanita yang akan merencanakan kehamilan, jangan lupa untuk melakukan pemeriksaan kesehatan dan vaksinasi rubella. Hal ini merupakan langkah tepat untuk mencegah penyakit rubella saat hamil.
Vaksinasi rubella tidak dapat diterima saat sedang menjalani kehamilan karena vaksin rubella merupakan vaksin virus yang dilemahkan. Jadi, jangan ragu untuk konsultasi kesehatan pada dokter ahli melalui Halodoc saat merencanakan kehamilan.
Kamu juga bisa mendapatkan vaksinasi di rumah sakit pilihan dan buat janji melalui Halodoc. Dengan begitu, pemeriksaan dan vaksinasi yang akan dilakukan dapat berjalan lancar tanpa harus antre. Yuk, download Halodoc sekarang juga melalui App Store atau Google Play!
Baca juga: Terserang Hidrosefalus, Bisakah Disembuhkan?
Mengatasi Hidrosefalus pada Bayi Setelah Dilahirkan
Sejauh ini belum ada penanganan untuk bayi dalam kandungan yang mengalami gangguan ini. Jika dokter sudah memastikan bahwa bayi mengidap hidrosefalus, dokter akan mengawasi tanda-tandanya guna mempersiapkan persalinan dini yang harus dilakukan ibu.
Ketika bayi sudah dilahirkan, dokter akan melakukan sejumlah langkah berikut ini guna mengatasi penyakit yang dialami oleh bayi:
1. Shunt
Alat ini berbentuk selang kecil yang berfungsi mengalirkan cairan berlebih yang ada di otak dengan mengalirkannya ke dalam rongga perut. Cairan ini kemudian akan dibuang melalui saluran pencernaan.
2. Endoskopi ketiga ventrikulostomi (ETV)
Prosedur yang satu ini dilakukan dengan pembedahan untuk membuka lantai ventrikel ketiga otak. Hal ini dilakukan agar cairan mengalir ke jalur yang seharusnya.
3. Combined endoscopic third ventriculostomy and choroid plexus cauterization (ETV dan CPC)
Kedua prosedur yang digabungkan tersebut dilakukan untuk mengurangi tingkat produksi cairan pada otak, serta menyediakan jalur agar cairan mengalir keluar otak.
Baca juga: Hidrosefalus Bisakah Ukuran Kepala Menjadi Normal?
Hidrosefalus yang dialami oleh bayi yang baru lahir memang tidak dapat diprediksi. Anak-anak dengan hidrosefalus juga akan mengalami hilang ingatan jangka pendek, masalah koordinasi gerak, masalah pada penglihatan, ketidakmampuan belajar dan berkembang, serta akan mengalami masalah ketika memasuki masa pubertas. Jika Si Kecil mengalaminya, atasi dengan terapi fisik dan terapi okupasi agar anak dapat berkembang secara normal.