Tips Merencanakan Program Hamil saat Alami Lupus
Halodoc, Jakarta – Lupus adalah penyakit kronis yang dianggap bisa berakibat fatal. Alasan ini membuat tidak sedikit pengidap lupus yang merasa pesimis ketika merencanakan kehamilan. Padahal bukan tidak mungkin mereka bisa menjalani kehamilan sehat sampai melahirkan.
Peluang ini terbuka lebar ketika pengidap lupus merencanakan kehamilannya dengan cara yang tepat dan persiapan yang matang. Lantas, bagaimana cara merencanakan program hamil pada pengidap lupus? Berikut ini tips yang telah dihimpun dari Lupus Foundation of America.
Baca juga: Inilah Komplikasi yang Bisa Disebabkan oleh Lupus
Tips Merencanakan Program Hamil saat Alami Lupus
Meskipun banyak kehamilan pada pengidap lupus tidak memiliki komplikasi, semua kehamilan pada pengidap lupus dianggap “berisiko tinggi”. Ini bertujuan untuk mengantisipasi masalah yang kehamilan yang mungkin terjadi. Waktu terbaik untuk pengidap lupus hamil adalah ketika mereka sedang sehat-sehat saja. Pengidap lupus yang sedang dalam remisi dianggap memiliki risiko yang lebih kecil ketimbang pengidap yang penyakitnya sedang aktif.
Sangat disarankan agar pengidap bertemu dengan dokter dalam tiga hingga enam bulan sebelumnya ketika ingin merencanakan kehamilan. Pada kunjungan ini, dokter akan merekomendasikan pengidap untuk berhenti minum obat tertentu, termasuk obat tekanan darah. Namun, mungkin masih ada dapat dilanjutkan untuk membantu mencegah kambuhnya lupus.
Plaquenil adalah contoh obat yang seringkali boleh dilanjutkan. Plaquenil jarang menyebabkan masalah janin. Prednison juga harus dilanjutkan. Jika pengidap menggunakan mikofenolat mofetil atau asam mikofenolat, bicarakan dengan dokter apakah harus beralih ke azathioprine, yang seringkali menjadi alternatif yang lebih aman.
Baca juga: 5 Makanan yang Sebaiknya Dihindari saat Lupus Kambuh
Perawatan Selama Kehamilan
Kehamilan harus selalu dipantau oleh perinatologis, yakni dokter kandungan yang berpengalaman dalam kehamilan berisiko tinggi dan rheumatologist umum atau rheumatologist yang berspesialisasi dalam kehamilan dan kondisi autoimun. Sejumlah tes laboratorium yang mungkin diminta oleh dokter, seperti:
-
Urinalisis untuk memeriksa protein dalam urine;
-
Hitung darah lengkap;
-
Tes kimia darah untuk melihat fungsi ginjal dan hati;
-
Antibodi antifosfolipid untuk memeriksa risiko keguguran;
-
Antibodi Anti-SSA / Ro dan Anti-SSB / La untuk melihat apakah janin berisiko tersumbat jantung (neonatal lupus), dalam hal ini dokter meminta ekokardiogram janin mulai dari 18 minggu;
-
Antibodi anti-DNA;
-
Level pelengkap.
Pengidap lupus harus menemui rheumatologist setidaknya satu kali setiap trimester atau lebih sering. Jika muncul gejala lupus secara tiba-tiba dan berat, pengidap perlu diobati dengan prednisone yang tidak melewati plasenta kecuali pada dosis tinggi. Pengidap perlu menemui perinatologis dan dokter kandungan secara teratur dan ikuti instruksi tentang istirahat, olahraga, diet, dan obat-obatan secara disiplin.
Perhatikan dengan cermat apa yang dirasakan tubuh dan beri tahu dokter tentang apa pun yang tampaknya tidak normal selama kehamilan. Terpenting adalah terapkan gaya hidup yang sehat, seperti tidak merokok, minum alkohol, atau minum obat-obatan rekreasi serta batasi asupan kafein.
Baca juga: Pola Hidup Sehat untuk Bumil yang Mengidap Lupus
Kalau kamu punya pertanyaan yang lebih mendalam mengenai lupus selama kehamilan, kamu bisa bertanya ke dokter melalui aplikasi Halodoc. Lewat aplikasi, kamu bisa menghubungi dokter kapan saja dan di mana saja via Chat, dan Voice/Video Call.
Referensi :
Lupus Foundation of America. Diakses pada 2020. Planning a pregnancy when you have lupus.
WebMD. Diakses pada 2020. Lupus and Pregnancy: Tips for Living with Lupus While Pregnant.
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan