Bukan Tahan Napas 10 Detik, Ini Tes untuk Mendiagnosis Corona
Halodoc, Jakarta – Maraknya wabah virus corona saat ini juga turut menyebabkan munculnya informasi yang beredar di masyarakat, mulai dari informasi yang akurat dan bermanfaat, tetapi ada juga yang tidak benar alias hoaks yang justru malah menyesatkan. Contohnya, informasi mengenai sebuah tes sederhana untuk mendeteksi virus corona, dengan cara menahan napas selama 10 detik. Benarkah?
Tahukah kamu tentang informasi mengenai tes corona dengan menahan napas selama 10 detik? Entah bermula dari siapa, tetapi informasi tersebut sudah disebarluaskan di aplikasi berbagi pesan WhatsApp. Disebutkan dalam pesan broadcast tersebut bahwa kamu bisa melakukan pemeriksaan penyakit corona tanpa perlu ke dokter atau laboratorium.
Dengan mengambil pendapat seorang dokter Jepang yang juga tidak dijelaskan siapa namanya, tes untuk mendiagnosis corona bisa dilakukan dengan mengambil napas dan menahannya selama 10 detik, lalu mengembuskannya. Bila kamu berhasil melakukannya tanpa batuk, merasa tidak nyaman, lelah, dan kram di dada, itu berarti tidak ada virus di paru-paru kamu. Dengan kata lain, kamu tidak terkena virus corona.
Namun , informasi tersebut adalah hoaks atau tidak benar. Dilansir dari Kompas, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Daeng M. Faqih juga turut mempertegas dan menyatakan bahwa informasi tersebut tidak benar dan tidak berdasar.
Untuk mendiagnosis virus corona, masyarakat Indonesia dianjurkan untuk melakukan tes PCR di Laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), yang sudah diakreditasi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Hasil dari tes tersebut akurat dan terpercaya, serta dapat diketahui dalam waktu kurang dari 12 jam sejak sampel diterima.
Baca juga: Ini 5 Fakta Terbaru Virus Corona di Indonesia
Apa Itu Tes PCR dan Bagaimana Prosedurnya?
Polymerase chain reaction (PCR) atau yang kadang disebut sebagai “fotokopi molekuler” adalah teknik yang digunakan untuk memperkuat salinan segmen kecil DNA. Hal ini karena untuk dapat melakukan analisis molekuler dan genetik, diperlukan sejumlah besar sampel DNA.
Setelah diperkuat, DNA yang dihasilkan oleh PCR dapat digunakan dalam berbagai prosedur laboratorium yang berbeda, salah satunya adalah untuk mendeteksi virus.
Di Indonesia, tes PCR untuk mendiagnosis corona telah dilakukan oleh Balitbangkes sejak 1 Februari 2020 yang lalu. Prosedur pemeriksaan yang dilakukan di Laboratorium Balitbangkes sudah sesuai dengan standar WHO dan dikerjakan di Lab Biosafety Level (BSL) 2.
Baca juga: Ini yang Harus Diperhatikan saat Isolasi di Rumah Terkait Virus Corona
Lebih lanjut, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Vivi Setiawaty memaparkan bahwa pemeriksaan spesimen di Lab Badan Litbangkes dimulai dari Penerimaan Spesimen, Pemeriksaan Spesimen, dan Pelaporan.
1. Penerimaan Spesimen
Pada tahap penerimaan spesimen, spesimen diambil dari pengidap di rumah sakit rujukan, lalu dikirim ke Laboratorium Balitbangkes. Spesimen yang diambil tidak cuma satu, tetapi minimal 3 spesimen dari 1 pengidap.
Tergantung pada jenis PCR yang dilakukan, petugas kesehatan dapat mengambil spesimen dengan cara menyeka (swab) bagian belakang tenggorokan, mengambil sampel air liur, mengumpulkan sampel cairan dari saluran pernapasan bawah, atau mengambil sampel tinja.
2. Pemeriksaan Spesimen
Setelah diterima, prosedur selanjutnya adalah Pemeriksaan Spesimen. Pada tahap ini, spesimen diekstraksi untuk diambil RNA-nya. RNA atau asam ribose nukleat merupakan satu dari tiga makromolekul utama yang berperan sebagai pembawa bahan genetik. Setelah itu, RNA dicampurkan dengan Reagen untuk diperiksa dengan menggunakan metode Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).
RT-PCR adalah pemeriksaan dengan menggunakan teknologi amplifikasi asam nukleat virus yang bertujuan untuk mendeteksi ada tidaknya virus atau DNA virus, serta untuk mengetahui genotipe virus yang menginfeksi.
Selanjutnya, RNA yang sudah diperiksa, akan dimasukan ke dalam mesin yang berguna untuk memperbanyak makromolekul tersebut agar bisa dibaca oleh spektrofotometer. Hasilnya, bila positive control, maka akan tampil dalam bentuk gambaran kurva sigmoid, sedangkan bila negative control, hasilnya tidak berbentuk kurva (mendatar saja).
3. Pelaporan
Setelah hasil dari pemeriksaan didapatkan, maka tahap selanjutnya adalah pelaporan hasil ke rumah sakit.
Baca juga: Hadapi Virus Corona, Ini Hal yang Harus dan Jangan Dilakukan
Nah, jadi bila kamu ingin mengetahui apakah kamu terkena virus corona atau tidak, kamu bisa memeriksakan diri kamu ke rumah sakit rujukan untuk virus corona di Indonesia. Jangan mudah percaya pada informasi yang banyak beredar di jaringan komunikasi media sosial.
Kamu bisa menanyakan fakta kesehatan langsung pada dokter yang ahli dan terpercaya dengan menggunakan aplikasi Halodoc. Kamu bisa menghubungi dokter kapan dan di mana saja tanpa perlu ke luar rumah. Yuk, download aplikasi Halodoc sekarang juga!