Stop Sebar Foto Korban Aksi Teror! Inilah Dampak Psikologisnya
Halodoc, Jakarta - Dalam kurun waktu 30 jam ke belakang, Indonesia kembali dikejutkan dengan serangkaian aksi teror di Surabaya. Aksi teror berupa ledakan bom terjadi di gereja-gereja dan Mapolrestabes. Hingga Minggu (13/5), pukul 16.30, jumlah korban yang tewas berjumlah 13 orang, terdiri dari enam pelaku, dan tujuh jemaat. Sedangkan ledakan yang terjadi di Mapolrestabes, senin (14/5), pukul 08.50, belum ada keterangan resmi dari polisi.
Nah, dari rangkaian aksi teror tersebut, mungkin kamu telah melihat foto-foto korban atau video yang dibagikan (share) lewat media sosial hingga menjadi viral. Menyebarkan suatu kejadian yang aktual dan penting memang sah-sah saja. Namun, bila kejadiaannya berupa aksi teror yang dipenuhi dengan gambar korban yang terluka atau tewas, tentu harus dipertimbangkan. Pasalnya, hal ini bisa menimbulkan kengerian dan efek lainnya bagi orang yang melihatnya.
1. Membuat Trauma dan Kecemasan
Menurut psikiater, menyebarluaskan foto-foto korban, apalagi tanpa disensor bisa memengaruhi psikologi orang yang melihatnya. Hal tersebut bisa menyebabkan teror dan ketakutan pada si penerima pesan. Selain itu, hal tersebut juga dapat menambah kecemasan pada orang yang punya trauma atau gangguan kecemasan. Enggak cuma itu, menurut psikolog efeknya juga bisa membuat risih orang yang memiliki hati nurani yang masih tebal. Alasannya, gambar-gambar korban aksi teror akan mengoyak rasa kemanusiaan seseorang.
Menyebarluaskan foto korban sebenarnya juga enggak etis. Apalagi jika video atau foto korban sampai pada keluarga atau orang terdekatnya. Kata ahli, bila keluarga masih dalam keadaan trauma, shock, atau stres, justru akan menimbulkan efek psikologis yang mendalam bagi keluarga korban.
Andaikan foto atau video tersebut enggak sampai ke pihak keluarga korban, orang lain pun yang enggak memiliki hubungan juga bisa terganggu. Pasalnya, kata ahli setiap orang punya kemampuan untuk memproses gambar, cerita, ataupun video, sehingga seolah-olah mereka mengalami langsung kejadian tersebut.
Nah, hal inilah yang bisa membuat seseorang mengalami secondary trauma. Penyebaran foto-foto atau video korban juga bisa melunturkan empati pada para korban karena adanya proses pembiasan. Nah, proses inilah yang membuat rasa empati dan kepekaan terhadap korban memudar, sehingga respon emosi pada situasi tersebut jadi tidak tepat.
(Baca juga: 5 Tanda Anxiety Disorder yang Perlu Diketahui)
2. Motivasinya Berbeda
Setiap orang memang punya alasan berbeda-beda untuk men-share foto-foto atau video tersebut. Kata ahli, motivasinya ada yang positif dan negatif. Misalnya, agar orang lain lebih peduli, waspada, atau supaya orang lain juga mendoakan korban dan keluarganya. Si pengirim ingin mengingatkan kita agar lebih mawas diri.
Nah, kalau motivasi yang negatif lain ceritanya. Sebagian orang yang menyukai sebuah sensasi, mereka menyebarkan foto tanpa perlu berpikir panjang. Selain itu ada pula orang yang memang pada dasarnya menyukai kekejian dan kekerasan. Jangan salah lho, mereka di kategori ini menikmati dampak dari kekerasan yang terjadi pada orang lain. Enggak terhenti sampai di situ, gambar-gambar korban itu juga mereka sebarkan untuk memberikan teror.
Lalu, bagaimana cara membedakan motivasi si pengirim gambar atau video? Sayangnya, memang sulit untuk membedakan apakah motivasi si pengirim itu negatif atau positif. Para pakar juga mengakuinya, kok. Namun, meski tidak pasti, seenggaknya ada cara sederhana untuk melihat karakter si pengirim pesan.
(Baca juga: Ciri dan Tanda Gejala Depresi yang Wajib Kamu Ketahui)
Andai si pengirim meminta maaf dan berhenti menyebarkannya, mungkin dirinya termasuk orang yang awalnya memiliki niat baik. Bisa juga dirinya terlalu polos sehingga tidak mengetahui bahwa tindakan itu sesuatu hal yang enggak pantas.
Nah, kalau si pengirim terus-terusan menyebarluaskan foto-foto atau video para korban, kemungkinan besar dirinya memang sengaja. Kata ahli, orang-orang seperti inilah yang senang akan kekejian.
So, sebelum men-share atau menyebarkan foto-foto atau video para korban aksi teror, berpikirlah dua kali. Sebab tiap orang punya persepsi yang berbeda-beda terhadap hal tersebut.
(Baca juga: 5 Ucapan Orangtua yang Menyakiti Anak)
Punya masalah kesehatan dan ingin bertanya pada dokter? Kamu bisa lo berdiskusi dengan dokter melalui aplikasi Halodoc. Lewat fitur Chat dan Voice/Video Call, kamu bisa mengobrol dengan dokter ahli tanpa perlu ke luar rumah. Yuk, download aplikasi Halodoc sekarang juga di App Store dan Google Play!
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan