Perlu Penanganan Khusus, Serangan Bom Bisa Sebabkan PTSD

Ditinjau oleh  dr. Rizal Fadli   14 November 2019
Perlu Penanganan Khusus, Serangan Bom Bisa Sebabkan PTSDPerlu Penanganan Khusus, Serangan Bom Bisa Sebabkan PTSD

Halodoc, Jakarta – Kemarin, tepatnya tanggal 13 November 2019, terjadi ledakan bom bunuh diri di Polrestabes Medan. Bom Medan tersebut menewaskan pelaku bom bunuh diri itu sendiri dan menyebabkan 6 orang lain luka-luka. 

Tidak hanya berdampak pada korban, peristiwa ledakan bom tentunya juga turut memberi dampak pada orang-orang yang berada di sekitar kejadian. Apalagi bom Medan terjadi pada pagi hari di saat polisi baru saja selesai apel dan banyak warga hendak mengurus SKCK. Hal ini tentunya bisa meninggalkan trauma yang mendalam bagi mereka. Pasalnya, mereka mungkin saja melihat hal-hal yang tidak diinginkan, seperti tubuh yang hancur dan anggota badan yang terpenggal. Sebagian orang mungkin bisa melupakan kejadian tersebut dengan cepat, tetapi sebagian yang lain berisiko mengalami post-traumatic stress disorder (PTSD). Gangguan emosional tersebut tidak boleh dibiarkan saja, simak cara mengatasinya di bawah ini.

Baca juga: Serangan Bom Bisa Sebabkan Gangguan Gendang Telinga

Mengenal PTSD

Post-traumatic stress disorder (PTSD) atau gangguan stress pascatrauma adalah kondisi kejiwaan yang dipicu oleh pengalaman traumatis yang melibatkan ancaman signifikan, seperti kematian, luka parah, ataupun kerusakan integritas fisik. Suatu peristiwa yang menginspirasi ketakutan, ketidakberdayaan, ataupun kengerian yang hebat juga dapat memicu PTSD. Seseorang bisa mengalami peristiwa tersebut secara langsung atau dihadapkan dengannya dengan cara lain. Bom Medan merupakan salah satu contoh peristiwa traumatis yang dapat memicu kondisi kejiwaan ini.

PTSD juga bisa dimasukkan ke dalam kategori gangguan kecemasan yang dapat membuat pengidapnya tidak bisa melupakan atau sebaliknya tidak mau mengingat sama sekali pengalaman traumatis tersebut, serta jadi berpikir negatif terhadap dirinya sendiri dan dunia sekitarnya. 

Baca juga: Awas, 6 Hal Ini Bisa Menyebabkan PTSD

Waspadai Gejalanya

PTSD umumnya menyebabkan tiga jenis gejala:

  1. Hyperarousal. Orang yang mengalami PTSD biasanya jadi mudah tersinggung, mudah kaget, dan selalu waspada. Mereka juga sering kali sulit berkonsentrasi dan tidur atau insomnia.

  2. Mengalami Kembali atau Intrusi. Peristiwa traumatis yang pernah dialami secara tidak sadar bisa muncul kembali dalam pikiran pengidap, baik sebagai ingatan yang jelas, mimpi buruk, maupun sebagai kilas balik. Seseorang yang mengalami PTSD juga mungkin merasa atau bertindak seolah-olah peristiwa traumatis itu terjadi lagi. Benda-benda, tempat, situasi, ataupun perasaan apapun dapat mengingatkan pengidap akan traumanya, sehingga dapat menyebabkan tekanan yang hebat.

  3. Penghindaran dan Mati Rasa Secara Emosional. Orang dengan PTSD juga akan cenderung menghindari perasaan, pikiran, orang, tempat, dan situasi yang dapat membangkitkan ingatan trauma. Mereka kehilangan minat dalam kegiatan yang biasa dilakukannya. Selain itu, merasa terasing dari orang lain, bahkan dari perasaan mereka sendiri.

Cara Mengatasi PTSD

Mengatasi PTSD mungkin bisa menjadi hal yang sulit. Sebab, proses ini melibatkan menghadapi ingatan yang menyakitkan yang kebanyakan orang ingin menghindarinya. Namun, menyingkirkan ingatan tersebut justru hanya akan memperburuk keadaan. Ingatan tersebut akan tetap bisa muncul ketika kamu sedang stres atau lemah. Sementara energi mental yang kamu habiskan untuk menghindari ingatan juga dapat merusak hubungan kamu dengan orang lain.

Tidak ada panduan tentang cara terbaik untuk mengobati PTSD. Namun, berbagai bentuk terapi wicara dapat membantu memperbaiki kondisi pengidap dan kadang-kadang konsumsi obat-obatan juga perlu dilakukan.

  • Terapi Perilaku Kognitif

Terapi ini biasanya dilakukan dengan bantuan seorang terapis untuk mengekspos pikiran dan perasaan, bahkan ingatan pengidap tentang trauma yang pernah dialami. Tujuannya adalah agar pengidap bisa menghadapi trauma dengan lebih baik. Mungkin sekilas kedengarannya bukan ide yang baik untuk mengingat kembali trauma, karena cara ini justru hanya akan memperkuat trauma yang dialami pengidap. Namun, sebagai gantinya, terapi perilaku kognitif untuk PTSD justru dapat mengidentifikasi pikiran-pikiran yang mengecewakan tentang peristiwa traumatis, terutama pikiran yang menyimpang dan tidak rasional, dan menggantinya dengan pikiran yang lebih tenang atau lebih realistis.

  • Terapi Keluarga

Dukungan keluarga atau orang-orang terdekat sangat penting bagi pengidap PTSD untuk mengatasi traumanya. Jadi, keluarga dari pengidap PTSD juga dapat mengikuti terapi agar dapat lebih memahami kondisi yang dialami pengidap, meningkatkan komunikasi dengannya, dan dapat mencari cara untuk mengatasi masalah hubungan yang disebabkan atau diperburuk oleh PTSD yang dialami pengidap.

  • Obat-obatan

Antidepresan, seperti fluoxetine (Prozac) atau sertraline (Zoloft) dapat membantu mengatasi beberapa gejala depresi atau kecemasan bila ada. Kadang-kadang, jenis obat anti-kecemasan lain juga dapat ditawarkan. Penting untuk diingat bahwa meskipun obat-obatan dapat membantu pengidap untuk lebih tenang dan tidak khawatir, tetapi tetap tidak bisa mengatasi apa yang menjadi penyebab dasar PTSD, yaitu ingatan traumatis itu sendiri.

Baca juga: Dua Tahun Berlalu, Ariana Grande Alami PTSD Pasca Bom Bunuh Diri

Bila kamu mengalami gejala-gejala PTSD, tidak ada salahnya untuk meminta bantuan dari tenaga ahli, seperti psikiater. Kamu bisa menghubungi psikiater Halodoc untuk berbicara tentang masalah emosional yang kamu alami. Hubungi dokter melalui fitur Chat with A Doctor dan berbicara melalui Video/Voice Call dan Chat kapan dan di mana saja. Yuk, download aplikasi Halodoc sekarang juga di App Store dan Google Play.

Referensi:
Harvard Health Publishing. Diakses pada 2019. Healing from emotional trauma after the Marathon bombing.