Pasien COVID-19 Perlu Perhatikan Gejala Gangguan Mental
Halodoc, Jakarta - Mungkin sudah banyak yang tahu bahwa gejala umum infeksi COVID-19 di antaranya demam, batuk kering, kelelahan, dan nyeri tenggorokan. Selain gejala umum tersebut, ada beberapa gejala lain yang berkembang setelah seseorang didiagnosis terinfeksi COVID-19.
Melansir jurnal medis The Lancet (9/11/2020), sebanyak 18 persen pengidap COVID-19 mengembangan masalah kesehatan mental, seperti depresi, kecemasan,, atau demensia. Gejala ini dapat muncul dalam 3 bulan setelah diagnosis. Risiko ini menjadi dua kali lipat dibandingkan orang yang tidak terinfeksi COVID-19.
Baca juga: Ini Yang Mungkin Terjadi Jika Physical Distancing Diakhiri Terlalu Cepat
Hubungan Infeksi COVID-19 dengan Gejala Gangguan Mental
Hubungan antara infeksi COVID-19 dengan gejala gangguan mental ini sebenarnya cukup kompleks. Para ahli menduga, COVID-19 berkaitan dengan masalah kesehatan mental yang lebih tinggi. Pasien COVID-19 umumnya mengalami kecemasan, insomnia, depresi, dan gangguan stres pascatrauma (PTSD). Namun, dugaan ini masih diteliti lebih lanjut tentang dampak infeksi virus corona tidak hanya berpengaruh pada fisik tetapi juga fungsi otak.
Virus corona dapat menyebabkan masalah delirium, kecemasan, depresi, mania, insomnia, dan memori. Virus apa pun yang menyerang sistem saraf pusat, menyebabkan cedera otak hipoksia, atau memengaruhi fungsi fisik sekaligus memengaruhi kesehatan mental.
Perlu diwaspadai, orang dengan gangguan kejiwaan mungkin lebih rentan terinfeksi COVID-19. Sementara itu, orang dengan gangguan attention deficit hyperactivity, depresi, skizofrenia, dan gangguan bipolar lebih rentan terinfeksi COVID-19.
Kecemasan tinggi meningkatkan sirkulasi kortisol yang berdampak pada kesehatan, termasuk kekebalan tubuh berkurang. Artinya, memiliki kecemasan tinggi atau depresi membuat seseorang lebih rentan terhadap infeksi COVID-19.
Baca juga: Rencana Tata Laksana Vaksin Corona, Begini Tahapannya
Infeksi COVID-19 juga Mempengaruhi Pikiran dan Otak
Diagnosis infeksi COVID-19, berpotensi memicu stres dan kecemasan pada pengidapnya. Adanya adaptasi kebiasaan baru, sudah menjadi pemicu stres dan kecemasan pada seseorang. Stres dan kecemasan semakin bertambah ketika seseorang dinyatakan positif terinfeksi COVID-19.
Mencegah dan melawan infeksi COVID-19 juga membebani seseorang yang mengalami gejala sedang hingga parah. Diagnosis dan pengobatan COVID-19 cenderung menjadi hal traumatis dibandingkan kondisi medis lainnya. Penyebabnya di antaranya, infeksi COVID-19 berpotensi menjadi penyakit yang lebih parah, infeksi COVID-19 adalah penyakit baru, dan adanya ketidakpastian terkait pengobatan dan isolasi.
Beberapa orang mungkin perlu waktu hingga berbulan-bulan untuk pulih dari COVID-19. Hal ini menimbulkan sejumlah tantangan atau tekanan, yaitu kesulitan kembali bekerja, kesulitan merawat anak, atau kesulitan melanjutkan rutinitas normal.
Para ilmuwan kini mengakui, bahwa COVID-19 bukan hanya penyakit pernapasan, tapi penyakit yang dapat mempengaruhi banyak organ penting, termasuk otak. Pengidap COVID-19 sering kali mengeluhkan komplikasi neurologis. Seperti kebingungan, pusing, delirium, dan gangguan kognitif lainnya.
Para ilmuwan menduga, bahwa virus corona dapat mengganggu suplai darah ke otak dan menyebabkan pembengkakan di jaringan otak. Jika virus secara langsung memengaruhi sistem saraf pusat, ini dapat menyebabkan penyakit neurologis dan psikiatris yang signifikan. Ditambah lagi, gangguan pada sistem pernapasan dapat mengurangi suplai oksigen ke otak.
Ada korelasi antara fungsi imunologis dan kesehatan mental. COVID-19 dapat mengganggu ritme sirkadian seseorang yang mengganggu kualitas tidur, menyebabkan insomnia, yang bisa berkembang menjadi masalah kesehatan mental lainnya. Seperti depresi, kecemasan, atau perubahan kognitif lainnya.
Baca juga: Tunggu Vaksin Corona Siap, Ketahui 3 Syarat Vaksinasi Ini
Semoga banyak orang yang semakin sadar, bahwa infeksi COVID-19 ini tidak boleh disepelekan. Sangat penting untuk menjaga diri dan keluarga dengan menerapkan protokol kesehatan 3M (memakai masker, menjauhi kerumunan, dan mencuci tangan secara teratur). Selain itu, sebaiknya tetap berada di rumah saja apabila tidak ada keperluan yang penting.
Jika kamu mengalami gejala infeksi COVID-19, segera hubungi dokter melalui aplikasi Halodoc untuk saran penanganan. Jika kondisi kesehatan memerlukan perawatan intensif, kamu bisa mencari rumah sakit terdekat melalui aplikasi Halodoc.
Referensi:
Healthline. Diakses pada 2021. People with COVID-19 More Likely to Develop Depression, Anxiety, and Dementia
CDC. Diakses pada 2021. Coping with Stress
The Guardian. Diakses pada 2021. Brain fog': the people struggling to think clearly months after Covid
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan