Pahami Risiko Gangguan Disforik Pramenstruasi pada Wanita

Ditinjau oleh  dr. Fadhli Rizal Makarim   16 Juli 2020
Pahami Risiko Gangguan Disforik Pramenstruasi pada WanitaPahami Risiko Gangguan Disforik Pramenstruasi pada Wanita

Halodoc, Jakarta – Gangguan disforik pramenstruasi (GDP) adalah kondisi medis yang rentan dialami wanita menjelang menstruasi. Sindrom pramenstruasi (PMS) mungkin lebih umum jika dibandingkan dengan GDP. Wanita yang sedang PMS cenderung mengalami mood swing, ngidam makanan, sakit kepala, payudara terasa sensitif, dan perut kembung. 

Nah, GDP merupakan kondisi yang mirip-mirip PMS. Namun, wanita yang mengalami GDP mengalami gejala yang lebih parah hingga mengganggu pekerjaan dan menghambat aktivitas-aktivitas lainnya. 

Baca juga: 7 Tanda Haid Tidak Normal yang Harus Kamu Waspadai

Faktor Risiko Gangguan Disforik Pramenstruasi

Melansir dari Hopkins Medicine, setiap wanita sebenarnya punya risiko mengembangkan GDP. Namun, ada beberapa faktor risiko yang meningkatkan peluangnya, seperti:

  • Punya riwayat keluarga yang mengalami PMS, GDP atau depresi.
  • Pernah mengalami depresi, depresi postpartum, atau gangguan mood lainnya.
  • Punya kebiasaan merokok.

Jika kamu memiliki faktor-faktor risiko di atas dan khawatir mengalami GDP, kamu bisa menghubungi dokter Halodoc untuk membicarakan tentang kondisi ini lebih lanjut. Lewat aplikasi Halodoc, kamu bisa menghubungi dokter kapan saja dan di mana saja via Chat, dan Voice/Video Call.

Gejala yang Membedakannya GDP dengan PMS

Gejala GDP sangat mirip dengan PMS, yakni menyebabkan kembung, nyeri payudara, kelelahan, dan perubahan dalam kebiasaan tidur dan makan. Namun, hal yang membedakannya dengan PMS, yaitu:

  • Merasa sangat sedih dan putus asa;
  • Cemas atau tegang berlebihan;
  • Sangat murung;
  • Mudah marah.

Depresi dan kecemasan yang ada sebelumnya diketahui sering menjadi penyebab utama GDP pada wanita. Alasannya, perubahan hormon yang memicu periode menstruasi mampu memperburuk gejala gangguan mood.

Baca juga: Siklus Menstruasi Tidak Normal, Kapan Harus ke Dokter?

Bagaimana Cara Mengatasinya?

Dikutip dari Mayo Clinic, pengobatan GDP berfokus untuk mencegah atau meminimalkan gejala yang dapat muncul. Perawatannya bisa meliputi:

  • Antidepresan. Selective serotonin reuptake inhibitor (SSRIs), seperti fluoxetine dan sertraline mampu mengurangi gejala emosional, kelelahan, mengidam makanan, dan masalah tidur. Pastikan berdiskusi dengan dokter terlebih dahulu sebelum menggunakan obat-obatan ini. 
  • Pil KB. Pil KB juga mampu mengurangi gejala PMS dan GDP pada sebagian wanita.
  • Suplemen nutrisi. Mengkonsumsi 1.200 miligram makanan dan suplemen kalsium setiap hari diketahui dapat mengurangi gejala PMS dan PMDD pada beberapa wanita. Vitamin B-6, magnesium, dan L-tryptophan juga bisa membantu. Namun, pastikan untuk berdiskusi dengan dokter terlebih dahulu.
  • Perubahan pola makan dan gaya hidup. Olahraga teratur, mengurangi kafein, menghindari alkohol, dan berhenti merokok dapat meredakan gejala. Tidur yang cukup dan menggunakan teknik relaksasi, seperti mindfulness dan yoga dapat membantu. Hindari pemicu stres dan emosional dan mulailah belajar manajemen stres.

Baca juga: Jangan Anggap Sepele, Ini 5 Penyebab Menstruasi Nggak Lancar

Untuk memastikan seorang wanita mengalami GDP, dokter perlu melakukan evaluasi medis menyeluruh. Jika ternyata kamu didiagnosis mengidap GDP, dokter pasti akan merekomendasikan perawatan khusus untuk membantu meminimalkan gejala.

Referensi:
Mayo Clinic. Diakses pada 2020. What's the difference between premenstrual dysphoric disorder (PMDD) and premenstrual syndrome (PMS)? How is PMDD treated?.
Hopkins Medicine. Diakses pada 2020. Premenstrual Dysphoric Disorder (PMDD).
Women's Health. Diakses pada 2020. Premenstrual dysphoric disorder (PMDD).