Orangtua, Kenali 7 Gejala Difteri yang Dapat Menyerang Anak
Halodoc, Jakarta - Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae yang rentan menyerang anak-anak berusia di bawah 5 tahun. Sama halnya dengan orang dewasa, difteri pada anak merupakan penyakit yang sangat menular lewat bersin, batuk, atau saat mereka tertawa dan mengeluarkan percikan air liur. Sebelum ditemukan vaksin, difteri pada anak menjadi momok yang mengerikan bagi orangtua. Kenali gejalanya berikut!
Baca juga: Begini Cara Penanganan Anak yang Terkena Difteri
Ini yang Menjadi Gejala Difteri pada Anak
Di tahap awal kemunculan gejalanya, banyak orangtua yang keliru mendiagnosis penyakit ini. Tidak sedikit orangtua yang menganggapnya sebagai radang tenggorokan biasa, karena gejala yang ditimbulkan adalah demam ringan dan pembengkakan pada leher. Padahal, radang tenggorokan dan difteri merupakan dua masalah kesehatan yang jauh berbeda.
Hal yang membedakannya adalah, munculnya selaput berwarna putih keabu-abuan pada hidung atau tenggorokan. Saat gejala awal tersebut terjadi pada anak, mereka akan sangat sulit menelan dan bernapas. Selain itu, difteri pada anak akan menimbulkan sejumlah gejala, seperti:
- Selaput putih yang mudah berdarah.
- Masalah penglihatan, seperti penglihatan ganda.
- Berbicara menjadi tidak jelas.
- Kulit terlihat pucat dan dingin.
- Jantung berdetak lebih cepat.
- Keringat dingin.
- Merasa gelisah.
Baca juga: Kenapa Difteri Lebih Mudah Menyerang Anak-anak?
Dalam kasus yang parah, racun penyebab difteri dapat menyebar dari tenggorokan ke seluruh tubuh lewat aliran darah. Racun tersebut kemudian akan merusak sistem kerja organ-organ vital dalam tubuh, seperti jantung, ginjal, hingga sistem saraf yang ditandai dengan kelumpuhan.
Jika gejala yang muncul tidak ditangani dengan tepat, kehilangan nyawa merupakan komplikasi paling parah yang bisa saja terjadi. Karena komplikasinya yang parah, ibu bisa membawanya langsung ke rumah sakit terdekat saat menemukan serangkaian gejalanya.
Difteri juga bisa muncul tanpa disertai dengan gejala yang telah disebutkan. Saat anak mengidap kondisi ini, mereka berpeluang untuk menularkannya pada orang lain dalam waktu 4 minggu ke depan. Saat tertular, seseorang memiliki waktu selama 2-4 hari sebelum merasakan serangkaian gejalanya. Jadi, jangan anggap remeh penyakit ini, dan temukan langkah penanganan yang tepat, ya!
Baca juga: Berbahayakah Efek Samping dari Suntik Difteri pada Si Kecil?
Adakah Langkah Pencegahan yang Dapat Dilakukan?
Difteri pada anak memang sangat mengerikan, karena komplikasi paling parah dapat menyebabkan kehilangan nyawa. Penanganannya pun tidak bisa sembarang dilakukan, dan dapat dengan mudah dicegah dengan melakukan imunisasi difteri secara berkala. Imunisasi difteri diberikan dengan sebutan vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus), yang dilakukan setidaknya tiga kali, sebagai imunisasi dasar.
Setelah melakukannya, Si Kecil harus kembali melakukan imunisasi pengulangan sebanyak satu kali, dengan interval satu tahun setelah DPT 3 dilakukan. Setelah itu, vaksin kembali dilakukan sebanyak satu kali sebelum Si Kecil masuk sekolah, yaitu saat usianya menginjak 5 tahun. Jika anak telah mendapatkan sejumlah imunisasi, imunisasi tetap dapat dilakukan sesuai jadwal dan interval yang berlaku, berapapun usianya.
Jika anak belum pernah mendapatkan imunisasi saat usianya kurang dari 12 tahun, ibu masih tetap bisa melakukan imunisasi. Jika pemberian vaksin DPT 4 dilakukan sebelum berusia 4 tahun, pemberian vaksin selanjutnya dilakukan dengan interval 6 bulan setelah vaksin DPT 4 dilakukan. Sedangkan jika vaksin DPT 4 diberikan setelah anak berusia 4 tahun, maka vaksin DPT 5 tidak perlu dilakukan.
Referensi:
IDAI. Diakses pada 2020. Kejadian Luar Biasa Difteri: Bagaimana Orang Tua Bersikap.
IDAI. Diakses pada 2020. Melengkapi/Mengejar Imunisasi (Bagian II).
Kids Health. Diakses pada 2020. Diphtheria.
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan