Orang Dewasa Sering Mengompol, Gangguan Psikologi?
Halodoc, Jakarta - Mengompol identik dengan anak-anak, karena terkadang mereka belum mampu menafsirkan keinginan untuk buang air kecil. Namun, kondisi ini bisa terjadi pada orang dewasa yang disebut inkontinensia urine. Kelainan ini terjadi karena seseorang tidak mampu menahan keinginan untuk buang air kecil alias kehilangan kendali atas kandung kemih, sehingga pengidap harus menggunakan popok untuk mencegah urine keluar terus-menerus.
Inkontinensia urine memang menjadi kelainan yang umum terjadi, terlebih pada dewasa dan lansia. Seringnya, wanita lebih mudah terserang kondisi ini dibandingkan dengan laki-laki. Lalu, benarkah kondisi ini disebabkan karena masalah psikologi? Atau apakah ada penyebab lainnya?
Inkontinensia Urine Tidak Selalu karena Masalah Psikologi
Gangguan kecemasan atau stres berlebihan bisa memicu terjadinya banyak reaksi. Gugup, berkeringat dingin, mual, hingga menjadi tidak bisa menahan buang air kecil atau mengompol menjadi beberapa dampak yang biasa terjadi ketika seseorang merasa terancam atau ketakutan atau cemas berlebihan. Namun, tidak mampu menahan buang air kecil dalam kasus inkontinensia urine tidak selalu terjadi karena masalah psikologi.
Baca juga: Mengompol saat Dewasa Jadi Gejala Inkontinensia Urine?
Ada penyebab lain yang membuat seseorang mengalami inkontinensia urine dan tidak ada kaitannya dengan gangguan psikologi. Penyebab ini termasuk:
-
Terjadi tekanan pada area perut yang dipicu karena berbagai aktivitas yang terbilang ringan, seperti bersin, batuk, olahraga, dan mengangkat barang berat.
-
Konsumsi kafein, alkohol, merokok, dan faktor usia membuat urie terus keluar tanpa dapat ditahan dengan frekuensi yang tinggi.
-
Kandung kemih yang selalu terasa penuh, sehingga urine akan menetes. Pada wanita, kondisi ini sering terjadi setelah masa menopause.
Baca juga: Anak Alami Inkontinensia Alvi, Apa Sebabnya?
Meski lebih sering terjadi pada wanita, inkontinensia urine bisa menyerang pria. Kondisi ini terjadi ketika pria memiliki gangguan pada kelenjar prostat dan kandung kemih menjadi terlalu penuh. Lalu, risiko inkontinensia urine juga lebih besar terjadi pada orang-orang yang memiliki kelebihan berat badan dan masalah kesehatan tertentu, seperti diabetes maupun neuropati.
Gejala dan Pengobatan Inkontinensia Urine
Pada kasus yang ringan, gejala utama dari inkontinensia urine adalah menetesnya urine ketika kamu bersin, batuk atau berjalan. Pada kasus yang parah, kamu harus menggunakan popok untuk menghindari keluarnya urine tanpa bisa dikendalikan. Seringnya, inkontinensia urine yang parah dapat menghambat aktivitas sehari-hari.
Kamu harus segera memeriksakan diri ke dokter jika mengalami gejala ini. Apalagi jika frekuensinya sudah lebih sering dan berpengaruh pada aktivitas kamu sehari-hari. Segera buat janji dengan dokter di rumah sakit terdekat, lebih mudah lagi kalau kamu pakai aplikasi Halodoc. Tidak hanya untuk chat dengan dokter dan membuat janji di rumah sakit, tetapi juga kamu juga bisa beli obat dan melakukan pemeriksaan lab lewat Halodoc.
Baca juga: 4 Gejala Inkontinensia Alvi yang Perlu Diketahui
Cara sederhana untuk mengatasi inkontinensia urine melalui senam kegel untuk menguatkan otot panggul. Jika senam kegel tidak membantu, kamu bisa melakukan fisioterapi untuk membantu memperbaiki kontrol terhadap kandung kemih. Jika diperlukan, dokter akan melakukan pembedahan. Kondisi ini biasanya dilakukan jika inkontinensia urine terjadi karena adanya tekanan pada area perut.
Referensi:
Healthline. Diakses pada 2019. Urinary Incontinence.
Everyday Health. Diakses pada 2019. What Is Urinary Incontinence?
Mayo Clinic. Diakses pada 2019. Urinary Incontinence.
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp25 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Dokter seputar Kesehatan