Mengenal Parosmia, Gangguan Penciuman Setelah Sembuh dari COVID-19
Halodoc, Jakarta – Anosmia atau hilangnya kemampuan mencium bau sudah dikenal menjadi salah satu gejala COVID-19. Namun, setelah sembuh dari penyakit tersebut, anosmia yang awalnya dialami pengidap kadang-kadang bisa berubah menjadi parosmia.
Sejak pandemi COVID-19 dimulai, sebanyak 80 persen pasien yang terinfeksi virus tersebut mengalami anosmia. Kebanyakan pasien bisa mendapatkan indra penciuman mereka kembali dalam satu atau dua minggu. Namun, sebagian kecil, sekitar 10-20 persen dari mereka mengalami gangguan sensorik, kehilangan indra penciuman lebih lama, atau ketika sembuh, mereka menemukan bahwa aroma makanan favorit mereka tiba-tiba berubah.
Kentang goreng mungkin berbau seperti daging busuk, aroma kopi yang tadinya menyenangkan tiba-tiba berubah menjadi bau ban karet terbakar, dan cokelat bisa mengeluarkan bau kimiawi yang tidak enak. Kondisi ini dikenal sebagai parosmia. Lantas, apa sebenarnya parosmia dan mengapa gangguan penciuman tersebut bisa terjadi? Berikut ulasannya.
Baca juga: Mendadak Tidak Bisa Cium Aroma, Gejala Baru Virus Corona?
Mengenal Tentang Parosmia
Parosmia adalah gangguan penciuman yang membuat kamu mungkin mengalami kehilangan intensitas aroma, yang artinya kamu tidak bisa mendeteksi seluruh aroma di sekitar kamu. Kadang-kadang, parosmia menyebabkan hal-hal yang kamu temui setiap hari tampak seperti memiliki bau yang kuat dan tidak menyenangkan.
Parosmia kadang-kadang disalahartikan dengan kondisi lain yang disebut phantosmia, yang menyebabkan kamu mendeteksi aroma di saat tidak ada aroma, atau aroma ‘hantu’. Namun, parosmia berbeda, karena pengidapnya mendeteksi bau yang ada, tapi dengan cara yang salah atau tidak normal. Misalnya bau harum dari roti yang baru dipanggang mungkin bisa berbau menyengat dan busuk bagi pengidap parosmia.
Parosmia terjadi sebagai hasil dari campur aduk sinyal antara neuron sensorik olfaktorius, sel saraf yang terletak di rongga hidung yang mendeteksi bau, serta bagian otak tempat bau diterjemahkan dan diinterpretasikan. Gangguan penciuman ini biasanya terjadi pada pasien yang terinfeksi virus atau bakteri yang secara langsung menyerang dan merusak neuron, termasuk influenza. Namun, pada virus corona, para peneliti masih perlu mempelajari lebih banyak kasus lagi.
Baca juga: Dampak Corona pada Otak dan Sistem Saraf
Bagaimana Bentuk dari Parosmia?
Parosmia biasanya baru terasa setelah seseorang sembuh dari infeksi. Bentuk parosmia yang ditimbulkan gangguan penciuman tersebut bisa bervariasi dari kasus ke kasus.
Bila kamu mengalami parosmia, kamu akan merasakan bau busuk yang terus-menerus, terutama saat ada makanan. Kamu mungkin juga kesulitan mengenali atau memperhatikan beberapa bau di lingkungan kamu, akibat kerusakan neuron penciuman kamu.
Aroma yang tadinya kamu anggap menyenangkan, sekarang mungkin menjadi sangat kuat dan tidak tertahankan. Parosmia juga bisa menyebabkan kamu kehilangan nafsu makan, karena mencoba makan makanan yang baunya tidak enak bisa membuat kamu mungkin merasa mual atau muntah saat makan.
Bisakah Parosmia Disembuhkan?
Pada beberapa kasus, parosmia bisa disembuhkan. Pengobatan parosmia bervariasi, tergantung penyebabnya. Bila parosmia disebabkan oleh faktor lingkungan, obat-obatan, pengobatan kanker, atau merokok, indra penciuman kamu bisa kembali normal setelah pemicu tersebut dihentikan.
Bila parosmia disebabkan oleh objek yang menghalangi hidung, seperti polip atau tumor, hal itu perlu diangkat melalui operasi agar gangguan penciuman tersebut bisa sembuh.
Sementara, parosmia yang terjadi akibat infeksi COVID-19 dan pengobatannya masih perlu diteliti lebih lanjut. Namun, menurut Danielle Reed, direktur asosiasi dari Monell Chemical Senses Center, sebuah lembaga penelitian nirlaba di Philadelphia, dan para ahli lainnya terdapat cara untuk mengurangi efek negatif dari distorsi bau dan membantu proses pemulihan.
Menurut Justin Turner, direktur medis di Vanderbilt University Medical Center, latihan penciuman direkomendasikan untuk orang-orang yang mengalami kehilangan indra penciuman mungkin juga bermanfaat bagi mereka yang mengidap parosmia.
Secara teoritis, cara tersebut bisa membantu otak membuat koneksi yang benar lagi. Latihan penciuman biasanya melibatkan mencium bau yang berbeda, seperti minyak esensial, setidaknya dua kali sehari selama 10-15 detik setiap kali, selama beberapa minggu. Aroma yang umum digunakan untuk latihan, antara lain mawar, lemon, cengkih, dan kayu putih.
Baca juga: Alami Anosmia, Dapatkah Disembuhkan?
Itulah penjelasan mengenai parosmia, gangguan penciuman yang bisa dialami pasien COVID-19 setelah sembuh. Bila kamu mengalami parosmia, segera periksakan diri ke dokter. Kamu bisa langsung buat janji dengan dokter melalui aplikasi Halodoc. Yuk, download aplikasinya sekarang juga.