Mengenal Delusi Cotard, Penyakit yang Bikin Tubuh Mati Rasa

3 menit
Ditinjau oleh  dr. Fadhli Rizal Makarim   20 Oktober 2022

“Delusi cotard umumnya dibarengi dengan masalah kejiwaan atau gangguan neurologis. Akibatnya, orang yang mengidap kondisi ini dapat mengalami serangkaian gejala negatif.”

Mengenal Delusi Cotard, Penyakit yang Bikin Tubuh Mati RasaMengenal Delusi Cotard, Penyakit yang Bikin Tubuh Mati Rasa

Halodoc, Jakarta – Delusi cotard merupakan sebuah sindrom yang membuat pengidapnya yakin tubuhnya sekarat, mati atau hilang. Kondisi ini seringkali menimpa seseorang yang depresi berat atau pengidap skizofrenia.

Kondisi yang disebut juga dengan sindrom mayat berjalan ini umumnya disertai dengan masalah kejiwaan dan gangguan pada saraf maupun otak. 

Seperti Ini Tanda-Tanda Delusi Cotard

Melansir dari Healthline, nihilisme adalah gejala utama delusi cotard. Nihilisme adalah keyakinan bahwa segala hal di dunia ini, termasuk dirinya, tidak bernilai dan bermakna. Pengidapnya yakin kalau eksistensi dirinya tidak benar-benar ada seolah sudah mati. 

Delusi cotard berkaitan erat dengan depresi berat. Menurut sebuah penelitian, 89 persen orang yang mengidap kondisi ini mengalami depresi dan gejala-gejala berikut:

  • Kecemasan
  • Halusinasi
  • Hipokondria atau merasa mengidap penyakit tertentu
  • Merasa bersalah
  • Berperilaku menyakiti diri sendiri.

Jika terus dibiarkan, kondisi ini bisa menimbulkan dampak yang lebih signifikan, seperti:

  • Tidak mampu merawat diri sendiri.
  • Dikucilkan oleh lingkungan.
  • Depresi berat hingga mengisolasi diri.
  • Mengalami masalah kesehatan, seperti masalah kulit dan gigi akibat tidak merawat diri. 
  • Malnutrisi akibat berhenti makan dan minum. Pengidapnya percaya bahwa tubuh tidak membutuhkannya.

Dalam kasus yang paling parah, pengidap delusi cotard bisa berupaya bunuh diri. Pasalnya, mereka yakin sudah mati dan ingin membuktikan dirinya tidak bisa mati lagi. Meski begitu, sebagian di antaranya masih berharap untuk hidup dan tidak ingin merasa sudah mati. 

Siapa yang Rentan Mendapatkannya?

Para peneliti hingga kini tidak yakin apa yang menyebabkan delusi cotard. Meski begitu, ada beberapa faktor yang diyakini menjadi pemicu utamanya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rata-rata orang yang mengalaminya berusia sekitar 50 tahun. 

Namun, tidak menutup kemungkinan remaja dan anak-anak bisa mengalaminya. Masalah kejiwaan juga sering menjadi pemicu utama delusi cotard. Beberapa diantaranya adalah:

  • Gangguan bipolar
  • Depresi pasca persalinan
  • Katatonia
  • Gangguan depersonalisasi
  • Gangguan disosiatif
  • Depresi psikotik
  • Skizofrenia

Selain masalah kejiwaan, gangguan neurologis seperti infeksi otak, tumor otak, demensia, epilepsi, dan cedera otak juga termasuk faktor pemicunya.

Bagaimana Cara Mengobati Kondisi Ini?

Kondisi ini umumnya dibarengi dengan gangguan lain, sehingga pengobatannya bisa bervariasi. Diantara jenis pengobatan lainnya, terapi kejang listrik adalah pengobatan yang paling sering digunakan. Terapi tersebut dilakukan dengan mengalirkan sebagian kecil aliran listrik kecil melalui otak untuk memicu kejang ringan. Sebelum terapi dilakukan, pengidapnya akan diberi anestesi umum.

Meski begitu, terapi kejut listrik masih menuai pro kontra karena dianggap menimbulkan sejumlah risiko. Misalnya, mual, kebingungan, nyeri otot sampai hilang ingatan. Ada alternatif perawatan lain yang bisa dipertimbangkan, seperti:

  • Obat antidepresan
  • Obat antipsikotik
  • Jenis obat untuk menstabilkan suasana hati
  • Psikoterapi
  • Terapi perilaku

Jika punya pertanyaan lain seputar kondisi ini, hubungi dokter melalui aplikasi Halodoc. Dokter yang ahli di bidangnya akan menjawab pertanyaan kamu sekaligus memberikan solusi terbaik. Jangan tunda sebelum kondisinya memburuk, download Halodoc sekarang juga!

Referensi:
Healthline. Diakses pada 2022. Cotard Delusion and Walking Corpse Syndrome.
WebMD. Diakses pada 2022. What Is Cotard’s Syndrome (Walking Corpse Syndrome)?
Medical News Today. Diakses pada 2022. Cotard delusion and schizophrenia.

Mulai Rp25 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Dokter seputar Kesehatan