Masalah Genetik Bisa Sebabkan Lichen Sclerosus, Benarkah?
Halodoc, Jakarta - Gangguan kulit kronis lichen sclerosus membuat pengidapnya mengalami rasa tidak nyaman di sekitar area genital dan anus. Penyakit ini ditandai dengan munculnya bercak putih pada area kulit yang terkena. Meski bisa terjadi pada siapa saja, lichen sclerosus memiliki risiko tinggi untuk terjadi pada wanita pasca menopause.
Benarkah Disebabkan oleh Masalah Genetik?
Sebenarnya, penyebab pasti dari lichen sclerosus belum dapat dipastikan. Namun, penyakit ini diduga memiliki kaitan dengan ketidakseimbangan hormon. Jika ditanya apakah ada kaitannya dengan masalah genetik, jawabannya bisa jadi iya, dan bisa jadi tidak. Sebab, belum ada penelitian yang mengkaji khusus tentang hal ini.
Karena diduga disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon, lichen sclerosus yang terjadi pada wanita pasca menopause, kekurangan hormon estrogen mungkin menjadi pemicunya. Selain itu, kerusakan kulit yang telah ada sebelumnya juga diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi ini. Sedangkan pada pria, lichen sclerosus diduga terjadi akibat kerusakan berkala yang dipicu oleh penyumbatan urine di bawah kulup penis.
Supaya lebih jelas, jika kamu merasa mengalami gejala-gejala lichen sclerosus, segera diskusikan dengan dokter melalui fitur Talk to a Doctor yang ada pada aplikasi Halodoc. Mudah kok, diskusi dengan dokter spesialis yang kamu inginkan dapat dilakukan kapan dan di mana saja, melalui Chat atau Voice/Video Call.
Baca juga: Jenis-Jenis Lichen Sclerosus yang Perlu Diketahui
Berdasarkan gejala yang muncul, lichen sclerosus terbagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Lichen Sclerosus Vulva
Seperti namanya, lichen sclerosus jenis ini terjadi pada area vulva, yaitu salah satu bagian pada area genital wanita. Lichen sclerosus vulva bisa terjadi pada satu area kecil atau menyebar hingga perineum, yaitu area di antara vagina dan anus. Pada beberapa kasus, gejala lichen sclerosus dapat menyebar hingga ke kulit di sekitar anus.
Gejala lainnya yang mungkin menyertai lichen sclerosus jenis ini adalah rasa gatal (yang akan semakin parah pada malam hari), menipisnya kulit, berkeriput, muncul memar, luka lepuh, hingga borok (umumnya muncul ketika digaruk). Jika kondisi ini tidak diobati, vulva dapat secara bertahap menjadi jaringan parut dan menyusut, sehingga pintu vagina semakin sempit, mengeras, dan tidak nyaman dan nyeri saat berhubungan seksual.
2. Lichen Sclerosus Ekstra Genital
Seperti lichen sclerosus vulva, jenis ini juga menyerang wanita. Bercak lichen sclerosus ekstra genital biasanya muncul pada area paha dalam, bokong, punggung bawah, perut, bawah payudara, leher, bahu, dan ketiak. Bercak yang muncul dapat menyerupai kertas. Gejala lainnya adalah folikel rambut yang terlihat jelas, kulit kering, memar, luka lepuh, dan borok.
3. Lichen Sclerosus Penis
Lichen sclerosus ini adalah jenis yang menyerang pria. Gejala biasanya muncul dan berkembang pada bagian kulup atau ujung penis, dan cukup jarang menyerang kulit di sekitar anus. Jika tidak segera ditangani, gejala yang muncul akan menyebabkan munculnya jaringan parut.
Baca juga: Wanita Menopause Lebih Rentan Kena Lichen Sclerosus, Mengapa?
Kondisi ini akan membuat uretra menyempit, sehingga aliran urine menjadi terhambat dan kulup pun jadi sulit untuk ditarik (fimosis). Akibatnya, pengidap akan mengalami kesulitan buang air kecil dan merasakan nyeri saat ereksi.
Bagaimana Mengobatinya?
Pada beberapa kasus, sebenarnya lichen sclerosus dapat sembuh dengan sendirinya. Namun, jika gejala yang muncul sudah berkembang dan menjalar ke bagian tubuh lain, pengobatan sangat diperlukan. Dokter biasanya akan menganjurkan pengobatan yang bertujuan membantu meredakan gatal, memperbaiki kondisi kulit, dan mengurangi risiko terbentuknya jaringan parut.
Penanganan medis dari dokter untuk lichen sclerosus, berupa pemberian krim atau salep kortikosteroid guna meredakan gejala. Untuk kasus yang ringan, salep yang mengandung mometasone furoate 0,1% bisa digunakan. Sedangkan untuk kasus yang lebih parah, dokter akan meresepkan salep dengan kandungan clobetasol propionate 0,05%.
Salep kortikosteroid umumnya harus digunakan 1 kali sehari, selama 3-6 bulan. Cara pemakaiannya adalah dengan mengoleskan obat secara tipis pada bercak putih dan digosok perlahan. Setelah 1-3 bulan, frekuensi pemakaian salep dapat dikurangi, yaitu 1-2 kali seminggu, guna mencegah lichen sclerosus kambuh kembali.
Selama sesuai anjuran, salep kortikosteroid aman untuk digunakan. Efek samping dapat terjadi pada pemakaian obat dalam jangka panjang. Efek samping tersebut berupa kulit menjadi merah dan tipis, terasa panas, atau bahkan timbul infeksi. Oleh karena itu, sangat penting bagi pengidap untuk mematuhi aturan pemakaian obat dan rutin memeriksakan diri ke dokter.
Untuk kasus lichen sclerosus berat yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan tadi, dokter akan meresepkan methotrexate, cyclosporin, atau retinoid (misalnya isotretinoin). Selain itu, pengidap juga dapat diberikan obat imunosupresif, seperti tacrolimus atau pimecrolimus.
Nah, obat-obatan yang telah diresepkan oleh dokter juga dapat kamu beli dengan mudah menggunakan aplikasi Halodoc, lho. Cukup foto resep dokter yang kamu punya, upload, dan pesan dalam fitur Buy Medicines. Dalam waktu satu jam, obatmu akan diantar ke rumah. Mudah bukan?
Baca juga: Inilah Pemeriksaan Fisik untuk Diagnosis Lichen Sclerosus
Dalam beberapa kasus, operasi mungkin dibutuhkan untuk mengatasi lichen sclerosus parah, dengan indikasi berupa pintu vagina yang sudah sangat sempit yang mengganggu hubungan seksual, serta perlekatan atau jaringan parut yang membuat penderita kesulitan buang air kecil. Sedangkan pada pria, tindakan khitan (sunat) dapat dilakukan jika kondisi kulup semakin parah.
Selain itu, untuk menunjang pengobatan, ada beberapa perawatan mandiri yang perlu diterapkan di rumah, seperti:
-
Cuci secara perlahan area yang terkena LS, satu atau dua kali sehari.
-
Hindari menggaruk, mengusap, mengenakan pakaian ketat, atau melakukan kegiatan seperti berkuda atau naik motor karena dapat memperparah gejala.
-
Bersihkan alat kelamin setelah buang air kecil, agar tidak teriritasi oleh urine.
-
Gunakan krim yang mengandung petroleum jelly, untuk mencegah iritasi urine pada kulit.
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp25 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Dokter seputar Kesehatan