Ketahui Perubahan Istilah OTG, ODP, dan PDP Sesuai Kemenkes
Halodoc, Jakarta – Selama merebaknya pandemi COVID-19 di Indonesia, kamu pasti sudah tidak asing dengan istilah OTG, ODP dan PDP. Kriteria ini dibuat untuk mengelompokan risiko dan gejala dari orang-orang yang mungkin telah terpapar COVID-19. Mengutip edaran dari Kementerian Kesehatan tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19), kriteria Orang Tanpa Gejala (OTG) adalah orang yang terkonfirmasi alami COVID-19 tetapi tidak memiliki gejala sehingga mampu menularkan ke orang lain.
Sedangkan, kriteria Orang Dalam Pantauan (ODP) ditandai dengan gejala ringan, seperti batuk, sakit tenggorokan, dan demam. Namun, orang tersebut tidak mengalami kontak erat dengan pengidap COVID-19. Seseorang yang masuk ke dalam status ODP dapat dipulangkan dan melakukan karantina sendiri selama 14 hari di rumah.
Sementara, seseorang masuk dalam kriteria Pasien Dalam Pengawasan (PDP) apabila mengalami gejala, seperti demam, batuk, sesak napas, hingga sakit tenggorokan. Hal yang membedakan dengan ODP, pasien PDP telah melakukan kontak erat dengan pengidap COVID-19. Hasil observasi juga menunjukkan adanya gangguan saluran napas bawah.
Baca juga: Waspada Bahaya Baru COVID-19, Bisa Sebabkan Stroke Hingga Radang Otak
Penggantian Istilah OTG, ODP dan PDP
Baru-baru ini Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto, menghapus istilah OTG, ODP, dan PDP serta menggantinya dengan istilah baru. Penggantian ini tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan tentang pengendalian COVID-19, tertanggal 13 Juli 2020.
Dikutip dari lembaran Kepmenkes tersebut, istilah ODP berubah menjadi kontak erat, PDP menjadi kasus suspek, dan OTG menjadi kasus konfirmasi tanpa gejala (asimtomatik). Berikut istilah-istilah baru lainnya yang tertera dalam Kepmenkes, yaitu:
1. Kasus Suspek
Sebelumnya, kasus suspek ini lebih dikenal dengan istilah Pasien Dalam Pengawasan (PDP). Seseorang masuk ke dalam kriteria kasus suspek apabila:
- Mengidap Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan dalam 14 hari terakhir memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di wilayah yang terkonfirmasi adanya penularan COVID-19.
- Memiliki salah satu gejala ISPA dan punya riwayat kontak dekat dengan orang yang terkonfirmasi COVID-19 atau masuk dalam kriteria kasus probable selama 14 hari terakhir.
- Mengidap ISPA berat atau pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.
Perlu diketahui, gejala umum dari ISPA yaitu demam di atas 38 derajat Celcius. Gejala lain yang menyertai yaitu batuk, sesak napas, sakit tenggorokan, pilek, dan pneumonia ringan hingga berat.
2. Kasus Probable
Kasus probable terjadi ketika seseorang telah meninggal dunia akibat ISPA Berat dan ARDS dengan gambaran klinis yang meyakinkan COVID-19 namun belum ada hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR.
3. Kasus Konfirmasi
Seseorang masuk ke dalam kasus konfirmasi apabila hasil pemeriksaan RT-PCR menunjukkan hasil positif terinfeksi virus COVID-19. Kasus konfirmasi dibagi menjadi dua tipe, yakni kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) dan kasus konfirmasi tanpa gejala (asimtomatik).
Baca juga: Ilmuwan Sebut Virus Corona Bisa Menyebar Melalui Udara
4. Kontak Erat
Jika seseorang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable atau konfirmasi COVID-19, maka termasuk dalam kategori kontak erat. Riwayat kontak yang dimaksud, yaitu:
- Melakukan tatap muka atau berdekatan dengan kasus probable atau kasus konfirmasi dalam radius satu meter selama 15 menit atau lebih.
- Bersentuhan fisik secara langsung, seperti berjabat tangan, berpegangan tangan, berpelukan dan lain-lain dengan kasus probable atau konfirmasi.
- Memberikan perawatan untuk seseorang yang masuk kategori kasus probable atau konfirmasi tanpa menggunakan standar APD.
- Situasi lain yang ditandai adanya kontak berdasarkan penilaian risiko lokal yang telah ditetapkan.
5. Pelaku Perjalanan
Pelaku perjalanan adalah seseorang yang telah melakukan perjalanan dari dalam negeri (domestik) maupun luar negeri dalam 14 hari terakhir.
6. Discarded
Discarded apabila seseorang dengan status kasus suspek mendapatkan hasil pemeriksaan RT-PCR negatif sebanyak dua kali selama dua hari berturut-turut selang waktu lebih dari 24 jam. Seseorang dengan status kontak erat yang telah menyelesaikan masa karantina selama 14 hari juga masuk kedalam kategori discarded.
7. Selesai Isolasi
Seseorang dinyatakan selesai isolasi apabila memenuhi salah satu kriteria berikut:
- Memiliki status kasus konfirmasi tanpa gejala (asimtomatik) dan tidak melakukan pemeriksaan RT-PCR lanjutan dan telah menjalani 10 hari isolasi mandiri tambahan sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi.
- Memiliki status kasus probable atau kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) dan tidak melakukan pemeriksaan RT-PCR lanjutan dihitung 10 hari sejak tanggal onset dengan ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan.
- Memiliki status kasus probable atau kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) dan mendapatkan hasil pemeriksaan RT-PCR lanjutan satu kali negatif, dengan ditambah isolasi minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan.
8. Kematian
Kematian apabila seseorang dengan status kasus konfirmasi atau probable COVID-19 yang meninggal.
Baca juga: Vaksin Corona Belum Tersedia, Begini Cara Tekan Angka Penularan
Itulah istilah-istilah baru yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan. Apabila kamu mengalami demam, batuk, sakit tenggorokan dan gejala-gejala ISPA lainnya, tanyakan dokter Halodoc untuk dipastikan kembali. Lewat aplikasi Halodoc, kamu bisa menghubungi dokter kapan saja dan di mana saja via Chat, dan Voice/Video Call.