Ketahui Perbedaan Empati dengan Rasa Iba
Halodoc, Jakarta – Ada beberapa reaksi yang bisa ditunjukkan seseorang ketika ada teman, keluarga atau orang yang dicintai sedang mengalami musibah, kemalangan, atau masalah dalam hidup. Beberapa reaksi tersebut bisa berkisar dari sikap apatis, hingga simpati, empati, dan rasa iba.
Dari keempat reaksi tersebut, sikap apatis tentu adalah yang paling buruk karena hal itu menunjukkan bahwa seseorang tidak peduli dengan apa yang terjadi pada orang lain. Sementara tiga reaksi lainnya adalah reaksi yang positif. Meski begitu, ada perbedaan yang cukup besar antara simpati dan empati. Simpati menunjukkan rasa kepedulian pada apa yang dialami oleh orang lain, namun hanya sebatas rasa kasihan. Sedangkan orang yang berempati mampu menempatkan dirinya pada posisi orang yang sedang mengalami kesedihan dan ikut merasakan apa yang mereka rasakan.
Lalu, bagaimana dengan empati dan rasa iba? Keduanya sering kali sulit dibedakan karena sama-sama menunjukkan rasa kepedulian yang besar terhadap penderitaan yang dialami orang lain. Namun, sebenarnya terdapat perbedaan antara empati dan rasa iba.
Baca juga: Pentingnya Rasa Empati di Masa Pandemi COVID-19
Empati Vs Rasa Iba, Mana yang Lebih Baik
Empati adalah kemampuan untuk “berbagi” perasaan dengan orang lain. Empati adalah emosi yang sangat positif dan kuat di mana seseorang bisa ikut merasakan apa yang dirasakan orang lain seolah-olah ia berada di posisi orang tersebut.
Namun, hati-hati. Empati yang berlebihan bisa membuat kamu merasa tertekan. Ketika kamu menjadi terlalu tertekan karena memikirkan penderitaan orang lain, kamu malah jadi tidak memiliki kemampuan kognitif dan emosional untuk melakukan banyak hal untuk membantu mereka.
Sementara itu, rasa iba (compassion) adalah kemampuan untuk tidak hanya berbagi perasaan tapi juga merasa terdorong untuk meringankan penderitaan orang lain. Harvard Business Review menggambarkan rasa iba sebagai sesuatu yang ‘proaktif’, karena memungkinkan kamu untuk berkontribusi pada kesejahteraan orang lain.
Jadi, perbedaan empati dengan rasa iba adalah empati muncul dengan segera dan tidak meninggalkan jarak emosional antara kamu dan orang yang menderita, sedangkan rasa iba lebih bersifat kognitif.
Ada kesadaran diri yang memberikan jarak yang diperlukan antara kamu dengan orang lain, sehingga memungkinkan kamu untuk bisa membantu orang lain. Empati tanpa rasa iba membuat kamu terkuras energinya sebagai akibat dari merasakan apa yang dirasakan orang lain. Namun, rasa iba memungkinkan kamu untuk menjadi lebih membantu daripada orang yang hanya mengalami empati.
Sebenarnya tidak ada yang salah dari memiliki rasa empati. Namun, empati yang dikombinasikan dengan rasa iba adalah respons yang paling baik, karena bisa membuat kamu menjadi orang yang paling membantu bagi orang lain.
Baca juga: Selfie di Lokasi Bencana Bukan Simpati, Ini Bukti Gangguan Psikologi
Pengaruh Empati dan Rasa Iba pada Otak
Ahli saraf Tania Singer dan Olga Klimecki melakukan penelitian yang membandingkan empati dengan rasa iba. Dua kelompok eksperimen secara terpisah dilatih untuk menerapkan empati atau rasa iba. Hasil penelitian mereka mengungkapkan bahwa ada perbedaan menarik dalam reaksi otak terhadap dua jenis pelatihan tersebut.
Pertama, pelatihan empati mengaktifkan gerakan di insula (terkait dengan emosi dan kesadaran diri) dan gerakan di anterior cingulate cortex (terkait dengan emosi dan kesadaran, serta menunjukkan nyeri.
Kelompok pelatihan rasa iba, bagaimanapun, merangsang aktivitas di korteks orbitofrontal medial (terhubung dengan pembelajaran dan penghargaan dalam pengambilan keputusan, serta aktivitas di striatum ventral (juga terhubung ke sistem penghargaan).
Kedua, kedua kelompok yang menerapkan dua jenis pelatihan yang berbeda juga menunjukkan emosi dan sikap yang sangat berbeda terhadap tindakan. Kelompok yang dilatih empati sebenarnya menganggap rasa empati tidak nyaman dan merepotkan. Sebaliknya, kelompok rasa iba menciptakan kepositifan di benak anggota kelompok. Hasilnya, kelompok rasa iba merasa lebih baik dan lebih bersemangat untuk membantu orang lain daripada kelompok empati.
Singer percaya rasa iba atau belas kasih memberikan perhatian yang lebih jauh kepada orang lain, sehingga membuatnya lebih efektif. Tidak seperti empati, rasa iba memiliki lebih sedikit batasan dan mengaktifkan jaringan otak yang berbeda. Rasa iba meningkatkan perilaku pro sosial sekaligus meningkatkan kesejahteraan emosional, sehingga emosi tersebut jauh lebih efektif daripada empati, yang bisa menimbulkan reaksi negatif.
Baca juga: Tak Peduli Perasaan Orang Lain Jadi Tanda Antisosial?
Itulah penjelasan mengenai perbedaan empati dengan rasa iba. Bila kamu sedang merasakan empati yang berlebihan hingga mengganggu dan membuat stres, coba bicarakan saja pada psikolog melalui aplikasi Halodoc. Melalui Video/Voice Call dan Chat, psikolog Halodoc bisa membantu kamu untuk mengatasi emosi tersebut. Yuk, download aplikasinya sekarang juga.