Ketahui 4 Mitos Tentang Autisme yang Perlu Diluruskan
Halodoc, Jakarta - Autisme bukan sebuah kondisi gangguan perkembangan otak yang terbilang langka. Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), autisme terjadi pada 1 dari 160 anak. Autisme umumnya dimulai pada masa kanak-kanak, dan cenderung berlanjut hingga remaja atau dewasa.
Autisme menyebabkan gangguan perkembangan otak, yang nantinya memengaruhi kemampuan pengidapnya dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Selain itu, autisme dapat menyebabkan gangguan perilaku dan membatasi minat pengidapnya.
Nah, menyoal autisme ini, ada beberapa mitos mengenai autisme yang masih banyak dipercayai masyarakat. Lantas, apa saja mitos mengenai autisme yang perlu diketahui? Yuk, simak ulasannya di bawah ini.
Baca juga: Vaksin Bisa Menyebabkan Bayi Autis, Mitos atau Fakta?
1.Semua Pengidap Autisme Sama Saja
Jika dirimu pernah bertemu atau menonton film mengenai pengidap autisme, mungkin dirimu tahu seperti apa umumnya pengidap autisme. Nah, banyak awam yang mengira kalau semua pengidap autisme sama saja, alias tidak ada perbedaan. Padahal, hal ini merupakan mitos seputar autisme yang menyesatkan.
Faktanya, pengidap autisme bisa berbeda satu sama lain, sama seperti kelompok orang lainnya. Menurut studi berjudul “An Overview of Autism Spectrum Disorder, Heterogeneity and Treatment Options”, satu-satunya elemen yang tampaknya dimiliki oleh semua pengidap autisme adalah tingkat kesulitan dalam komunikasi sosial.
2.Pengidap Autisme Tidak Memiliki Perasaan
Mitos seputar autisme yang satu ini juga sangat keliru. Katanya pengidap autisme tidak bisa merasakan atau mengungkapkan empati, cinta, atau perasaan lainnya. Padahal, sebagian besar pengidap autisme mampu merasakan dan mengungkapkan cinta, meskipun mereka melakukannya dengan cara yang ‘istimewa’.
Hal yang perlu diingat, beberapa orang dengan autisme membutuhkan bantuan untuk membangun empati. Pasalnya, mereka mengalami kesulitan untuk menebak apa yang mungkin dirasakan orang lain berdasarkan bahasa tubuh mereka.
Singkat cerita, mata yang tertunduk atau berpaling tidak selalu menandakan "kesedihan" atau "kemarahan" pada pengidap autisme. Namun, begitu perasaan orang lain dijelaskan, banyak orang autis merespons dengan empati sesungguhnya.
Baca juga: 4 Jenis Autis yang Perlu Diketahui
3.Tidak Bisa Membangun Sebuah Hubungan
Selain dua hal di atas, mitos mengenai autisme lainnya adalah berkaitan dengan sebuah hubungan. Banyak awam mengira kalau pengidap autisme tidak bisa membangun hubungan yang kokoh dengan orang lain. Faktanya, pengidap autisme bisa membangun hubungan yang spesial dengan orang lain.
Ada studi menarik yang bisa disimak mengenai hal ini. Studi pada pengidap autisme ini berjudul “Supportive Relationships in Autism Spectrum Disorder: Perspectives of Individuals with ASD and Supporters”.
Menurut studi tersebut, meskipun pengidap autisme mungkin sulit untuk membangun beberapa jenis hubungan, tapi mungkin bagi mereka untuk memiliki hubungan yang kuat, setidaknya dengan anggota keluarga terdekat.
Menariknya lagi, banyak pengidap autisme yang membangun persahabatan yang kuat melalui minat yang sama. Selain itu, banyak pula pengidapnya yang menikah dan memiliki hubungan romantis yang memuaskan.
4.Cerdas Luar Biasa
Banyak pula yang beranggapan kalau pengidap autisme adalah individu yang cerdas bukan main, bahkan bisa dibilang jenius. Contohnya memiliki kemampuan yang luar bisa dalam bidang matematika atau musik. Lantas, benarkah faktanya seperti itu?
Baca juga: Ibu Harus Tahu, Inilah Penyebab Autisme pada Anak
Faktanya, menurut studi berjudul “The savant syndrome: an extraordinary condition. A synopsis: past, present, future”, hanya sedikit pengidap autisme (kurang dari 10 persen) yang bisa dibilang "genius" atau "ahli". Contohnya, termasuk anak-anak yang dapat menghafal buku telepon, memainkan alat musik seperti orang profesional, atau mengisi teka-teki yang membingungkan orang dewasa yang berbakat.
Nah, itulah beberapa mitos mengenai autisme yang sebaiknya tak perlu dipercaya. Bagi kamu yang memiliki masalah kesehatan, bisa kok memeriksakan diri ke rumah sakit pilihan. Sebelumnya, buat janji dengan dokter di aplikasi Halodoc sehingga tidak perlu mengantre sesampainya di rumah sakit.