Kenali Efek Samping Memakai Alat Bekam
“Alat bekam dipercaya punya banyak manfaat untuk kesehatan sebagai salah satu pengobatan tradisional. Namun, ketahui pula efek samping dari penggunaannya.”
Halodoc, Jakarta – Bekam menjadi salah satu pilihan pengobatan tradisional paling tua yang pernah ada dan diyakini mampu mengobati banyak masalah kesehatan. Orang-orang Mesir kuno telah menggunakan pengobatan alternatif ini sejak tahun 1550 sebelum Masehi. Sebenarnya, apa itu alat bekam?
Belam sendiri ternyata mengacu pada praktik yang dipakai dalam pengobatan tradisional di banyak negara di dunia, termasuk Timur Tengah dan China. Metode pengobatan ini telah ada sejak ribuan tahun lalu, dan banyak beredar kabar mengenai efektivitasnya untuk membantu meringankan nyeri dan rasa sakit.
Baca juga: Benarkah Terapi Bekam di Kepala Bermanfaat untuk Kesehatan?
Mengenali Cara Kerja Alat Bekam
Lalu, bagaimana alat ini bekerja? Secara gampangnya, alat bekam bekerja seperti mesin vakum. Alat yang bentuknya mirip dengan cawan ini akan mengisap lapisan kulit dan lemak yang berasal dari otot. Bahkan, terkadang alat ini bisa membantu memindahkan lapisan otot satu dengan lainnya.
Cawan tersebut bisa dibuat dari bahan silikon, plastik, atau gelas. Fakta menariknya, sekitar seribu tahun lalu, cawan yang dipakai sebagai alat untuk melakukan terapi bekam justru terbuat dari tanah liat, bambu, atau tanduk binatang.
Kamu bisa melakukan terapi bekam pada bagian tubuh mana saja yang terasa nyeri atau sakit. Meski begitu, area bahu, leher, dan punggung jadi bagian yang paling sering dibekam. Terkadang, bekam juga dilakukan bersama dengan terapi alternatif akupunktur.
Umumnya, terapis akan meminta kamu untuk puasa atau hanya mengonsumsi makanan ringan antara dua sampai tiga jam sebelum terapi dilakukan. Ini bukan tanpa tujuan, melainkan untuk membantu memaksimalkan manfaat yang bisa kamu dapat dari terapi bekam yang kamu lakukan.
Baca juga: Manfaat Terapi Bekam Bagi Kesehatan Tubuh
Lantas, Bagaimana dengan Efek Sampingnya?
Meski disebut sebagai pengobatan alternatif, terapi bekam juga tak lepas dari efek samping. Salah satunya adalah munculnya tanda berwarna keunguan yang berbentuk bulat atau memar pada kulit. Kondisi ini muncul dari pembuluh darah atau kapiler yang pecah karena tersedot atau terhisap cawan panas.
Pecahnya pembuluh darah ini akan mengakibatkan terbentuknya gumpalan darah pada bagian bawah cawan. Bentuknya bulat dengan warna yang sangat khas, seperti ketika kamu sedang mengalami memar. Namun, biasanya efek ini akan hilang antara tiga hingga lima hari setelah kamu menjalani terapi.
Selain memar dan muncul warna keunguan yang khas, beberapa efek samping lain yang mungkin terjadi ketika kamu menggunakan alat bekam, yaitu:
- Terjadi pembengkakan.
- Muncul rasa tidak nyaman atau sakit pada area kulit bekas cawan.
- Kulit terasa seperti terbakar.
- Bekas luka yang lama hilang.
- Terjadi infeksi pada kulit.
- Munculnya luka lepuhan jika cawan dibiarkan terlalu lama menempel pada kulit.
Baca juga: Bioglass Bermanfaat untuk Kesehatan Tubuh, Ini Fakta Medisnya
Jika kasusnya serius, efek samping yang mungkin terjadi tentu akan cukup berat, misalnya perdarahan dalam tengkorak jika bekam dilakukan pada kepala. Efek samping lainnya yang cukup serius mencakup keloid, anemia defisiensi besi, pigmentasi kulit, trombositopenia, dan panniculitis. Bahkan, tidak menutup kemungkinan terjadi infeksi jaringan jika alat bekam digunakan terus-menerus.
Belum lagi dengan risiko hepatitis C dan B yang bisa menular melalui darah. Ini terjadi apabila alat bekam digunakan oleh lebih dari satu orang tanpa melalui proses sterilisasi terlebih dahulu. Inilah mengapa, kamu harus benar-benar cermat mencari pengobatan bekam sebagai pilihan alternatif. Pertimbangkan dengan baik semua efek samping yang mungkin terjadi.
Jika memang masih bisa ditangani secara medis, tidak ada salahnya juga, kok. Sekarang, kamu bisa lebih mudah buat janji di rumah sakit pakai aplikasi Halodoc. Tidak perlu antre lagi, penanganan juga lebih cepat pastinya. Jadi, segera download aplikasi Halodoc, ya!
Referensi:
WebMD. Diakses pada 2021. Cupping Therapy.
MedicineNet. Diakses pada 2021. Cupping Therapy.
Dnyaneshwar K Jadhav. 2018. Diakses pada 2021. Cupping Therapy: An Ancient Alternative Medicine. Journal of Physical Fitness, Medicine & Treatment in Sports. 13(1): 555601.
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan