Kenalan Lebih Dalam dengan Anemia Hemolitik Autoimun
Halodoc, Jakarta – Tentunya kamu sudah tidak asing lagi dengan penyakit anemia. Namun, apakah kamu pernah mendengar penyakit anemia hemolitik autoimun? Penyakit ini merupakan sekelompok gangguan dimana sistem kekebalan tubuh malah menghancurkan sel darah merah yang sehat. Penyakit ini menjadi salah satu jenis penyakit yang jarang terjadi, tetapi membahayakan bagi kesehatan.
Baca juga: Inilah yang Perlu Diketahui Tentang Anemia Hemolitik
Sel darah merah umumnya dapat bertahan hingga 120 hari. Namun, ketika antibodi menempel pada sel darah merah, kondisi ini membuat sel darah merah menjadi target sistem kekebalan. Saat itu, sistem kekebalan tubuh akan menganggap sel darah merah berbahaya dan dihancurkan. Dengan begitu, sel darah merah mengalami kematian dini. Kondisi yang tidak segera diatasi dapat menyebabkan produksi sel darah merah semakin menurun.
Kenali Penyebab Anemia Hemolitik Autoimun
Sebagian besar anemia hemolitik autoimun, tidak diketahui penyebabnya. Namun, kondisi ini juga bisa disebabkan adanya penyakit lain dalam tubuh. Mulai dari leukemia, lupus eritematosus sistemik, hingga mononukleosis.
Selain itu, penggunaan beberapa jenis obat-obatan yang mengandung penisilin, kina, metildopa, dan sulfonamida dinilai dapat memicu kondisi ini. Untuk itu, sebaiknya konsumsi obat sesuai anjuran dan saran dokter. Bahkan, ada beberapa virus yang dapat memicu anemia hemolitik autoimun, seperti cacar, campak, varisela, HIV, hingga Mycoplasma pneumonia.
Lalu, siapa saja yang berisiko mengalami kondisi ini? Seseorang yang memiliki riwayat keluarga dengan anemia hemolitik, mengidap leukemia, infeksi virus, penyakit autoimun, hingga mengonsumsi obat yang berisiko menyebabkan kondisi ini.
Selain yang telah disebutkan, anemia hemolitik autoimun juga lebih berisiko dialami oleh wanita dan orang-orang yang telah memasuki usia lanjut. Untuk itu, sangat penting menjaga kesehatan dan selalu berhati-hati saat akan mengonsumsi obat-obatan.
Baca juga: Inilah Gejala Umum yang Terjadi saat Terserang Anemia
Inilah Gejala yang Perlu Diperhatikan
Kondisi ini jarang menunjukkan gejala pada awal perkembangan penyakitnya. Biasanya, gejala akan dialami saat penyakit sudah berkembang lebih serius. Ada beberapa gejala yang kerap dialami pengidap anemia hemolitik autoimun, seperti:
- Kelelahan terus-menerus.
- Kulit yang berubah menjadi lebih pucat.
- Peningkatan detak jantung yang menjadi lebih cepat.
- Napas yang menjadi lebih pendek.
- Beberapa bagian tubuh berubah kekuningan.
- Warna urine yang berubah menjadi gelap.
- Terasa tidak nyaman dan kembung pada bagian perut.
- Nyeri otot.
- Sakit kepala.
- Diare, mual, hingga muntah.
Itulah beberapa gejala yang perlu kamu waspadai terkait dengan anemia hemolitik autoimun. Segera kunjungi rumah sakit terdekat dan lakukan pemeriksaan terkait keluhan kesehatan yang kamu alami. Pemeriksaan yang tepat dapat mendeteksi penyebab gejala yang kamu alami. Dengan begitu, kamu bisa menjalankan pengobatan dengan tepat.
Pemeriksaan untuk Mendiagnosis Anemia Hemolitik Autoimun
Pemeriksaan darah lengkap perlu dilakukan untuk mendeteksi adanya gangguan kesehatan ini. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat berbagai bagian yang menyusun darah. Termasuk hemoglobin dan hematokrit. Jika kedua zat ini rendah, maka kondisi ini bisa menjadi tanda anemia.
Tes coombs dilakukan untuk mencari peningkatan kadar antibodi yang melekat pada sel darah merah. Dengan melakukan tes ini, anemia hemolitik autoimun dapat terdeteksi dengan baik.
Selain itu, tes retikulosit juga perlu dilakukan untuk mengukur tingkat sel darah merah yang belum matang. Pemeriksaan ini dapat menentukan apakah sumsum tulang dapat memproduksi sel darah merah dengan baik atau tidak.
Baca juga: Buah-buahan Penambah Darah untuk Mencegah Anemia
Tes aglutinin dingin juga dilakukan untuk mencari antibodi tingkat tinggi yang terkait dengan infeksi virus penyebab anemia hemolitik autoimun. Selain dapat menyebabkan berkurangnya sel darah merah, virus ini juga berisiko menyebabkan gangguan pada paru-paru.
Gejala yang ringan nyatanya dapat diatasi dengan melakukan perawatan mandiri di rumah. Perbanyak istirahat, air putih, dan konsumsi makanan dengan nutrisi baik untuk produksi darah. Namun, jika kamu mengalami anemia berat, transfusi darah menjadi penanganan pertama untuk kondisi ini.