Kapan Induksi Persalinan Dilakukan pada Ibu Hamil?
Halodoc, Jakarta - Ibu hamil biasanya sudah tak asing dengan proses induksi atau induksi kehamilan. Induksi adalah proses untuk merangsang kontraksi rahim sebelum kontraksi alami terjadi. Proses ini bertujuan untuk mempercepat proses persalinan.
Hal yang perlu digarisbawahi, prosedur induksi tidak boleh dilakukan sembarangan, sebab banyak risiko yang bisa terjadi pada bumil nantinya. Lantas, kapan induksi kehamilan perlu dilakukan?
Baca juga: Ketuban Pecah, Ini Tanda-Tanda Melahirkan
1. Mengidap Kondisi tertentu
Menurut ahli di National Health Service (NHS) dokter akan menawarkan prosedur induksi pada bumil bila dirinya mengidap kondisi kesehatan tertentu. Contohnya diabetes, tekanan darah tinggi, atau kolestasis intrahepatik pada kehamilan. Induksi ini dilakukan bila masalah kesehatan di atas dinilai berdampak pada kondisi dan pertumbuhan bayi.
2. Melewati Waktu Persalinan
Prosedur induksi kehamilan juga mungkin direkomendasikan bila bumil telah melewati waktu persalinan. Masih menurut NHS, induksi ditawarkan pada bumil yang tidak melahirkan secara alami dalam 42 minggu. Hati-hati, kondisi ini bisa meningkatkan risiko bayi meninggal di dalam kandungan.
Baca juga: 5 Masalah Kesehatan yang Rentan Dialami Ibu Hamil
3. Air Ketuban Pecah
Induksi kehamilan mungkin dilakukan bila bumil mengalami pecah ketuban, tapi belum merasakan kontraksi. Menurut ahli di American Pregnancy Association, pecahnya air ketuban bisa meningkatkan risiko infeksi pada bumil dan bayi.
Namun, pertimbangan induksi ini berbeda-beda pada usia kehamilan. Contohnya, jika air ketuban pecah di usia kehamilan kurang dari 34 minggu, induksi mungkin ditawarkan bila memang prosedur tersebut merupakan jalan terbaik. Pasalnya, bayi yang lahir di bawah usia 37 minggu rentan terhadap berbagai masalah akibat kelahiran prematur.
Metode dan Risiko Induksi Kehamilan
Saat melakukan prosedur induksi, dokter memiliki berbagai metode yang dipilih sesuai kondisi dan permasalahan yang dialami bumil. Nah, berikut beberapa contoh metode induksi yang umumnya dilakukan.
- Membrane Sweep
Motode induksi ini dilakukan dengan menyapukan jari di sekeliling leher rahim, untuk memisahkan lapisan kantung ketuban dengan leher rahim. Nah, ketika keduanya telah terpisah, maka terjadi pelepasan hormon prostaglandin yang dapat memicu persalinan.
Baca juga: 4 Masalah Trimester Pertama Kehamilan yang Perlu Diketahui
- Memecah Air Ketuban
Proses yang disebut dengan amniotomi ini dilakukan bila ketuban belum juga pecah menjelang persalinan atau bila persalinan berlangsung lama. Amniotomi ini dilakukan bila kepala bayi telah sampai pada panggul bawah, dan leher rahim telah setengah terbuka. Hal yang perlu diingat, induksi kehamilan bukan prosedur medis yang bebas risiko.
Pada beberapa kasus, prosedur induksi persalinan bisa menimbulkan berbagai masalah pada bumil dan janin. Misalnya:
- Lebih sakit dibandingkan persalinan normal.
- Bila dilakukan terlalu dini dapat menyebabkan kelahiran prematur.
- Meningkatkan risiko gangguan pada tali pusat yang masuk ke dalam vagina sebelum persalinan. Kondisi ini bisa menekan tali pusat dan mengurangi aliran oksigen pada bayi.
Meski jarang terjadi, induksi kehamilan bisa saja menyebabkan pecahnya rahim karena bayi keluar dari dinding rahim ke rongga perut ibunya. Biasanya, dokter akan melakukan operasi caesar untuk mengatasi kondisi ini.
Itulah hal yang perlu dipahami tentang induksi persalinan. Sebaiknya bumil juga rutin memeriksakan diri ke dokter kandungan. Jika terjadi gangguan saat kehamilan dan tidak sempat keluar rumah, bisa langsung bertanya pada dokter melalui aplikasi Halodoc, kapan saja dan di mana saja.