Ini Fakta Terapi Antibodi Monoklonal untuk Atasi COVID-19

Ditinjau oleh  dr. Fadhli Rizal Makarim   02 Agustus 2021
Ini Fakta Terapi Antibodi Monoklonal untuk Atasi COVID-19Ini Fakta Terapi Antibodi Monoklonal untuk Atasi COVID-19

“Salah satu terapi yang sudah dimasukkan ke dalam Surat Usulan Revisi Pedoman Tata Laksana COVID-19 di Indonesia adalah terapi antibodi monoklonal. Namun, terapi ini dikhususkan untuk mereka yang gejalanya masih ringan dan yang belum menggunakan terapi oksigen. Terapi ini memanfaatkan protein buatan yang dirancang untuk memblokir perlekatan dan masuknya virus ke sel tubuh manusia.” 

Halodoc, Jakarta – Seiring berjalannya waktu, sudah semakin banyak obat dan vaksin yang telah terbukti mampu mengatasi COVID-19. Salah satunya adalah terapi antibodi monoklonal yang diklaim mampu mengurangi waktu rawat inap serta mencegah perburukan gejala. Namun, obat ini hanya bisa diberikan untuk pasien COVID-19 yang gejalanya masih ringan dan belum memerlukan terapi oksigen.

Di Amerika Serikat, U.S. Food and Drugs Administration juga telah menyetujui penggunaan darurat terapi antibodi monoklonal ini sejak Februari 2021. Ada dua jenis obat yang digunakan dalam obat ini, yakni bamlanivimab dan etesevimab. Hasil uji klinik fase pertama dan kedua di tingkat global menunjukkan keamanan, efektivitas, serta efikasi yang menjanjikan dari penggunaan obat tersebut.

Baca juga: Ini Fakta tentang Obat Avigan sebagai Terapi COVID-19

Apa Itu Terapi Antibodi Monoklonal? 

Antibodi monoklonal adalah protein buatan laboratorium yang meniru kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk melawan patogen berbahaya seperti virus. Bamlanivimab dan etesevimab adalah antibodi monoklonal yang secara khusus ditujukan untuk protein spike dari virus SARS-CoV-2, sehingga dapat memblokade perlekatan dan masuknya virus ke dalam sel manusia. Bamlanivimab dan etesevimab ini akan mengikat ke lokasi yang berbeda tetapi akan bekerja secara bersamaan pada protein spike virus.

Dalam uji klinis pasien  COVID-19 dengan derajat ringan-sedang, infus tunggal bamlanivimab dan etesevimab yang diberikan bersama-sama secara signifikan mengurangi rawat inap dan kematian terkait COVID-19. Meski begitu, keamanan dan efektivitas dalam laporan uji investigasi dalam pengobatan COVID-19  masih terus dievaluasi. 

Namun, pengobatan dengan bamlanivimab dan etesevimab belum diteliti pada pasien yang dirawat di rumah sakit karena COVID-19. Sebab saat ini uji klinis terapi monoklonal baru terbatas pada pasien rawat jalan.  Selain itu, terapi antibodi monoklonal, seperti bamlanivimab dan etesevimab, dapat menunjukkan hasil klinis yang lebih buruk ketika diberikan kepada pasien rawat inap dengan COVID-19 yang membutuhkan oksigen aliran tinggi atau ventilasi mekanis.

Pengujian yang dilakukan di perusahaan farmasi Korea Selatan, Celltrion Healthcare, telah menunjukkan hasil potensial untuk pengobatan COVID-19 bagi orang dewasa dengan gejala ringan ke sedang. Terapi tersebut bahkan terbukti mampu menunjukkan aktivitas netralisasi kuat terhadap varian virus SARS-CoV-2 wild type atau beberapa varian yang kini menjadi perhatian seperti varian Alpha (B 117), Delta (B 1617), Beta (B 1351), sampai Gamma (P1).

Baca juga: Perawatan Infeksi COVID-19 Berdasarkan Tingkat Gejalanya

Penggunaan Fakta Terapi Antibodi Monoklonal di Indonesia

Di Indonesia, izin eksklusif terapi antibodi monoklonal Regdanvimab dengan merek RegkironaTM kini dipegang oleh Dexa Medica (Dexa Group). Dr. Raymond Tjandrawinata yang merupakan Executive Director Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS) menyebutkan bahwa RegkironaTM sebagai salah satu pilihan obat antivirus COVID-19 untuk pasien COVID-19 di Indonesia telah melalui uji klinik fase III dengan hasil positif. 

Raymond menjelaskan bahwa kini sejumlah perhimpunan profesi dokter Indonesia telah memasukkan rekomendasi terapi antibodi monoklonal, salah satunya Regdanvimab dalam Surat Usulan Revisi Pedoman Tata Laksana COVID-19 tertanggal 14 Juli 2021. Dexa Group juga sudah mendapatkan izin edar atau emergency use authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk mengimpor RegkironaTM ke Indonesia secara berkelanjutan, sesuai kebutuhan rumah sakit dan dokter untuk perawatan pasien COVID-19.

Efek Samping yang Perlu Diwaspadai

Ada beberapa efek samping yang serius dan tak terduga dari terapi antibodi monoklonal, ini  termasuk hipersensitivitas, anafilaksis, dan reaksi terkait infus. Namun, efek ini hanya untuk pemberian bamlanivimab tanpa pemberian bersama etesevimab. Selain itu, perburukan klinis setelah pemberian bamlanivimab juga telah dilaporkan, meskipun tidak diketahui apakah kejadian ini terkait dengan penggunaan bamlanivimab atau karena perkembangan COVID-19. Kemungkinan efek samping dari bamlanivimab dan etesevimab yang diberikan bersamaan adalah mual, pusing, pruritus, dan ruam.

Baca juga: Rekomendasi Asupan Vitamin untuk Pengidap COVID-19

Itulah beberapa hal yang perlu kamu pahami mengenai terapi antibodi monoklonal. Jika kamu masih ingin tahu lebih banyak mengenai obat ini, kamu bisa menanyakannya pada dokter. Namun, jika kamu atau orang terdekatmu sudah sembuh dari COVID-19, maka sebaiknya tetap lakukan pemeriksaan di rumah sakit untuk mencegah efek jangka panjang dari virus ini. Kamu juga bisa buat janji rumah sakit lewat Halodoc supaya lebih mudah. Praktis bukan? Yuk gunakan aplikasi Halodoc sekarang!

Referensi:
Berita Satu. Diakses pada 2021. Terapi Antibodi Monoklonal Regdanvimab Efektif Netralisasi Varian Baru Covid-19.
Medical News Today. Diakses pada 2021. COVID-19: What is Monoclonal Antibody Therapy?
U.S. Food and Drugs Administration. Diakses pada 2021. Coronavirus (COVID-19) Update: FDA Authorizes Monoclonal Antibodies for Treatment of COVID-19.
U.S. National Institute of Health. Diakses pada 2021. Anti-SARS-CoV-2 Monoclonal Antibodies.