Ini 4 Alasan Perempuan Lebih Rentan Menjadi Korban Kekerasan
“Dibanding laki-laki, perempuan lebih sering dan lebih rentan menjadi korban kekerasan. Ada berbagai faktor yang bisa menjadi penyebabnya, seperti kurang berpengalaman, tingkat pendidikan yang lebih rendah, hingga kurangnya pendidikan seksual.”
Halodoc, Jakarta – Belakangan ini berita tentang kekerasan yang menimpa wanita semakin banyak terdengar. Baik itu kekerasan dalam rumah tangga, keluarga, maupun kekerasan seksual.
Siapa saja, tidak peduli usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi atau latar belakang budayanya, bisa menjadi korban kekerasan. Namun, harus diakui bahwa perempuan secara signifikan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami kekerasan daripada laki-laki.
Berdasarkan perkiraan yang diterbitkan oleh World Health Organization (WHO), sekitar 1 dari 3 (30 persen) wanita di seluruh dunia sudah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dari pasangan intim mereka, atau kekerasan seksual dari yang bukan pasangan mereka.
Sedangkan di Indonesia, terkumpul sebanyak 338.496 kasus kekerasan berbasis gender (KBG) terhadap perempuan pada tahun 2021. Jumlah tersebut meningkat tajam, bila dibandingkan total kasus pada 2020 sebanyak 226.062.
Lantas, apakah alasannya yang membuat perempuan lebih rentan menjadi korban kekerasan dan bagaimana cara menghadapinya? Simak penjelasannya di sini.
Alasan Perempuan Rentan Menjadi Korban Kekerasan
Faktor risiko terbesar untuk menjadi korban kekerasan seksual atau kekerasan dalam rumah tangga dan keluarga adalah menjadi seorang perempuan. Meskipun ada juga beberapa perempuan yang melakukan perbuatan tidak terpuji tersebut, tapi pada kebanyakan kasus, laki-lakilah yang lebih sering melakukan kekerasan terhadap pasangannya dibandingkan perempuan.
Perempuan lebih mungkin dibandingkan laki-laki untuk mengalami kekerasan fisik atau seksual, atau mengalami pelecehan emosional oleh pasangan. Imbasnya, mereka juga lebih mungkin mengalami kecemasan dan ketakutan.
Kekerasan dan pelecehan emosional yang dialami wanita, umumnya dilakukan oleh mantan pasangan daripada oleh pasangannya saat ini. Mereka juga lebih mungkin dibunuh oleh pasangan pria saat ini atau sebelumnya daripada oleh orang lain.
Data juga menunjukkan bahwa meskipun lebih jarang terjadi, ketika perempuan membunuh pasangan laki-laki mereka, ada riwayat kekerasan dalam rumah tangga oleh pasangan laki-laki di lebih dari 70 persen kasus.
Selain itu, sifat dan konsekuensi dari kekerasan laki-laki berbeda secara signifikan dari kekerasan perempuan. Contohnya, kekerasan laki-laki bisa lebih parah, dan lebih cenderung menimbulkan cedera serius, melibatkan pelaksanaan kontrol paksaan, serta menimbulkan ketakutan dibandingkan bila perempuan yang melakukan kekerasan.
Penelitian lebih lanjut menjelaskan bahwa pembingkaian gender dari kekerasan dalam rumah tangga dan keluarga, mengakui bahwa bentuk kekerasan ini terjadi dalam konteks yang lebih luas, dari ketidakberuntungan dan ketidaksetaraan sosial dan ekonomi, yang dialami oleh perempuan dalam kaitannya dengan laki-laki. Hal itu berarti bahwa bagi beberapa perempuan, ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan kerentanan mereka dalam mengalami kekerasan.
Nah, berikut alasan perempuan lebih sering menjadi korban kekerasan:
1. Kurang berpengalaman
Perempuan, terutama yang masih berusia muda, biasanya tidak berpengalaman, sehingga lebih sering terjebak dalam hubungan yang tidak sehat di mana mereka mengira kontrol dari pasangan sebagai wujud cinta.
2. Tingkat pendidikan yang lebih rendah
Rendahnya tingkat pendidikan juga sering kali membuat perempuan tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang baik, sehingga cenderung untuk menikah dan menggantungkan hidup pada suami. Mereka juga sering mengambil keputusan untuk tetap bertahan dalam hubungan yang kasar karena takut akan kemiskinan.
3. Budaya yang meninggikan laki-laki
Adanya budaya atau norma-norma dalam masyarakat yang lebih mengistimewakan, atau menganggap laki-laki memiliki status yang lebih tinggi dari perempuan, juga turut menjadi faktor risiko kekerasan terhadap perempuan. Dalam hubungan rumah tangga, perempuan juga diajarkan untuk tunduk pada suami, sehingga harus menerima apa pun perlakuan suami meskipun dengan kekerasan.
4. Kurangnya pendidikan seksual
Kurangnya pendidikan seksual yang memadai, baik di sekolah maupun dari orang tua juga menjadi salah satu alasan perempuan semakin berisiko mengalami kekerasan seksual. Pakar pendidik kesehatan seksual mengaitkan kejadian tersebut dengan pendidikan seks, khususnya ajaran seputar hubungan dan persetujuan.
Banyak orang (baik perempuan maupun laki-laki) yang terlibat dalam kekerasan seksual, tidak menerima banyak bimbingan mengenai hubungan yang sehat. Contohnya seperti bagaimana mengenali tanda-tanda hubungan yang tidak sehat, bagaimana menetapkan batasan dan menegaskannya, atau bagaimana mengenali batasan orang lain.
Sering kali, model utama dalam sebuah hubungan adalah orang tua atau media, yang faktanya tidak selalu menjadi “contoh terbaik.” Akibatnya, banyak orang tidak tahu seperti apa pelecehan itu sampai mereka mengalaminya.
Itulah beberapa kemungkinan alasan wanita lebih rentan mengalami kekerasan seksual. Bila kamu salah satu perempuan yang mengalaminya, carilah bantuan pada orang terdekat, seperti keluarga atau sahabat.
Kamu juga perlu dengan tegas memutuskan hubungan yang melibatkan kekerasan di dalamnya. Bila kamu merasa kesehatan mentalmu juga terganggu, tanyakanlah pada psikolog melalui aplikasi Halodoc. Yuk, download aplikasi Halodoc sekarang di App Store atau Google Play!