Idap Fibrilasi Atrium, Perlukah Pemasangan Alat Pacu Jantung?
Halodoc, Jakarta - Siapa bilang masalah pada jantung hanya serangan jantung saja? Ada fibrilasi atrium, yang walaupun mungkin belum terlalu familiar di telinga, tak bisa disepelekan karena bisa meningkatkan risiko terjadinya penggumpalan darah, stroke, dan gagal jantung. Fibrilasi atrium adalah kondisi ketika serambi (atrium) jantung berdenyut dengan tidak beraturan dan cepat. Konon, kondisi ini mengharuskan pengidapnya memasang alat pacu jantung, benarkah?
Dalam keadaan normal, jantung berdetak dengan irama beraturan agar dapat mengalirkan darah dari serambi (atrium) jantung ke bilik (ventrikel) jantung, untuk selanjutnya dialirkan ke paru-paru atau ke seluruh tubuh. Namun, pada fibrilasi atrium, hantaran listrik pada jantung dan irama denyut jantung mengalami gangguan. Kondisi ini menyebabkan atrium gagal mengalirkan darah ke ventrikel.
Fibrilasi atrium dapat muncul karena penyakit lain atau bisa juga terjadi orang yang sehat tanpa gangguan medis tertentu. Rentang waktu terjadinya juga bervariasi. Ada yang hanya sesekali muncul dan berlangsung dalam hitungan menit atau jam, lalu setelah itu dapat pulih dengan sendirinya, yang disebut sebagai fibrilasi atrium paroksismal (occasional).
Baca juga: Orang Kantoran Bisa Kena Fibrilasi Atrium Kalau Terlalu Stres Kerja
Ada juga yang memakan waktu lebih lama, yaitu lebih dari satu minggu (persistent), lebih dari satu tahun (long-standing persistent), bahkan kronis atau menetap (permanent). Untuk ketiga jenis yang disebutkan terakhir tersebut, diperlukan obat atau metode penanganan medis lainnya guna menormalkan sistem penghantaran listrik jantung.
Meski tidak mengancam nyawa, fibrilasi atrium membutuhkan penanganan yang yang serius guna menghindari komplikasi yang lebih parah. Penanganan yang dilakukan tergantung dari jenis dan tingkat keparahan gejala yang dirasakan oleh pengidap.
Pemasangan Alat Pacu Jantung adalah Jalan Terakhir
Alat pacu jantung adalah adalah alat yang dipasang pada tulang selangka di bawah kulit. Fungsinya adalah untuk mengirimkan sinyal listrik yang dapat mempertahankan denyut jantung dalam keadaan normal. Namun, pemasangan alat pacu jantung untuk mengatasi fibrilasi atrium adalah jalan terakhir, setelah berbagai metode pengobatan yang diberikan dokter tidak mampu mengatasi atau mengurangi gejala yang dialami.
Baca juga: Fibrilasi Atrium Picu Terjadinya Stroke, Kok Bisa?
Selain pemasangan alat pacu jantung, ada prosedur bedah lain yang juga dapat dilakukan untuk mengatasi fibrilasi atrium yang sudah parah. Adalah maze procedure, prosedur bedah jantung terbuka yang dilakukan dengan membuat sayatan-sayatan kecil pada bagian atas jantung. Sayatan tersebut akan membentuk jaringan parut yang dapat menghambat penghantaran impuls listrik abnormal penyebab fibrilasi atrium. Hasilnya, detak jantung yang terlalu cepat dapat kembali normal.
Namun, kedua metode yang telah dijabarkan itu, sekali lagi, merupakan jalan terakhir. Dalam mengatasi fibrilasi atrium, dokter biasanya akan memilih metode pengobatan berdasarkan pada kondisi medis yang dialami, termasuk jangka waktu berlangsungnya gejala. Tujuan pengobatan adalah untuk mengembalikan dan mempertahankan irama jantung, serta mencegah penyumbatan darah.
Cara awal yang bisa dilakukan adalah melalui pemberian obat-obatan, seperti:
- Obat antikoagulan, untuk mencegah terjadinya penggumpalan darah dan mengatasi penyumbatan darah yang sudah terjadi. Contoh obat yang biasanya diberikan adalah aspirin dan warfarin. Kendati demikian, obat antikoagulan memiliki efek samping berupa risiko perdarahan.
- Obat pengendali denyut jantung, untuk mengendalikan atau mengembalikan denyut jantung ke posisi normal. Obat yang dapat diberikan adalah penghambat beta untuk membuat denyut jantung lebih lambat (contohnya atenolol, bisoprolol, atau metoprolol), obat penghambat kanal kalsium untuk mengurangi kontraksi sel otot (contohnya diltiazem dan verapamil), serta digoxin untuk mengurangi percepatan denyut jantung dari atrium ke ventrikel.
- Antiaritmia untuk mencegah terjadinya fibrilasi atrium di masa mendatang. Contoh obat-obatan ini adalah dofetilide, flecainide, propafenone, amiodarone, atau sotalol. Efek samping yang mungkin timbul adalah pusing, mual, atau kelelahan.
Baca juga: 7 Faktor Risiko Jantung Berdetak Sangat Cepat
Selain pemberian obat, terdapat juga beberapa pilihan tindakan non-invasif (tanpa pembedahan). Tindakan tersebut dapat berupa:
- Electrical cardioversion. Dalam prosedur ini, diberikan kejutan listrik pada daerah dada. Kejutan listrik tersebut akan menghentikan aktivitas listrik jantung untuk sesaat dan selanjutnya dapat mengembalikan denyut jantung menjadi normal. Prosedur ini didahului dengan pembiusan.
- Ablasi kateter. Prosedur ini adalah untuk menonaktifkan titik-titik pencetus listrik abnormal pada jantung, dengan memasukkan suatu alat ablasi dengan kateter lewat pembuluh darah di daerah lipat paha ke arah jantung.
- Ablasi nodus atrioventrikular. Prosedur ini dilakukan untuk menonaktifkan nodus atrioventrikular (AV node), sehingga sinyal listrik abnormal dari atrium tidak diteruskan ke ventrikel. Dengan tidak berfungsinya AV node, ventrikel jantung tidak mendapatkan impuls listrik dan berhenti berdenyut. Untuk itu, dipasangkan sebuah alat pacu jantung untuk memberikan impuls listrik yang normal pada ventrikel.
Itulah sedikit penjelasan tentang fibrilasi atrium. Jika kamu membutuhkan informasi lebih lanjut soal hal ini atau gangguan kesehatan lainnya, jangan ragu untuk mendiskusikannya dengan dokter pada aplikasi Halodoc, lewat fitur Talk to a Doctor, ya. Mudah kok, diskusi dengan dokter spesialis yang kamu inginkan pun dapat dilakukan melalui Chat atau Voice/Video Call. Dapatkan juga kemudahan membeli obat menggunakan aplikasi Halodoc, kapan dan di mana saja, obatmu akan langsung diantar ke rumah dalam waktu satu jam. Yuk, download sekarang di Apps Store atau Google Play Store!
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan