Ibu, Kenali Tahap Perkembangan Emosional Anak dari Bayi hingga Remaja
“Perkembangan emosional anak terbentuk dan berkembang sejak bayi hingga remaja. Secara umum, emosional anak dapat dipengaruhi oleh orang sekitarnya, seperti orang tua atau teman sebaya.”
Halodoc, Jakarta – Perkembangan emosional adalah munculnya pengalaman, ekspresi, pemahaman, dan pengaturan emosi. Perlu orang tua pahami, perkembangan emosional pada anak muncul sejak mereka lahir dan terus terbentuk pada tahap pertumbuhan anak selanjutnya. Dengan kata lain perkembangan emosional anak muncul sejak bayi hingga remaja, serta dewasa kelak.
Sementara itu, perkembangan emosional terjadi bersamaan dengan perkembangan saraf, kognitif, dan perilaku. Selain itu juga muncul dalam konteks sosial dan budaya tertentu. Berikut tahapan perkembangan emosional anak dari bayi hingga remaja yang perlu orang tua ketahui.
Tahap Perkembangan Emosional Anak
Berikut ini tahap perkembangan emosional anak dari bayi hingga remaja:
1. Masa bayi
Ekspresi emosi selama bayi merupakan transisi dari masa ketergantungan penuh pada orang tua ke mandiri. Bayi memiliki emosional yang mendorongnya untuk terus bereksplorasi sebagai perkembangan kognitifnya.
Sementara itu, senyum dan ekspresi kegembiraan lainnya merupakan bentuk interaksi dan hubungan keterkaitan yang sehat dengan pengasuh utama atau orang tua. Sedangkan ekspresi sedih merupakan bentuk interaksi untuk empati dan permintaan tolong. Ekspresi marah dari bayi menandakan bahwa ia sedang protes atau merasa tidak nyaman.
Para penelitian mengatakan bahwa senyum neonatus (tidak sengaja) sudah ada sejak lahir, sedangkan senyum disengaja muncul sejak usia enam minggu. Pada usia empat hingga lima bulan, bayi secara selektif tersenyum pada wajah yang dikenalnya dan pada bayi lain.
Perlu diketahui juga, ekspresi orang tua yang ditunjukkan secara konsisten pada bayi dapat mempengaruhi bayi. Misalnya, jika ayah dan ibu selalu menunjukkan ekspresi emosi negatif pada awal masa bayi, maka bayi dapat merasakannya dan merespon secara berbeda terhadap ekspresi emosi negatif. Misalnya dengan sedih atau marah pada orang lain.
2. Balita dan anak usia dini
Selama periode balita, pematangan pada lobus frontal dan sirkuit limbik di otak berlangsung cepat, sehingga muncul pengenalan diri. Karenanya, balita berusaha untuk menjadi lebih mandiri, dan ekspresi kemarahan dan penolakan meningkat untuk mempertahankan pendiriannya.
Kemampuan balita untuk membedakan diri dari orang lain juga mendorong perilaku empati dasar dan pemahaman moral. Pada tahun kedua kehidupan, balita dapat merespons sinyal negatif dari orang lain, dan mereka memiliki respons emosional khusus terhadap tindakan negatif mereka sendiri.
Balita dan anak usia dini juga belum memiliki emosi sadar diri, atau belum terbentuk sempurna. Emosi sadar diri yaitu berupa rasa malu, bersalah, dan bangga.
3. Masa kanak-kanak tengah dan akhir
Selama masa kanak-kanak pertengahan dan akhir, konsep diri yang stabil berdasarkan pengalaman emosional khas anak muncul. Dengan peningkatan kapasitas untuk refleksi diri, anak memperoleh pemahaman tentang emosi sadar diri.
Akibatnya, pengalaman emosi sadar diri yang konsisten berdampak pada konsep diri anak. Misalnya, muncul kecenderungan untuk mengalami rasa malu dibandingkan rasa bersalah, sebagai respon terhadap pelanggaran. Perasaan tersebut akan mempengaruhi harga diri anak dan dapat mendorong kecenderungan untuk merespons dengan agresi atau kekerasan.
Selain itu, anak juga mulai memahami bahwa suatu situasi atau peristiwa dapat menyebabkan pengalaman berbagai emosi yang bercampur. Misalnya, anak yang lebih besar memahami tentang perpisahan dengan saudara kandung mungkin menjadi peristiwa yang membahagiakan sekaligus menyedihkan.
4. Masa Remaja
Seiring masa remaja, anak akan lebih mandiri. Mereka juga lebih suka menghabiskan waktu bersama teman sebaya dibandingkan dengan keluarga. Remaja juga jadi kurang bergantung secara emosional pada orang tuanya, tapi emosional ini sering muncul setelah adanya konflik dan peningkatan pengalaman emosi negatif.
Remaja muda sering mengalami lebih banyak pengaruh negatif. Namun, pengaruh negatif akan berkurang selama tahun-tahun sekolah menengah atas (SMA). Perlu diketahui, anak perempuan lebih cenderung mengalami periode konsep negatif yang lebih tinggi, dibandingkan anak laki-laki.
Sementara itu remaja secara keseluruhan, cenderung mengalami emosi negatif yang lebih ekstrem, baik negatif maupun positif, dibandingkan orang tuanya. Bahkan, dalam menanggapi peristiwa yang sama.
Selama masa remaja juga muncul kapasitas untuk berpikir abstrak. Kemungkinan sebagai dampak atau bagian dari masa puber. Remaja juga membutuhkan penerimaan oleh teman sebayanya. Jika tidak, maka ia dapat menghadapi berbagai risiko, seperti putus sekolah dan kenakalan.
Namun, disisi lain emosi remaja dapat terpengaruh oleh pergaulan antar sesama remaja. Jika ia mendapatkan teman yang memiliki emosi positif, maka anak juga memiliki emosi positif, begitu juga sebaliknya.
Secara keseluruhan, hubungan teman sebaya yang positif dan mendukung selama masa remaja, akan mendorong perkembangan emosional dan kesehatan mental yang sehat saat remaja hingga memasuki usia dewasa.
Itulah yang perlu diketahui tentang perkembangan emosional anak dari bayi hingga remaja. Dibutuhkan kesabaran dan pembelajaran tanpa henti dari orang tua untuk menghadapi dan membentuk emosional yang baik pada anak dari waktu ke waktu.
Jika anak mengalami tantangan masalah kesehatan, sebaiknya segera kunjungi dokter di rumah sakit pilihan. Ibu juga bisa membuat janji medis di rumah sakit pilihan melalui aplikasi Halodoc. Yuk, download aplikasi Halodoc sekarang juga!
Referensi:
Empowered Parents. Diakses pada 2022. The Stages of Emotional Development in Early Childhood
Britannica. Diakses pada 2022. emotional development
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan