Gangguan Tidur yang Sering Terjadi pada Anak
Halodoc, Jakarta – Gangguan tidur pada anak-anak dan remaja adalah kondisi yang umum terjadi. Kualitas dan kuantitas tidur yang buruk pada anak-anak kerap memberikan dampak pada kondisi lain mulai dari perilaku, perkembangan dan sosial, kelainan berat badan, hingga pada proses belajar di sekolah.
Obstructive sleep apnea, sleepwalking, sindrom kaki gelisah adalah beberapa gangguan tidur yang sering terjadi pada anak. Untuk penanganan gangguan tidur pada anak, diperlukan pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan anak mengevaluasi gejala dan mendiagnosis gangguan tidur.
Mengenal Gangguan Tidur pada Anak
Menurut data kesehatan yang dipublikasikan oleh American Family Physician disebutkan kalau 50 persen anak-anak akan mengalami masalah tidur. Gejalanya bisa dilihat dari kantuk di siang hari, lekas marah, masalah perilaku, kesulitan belajar, dan kinerja akademis yang buruk. Obstructive sleep apnea terjadi pada 1–5 persen anak-anak.
Obstructive sleep apnea (OSA) ditandai oleh obstruksi jalan napas bagian atas yang mengganggu pola dan ventilasi tidur normal. OSA dapat dikaitkan dengan obesitas, jaringan lunak berlebihan di saluran napas atas, penurunan ukuran lumen jalan napas atas, atau kegagalan otot dilator faringeal.
Baca juga: Terlalu Sering Bergerak saat Tidur Ini Penyebabnya
Namun, pada anak-anak, obstruksi ini terutama disebabkan oleh pembesaran amandel dan kelenjar gondok. Mendengkur adalah gejala klasik OSA, tetapi tidak semua anak yang mendengkur memiliki kondisi tersebut.
Prevalensi kebiasaan mendengkur pada anak-anak adalah 27 persen. Ini yang dapat mempersulit pengidentifikasian OSA. Gejala umum lainnya adalah sakit kepala di pagi hari, dan kantuk di siang hari yang berlebihan.
Namun, anak-anak di usia lebih kecil kemungkinannya mengalami kantuk di siang hari daripada orang dewasa. Kantuk pada anak-anak lebih mungkin dikarenakan suasana hati yang tertekan, konsentrasi yang buruk, penurunan perhatian, atau masalah perilaku.
Penanganan Sleepwalking pada Anak
Parasomnias seperti sleepwalking (somnambulism), sleep talking (somniloquy), rangsangan kebingungan, teror tidur, dan mimpi buruk juga menjadi gangguan tidur yang dialami rata-rata anak.
Sebagian besar parasomnia, seperti sleepwalking, sleep talk, arousals confusional, dan teror tidur, terjadi pada paruh pertama periode akan tidur. Sebaliknya, mimpi buruk biasanya terjadi pada paruh terakhir dari periode tidur.
OSA adalah pemicu umum untuk parasomnia, dan tinjauan studi menunjukkan bahwa lebih dari setengah anak-anak yang mengalami teror tidur atau berjalan-jalan tidur juga mengidap OSA. Bila anak mengalami sleepwalking, orangtua harus tahu angkah-langkah keselamatan.
Misalnya, mengunci pintu dan jendela, menggunakan alarm gerak pada anak, membersihkan lantai dari mainan atau benda yang cukup tajam untuk melukai bila terinjak, ataupun meletakkan kasur/alas di lantai.
Baca juga: Hati-Hati, Kurang Tidur Bisa Bikin Sakit Kepala
Anak-anak yang menunjukkan perilaku berbahaya atau kasar serta tidak responsif terhadap perawatan konservatif harus dirujuk ke perawatan medis untuk evaluasi lebih lanjut. Informasi lebih detail mengenai gangguan tidur pada anak bisa ditanyakan ke aplikasi Halodoc.
Dokter yang ahli di bidangnya akan berusaha memberikan solusi terbaik untukmu. Caranya, cukup download Halodoc lewat Google Play atau App Store. Melalui fitur Contact Doctor kamu bisa memilih mengobrol lewat Video/Voice Call atau Chat, kapan dan di mana saja tanpa perlu ke luar rumah.
Penanganan Gangguan Tidur pada Anak
Bagaimana penanganan gangguan tidur pada anak? Dokter harus mengedukasi orangtua tentang pola tidur normal, kebersihan tidur yang baik, menetapkan batasan, dan rencana tidur yang semestinya ke anak.
Rencana-rencana ini harus fokus pada pemberian makan yang teratur dan konsisten, waktu tidur siang, rutinitas sebelum tidur, dan waktu bangun tidur. Bayi lebih cenderung akan tertidur dengan sendirinya ketika ditempatkan secara konsisten di tempat tidur.
Menciptakan rutinitas yang teratur akan membangun kebiasaan dan pola yang pada akhirnya anak akan belajar sendiri bagaimana tertidur di ranjang. Anak akan mengenal waktu tidurnya sehingga menjadikannya sebagai kebiasaan tanpa harus disuruh ibunya.