Friends With Benefits, Bisakah Pertemanan Tetap Langgeng?

Ditinjau oleh  Redaksi Halodoc   28 November 2018
Friends With Benefits, Bisakah Pertemanan Tetap Langgeng? Friends With Benefits, Bisakah Pertemanan Tetap Langgeng?

Halodoc, Jakarta - Klasik memang, tapi pada dasarnya teman atau sahabat memang menjadi tempat untuk berbagi suka dan duka. Bahkan menurut para psikolog, persahabatan merupakan kunci kesuksesan kita dalam semua aspek kehidupan.

Hmm, persoalan sebenarnya sih bukan itu yang akan dibahas. Melainkan suatu hal yang jauh lebih dalam dan kompleks. Kira-kira, apa jadinya bila pria dan wanita menjalin pertemanan dengan ketertarikan seksual? Jangan biarkan dahimu terus berkerut. Kimia cinta dan seks memang menyimpan beribu pertanyaan, dan tentu saja misteri.

Bicara mengenai hal ini ada berbagai istilah yang sering digunakan. Mulai dari friends with benefits (FWB), no strings attached, teman tapi mesra, bahkan ada juga “terminologi”-nya yang lebih kasar, yaitu sex bodies.

Pada dasarnya jelas, situasi ini memang bertentangan dengan norma dan budaya di negara kita. Akan tetapi, kita tak boleh menutup mata dan terlalu naif. Sebab, fenomena ini mungkin saja terjadi di lingkungan sekitarmu. Mereka yang menjalin hubungan ini umumnya cenderung tertutup. Takut orang-orang di kanan-kirinya memberikan argumen miring, bahkan menghakimi.

Tanpa Akad, Tanpa Belenggu

Mereka yang menerapkan ikatan ini boleh dibilang agak sangsi dengan persoalan cinta. Misalnya, seperti yang dirasakan Natalie Portman dan Ashton Kutcher dalam film No Strings Attached atau Friends with Benefits yang dibintangi Mila Kunis dan Justin Timberlake.

Seakan-akan pikiran pria dan wanita yang menjalani simbiosis mutualisme ini, tak ubahnya seperti yang dikatakan Novelis dari Inggris, Amy Jenkins.

Saya tak percaya pada romantisme dan cinta. Itu hanyalah perasaan sesaat dari hormon dan bahan kimia yang mendorong kita untuk berhubungan intim. Tak lebih bersifat mistis daripada nikotin dalam rokok yang Anda hisap,”

Friends with benefits dan teman-temannya melibatkan kontak intim secara fisik, tanpa mengaitkan komitmen di dalamnya. Singkat kata, masing-masing pihak tak menolak hubungan fisik yang ditawarkan oleh partnernya. Inginnya sih, satu sama lain enggak perlu saling jatuh cinta dan menjalin hubungan yang rumit.

Sekali lagi, meski hal ini bertentangan dengan norma dan budaya kita, tapi di luar sana khususnya negara Barat, fenomena ini sudah begitu lazim. Mereka yang menerapkanya mungkin saja merasa bosan dan muak dengan hubungan yang “konvensional”. Dengan kata lain, banyak yang kecewa dengan pola pacaran yang cenderung mengikat atau membelenggu karena berbagai macam akad dan kewajiban.

Nah, kembali ke pertanyaan di atas, apa jadinya bila pria dan wanita menjalin pertemanan dengan ketertarikan seksual? Benarkah pertemanan yang tulus ini bisa berlangsung langgeng atau justru sebaliknya, berakhir dengan rasa sepi, kecewa, bahkan patah hati?

Akhir yang Tak Terduga

Bukan ilmuwan namanya kalau enggak bisa membongkar fakta di balik suatu fenomena. Ternyata, hal ini bisa kok dijelaskan dalam kacamata sains. Ada studi menarik yang bisa kamu simak mengenai persoalan ini. Riset yang datang dari ahli di Purdue University and Syracuse University, Amerika Serikat, ini pernah menjadi topik dalam konferensi ilmiah di Omaha, Nebraska, Amerika Serikat.

Subjek studinya mengenai Scientific Study of Sexuality's. Menurut para ahli, sekitar 70 persen orang di lingkaran FWB dapat menyelamatkan hubungan pertemanan mereka, andaikan berhenti melakukan hubungan intim tersebut.

Di konferensi ilmiah itu, Justin Lehmiller, Ph.D., dari Purdue University yang terlibat dalam studi, mempresentasikan obrolan unik. Temanya  "Can Friends Who Have Sex Stay Friends?”. Dia bersama koleganya melakukan penelitian untuk melihat apa yang terjadi pada 200 pasang FWB melalui survei online sekitar 11 bulan lamanya. Hasilnya?

Berdasarkan riset tersebut, sekitar 26 persen subjek penelitian tetap menjalin hubungan FWB. Sementara itu, setidaknya 28 persen dari mereka kembali menjadi teman biasa, tanpa adanya ikatan seksual. Sayangnya, hanya sekitar 15 persen yang berhasil menjadi pasangan romantis yang nyata dan penuh komitmen.

Sedangkan 31 persen lainnya mesti gigit jari, mereka harus rela hubungannya berakhir, bukan pacar bukan pula teman. Kalau kata judul lagu dari penyanyi country asal AS, Timothy McGraw, “Forget About Us!

Kesimpulannya, bila dirimu berharap kalau sang partner akan menjadi cinta sejatimu suatu saat kelak, kemungkinan besar tak akan terjadi. Temuan ini juga menunjukkan bahwa ada banyak hal yang bisa terjadi di balik romansa friends with benefits.

Namun sekali lagi, janganlah berangan-angan kalau hubungan ini akan berujung bahagia. Sebab faktanya, kisah friends with benefits yang berujung happy ending cuma ada di dalam film. Contohnya, No Strings Attached, atau film Friends with Benefits itu sendiri.

Hmm, barangkali mereka yang melakoni jalinan kasih tanpa ikatan ini, setuju dengan perkataan dari aktor, sutradara, sekaligus penulis ternama, Woody Allen. Katanya, “Sex without love is a meaningless experience, but as far as meaningless experiences go it’s pretty damn good.”

Punya keluhan kesehatan? Kamu bisa lho bertanya langsung kepada dokter melalui aplikasi Halodoc. Lewat fitur Chat dan Voice/Video Call, kamu bisa mengobrol dengan dokter ahli tanpa perlu ke luar rumah. Yuk, download aplikasi Halodoc sekarang juga di App Store dan Google Play!

Baca juga: