Film Dua Garis Biru Bukti Remaja Belum Siap Jadi Orangtua?
Halodoc, Jakarta – Dua Garis Biru, film Indonesia yang sempat menuai pro-kontra sebelum resmi ditayangkan, akhirnya rilis juga. Alasannya klise, pihak menganggap film ini mengajarkan hal tidak sesuai normal sosial, yaitu pacaran di luar batas yang berujung hamil di luar nikah. Petisi boikot digagas oleh Gerakan Profesionalisme Mahasiswa Keguruan Indonesia (Garagaraguru) yang diunggah melalui situs Change.org.
Baca Juga: 4 Mitos Hamil Muda yang Perlu Diketahui Calon Ibu
Film Dua Garis Biru Membahas Tentang Pendidikan Seks untuk Remaja
Adanya boikot, membuat sebagian masyarakat yang pro terhadap pesan positif dalam film Dua Garis Biru ikut bereaksi. Mereka membuat petisi tandingan yang diunggah pada situs serupa untuk mengajak orang lain menonton film dan mengambil pesan positif yang ingin disampaikan, yaitu pendidikan seks untuk remaja.
Film Dua Garis Biru mengisahkan tentang Dara (diperankan Zara JKT48) dan Bima (Angga Yunanda), anak SMA yang saling jatuh cinta. Meski mendapat dukungan dan kepercayaan dari banyak pihak, gejolak asmara yang memuncak membuat mereka berpikir pendek. Pasangan muda ini melanggar batas pacaran yang menyebabkan Dara hamil.
Akibatnya jelas, kedua pihak keluarga marah dan meminta mereka mempertanggungjawabkan perbuatannya. Orangtua masing-masing tidak terima kalau anaknya harus married by accident (MBA) dan meminta mereka menganggap anaknya sebagai adik. Hal ini menyiratkan bahwa hamil di luar nikah akan menciptakan problematika baru bagi pihak “pelaku” dan keluarga, khususnya dalam menghadapi tudingan sosial.
Baca Juga: Inilah Risiko Kehamilan Bagi Wanita di Bawah 20 Tahun
Pesan untuk Para Remaja: Pikir Matang Sebelum “Kebablasan”
Banyak pesan positif yang hendak disampaikan dalam film Dua Garis Biru. Salah satunya adalah pentingnya pendidikan seks sejak dini dalam lingkup keluarga, agar sang anak mengetahui batasan dalam pergaulan. Dengan begitu, anak berpikir matang terkait konsekuensi yang ditimbulkan akibat perbuatannya, sebelum “kebablasan” dan berdampak negatif bagi kehidupan. Lagipula, kehamilan yang tidak direncanakan berdampak pada kondisi mental remaja.
Memiliki anak, terlebih akibat kehamilan yang tidak direncanakan, menjadi tantangan tersendiri bagi para ibu muda. Dampaknya bukan hanya pada perubahan fisik, tapi juga kondisi mental sang remaja. Ibu muda rentan mengalami stres akibat kurang tidur, merawat anak, membuat janji dengan dokter, yang seringkali dilakukan bersamaan dengan kegiatan bersekolah. Kondisi ini diperparah dengan adanya tudingan sosial dari lingkungan sekitar, termasuk keluarga, yang belum tentu mampu dihadapi para ibu muda dari kalangan remaja.
Sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal Pediatrics menyebutkan bahwa ibu muda berusia 15-19 tahun berisiko lebih tinggi mengalami postpartum depresi pasca melahirkan, dibanding ibu berusia 25 tahun atau lebih. Kondisi mental lain yang rentan dialami ibu muda adalah baby blues, depresi, gangguan kecemasan, serangan panik, keinginan untuk menyakiti anak, hingga muncul keinginan bunuh diri.
Berbagai risiko tersebut tak ayal membuat remaja yang hamil di luar nikah memutuskan untuk menggugurkan kandungan (aborsi), karena tidak siap menerima tekanan sosial dari lingkungan dan konsekuensi buruk lainnya. Dampak lainnya terkait risiko kehamilan, seperti berat bayi lahir rendah hingga kematian bayi.
Maka itu, penting bagi para orangtua untuk memberikan pendidikan seks pada anak sejak dini. Meski masih dianggap tabu, pendidikan seks sejak dini membantu anak memberi batasan dalam pergaulan agar tidak kebablasan.
Baca Juga: Usia yang Tepat untuk Mulai Pendidikan Seks pada Anak
Jadi, hamil di luar nikah saat usia muda bukan hanya perkara membahayakan kesehatan, tapi juga kesiapan mental. Jika kamu sedang hamil dan memiliki keluhan kesehatan, jangan ragu berbicara dengan kandungan. Sekarang, kamu bisa membuat janji dengan dokter kandungan secara online di rumah sakit pilihan di sini. Kamu juga bisa tanya jawab sama dokter terkait keluhan kehamilan dengan download aplikasi Halodoc.