Dampak Kesehatan Mental yang Bisa Dialami Anak Broken Home

4 menit
Ditinjau oleh  dr. Fadhli Rizal Makarim   09 September 2022

“Pengalaman broken home bisa membuat anak hidup di bawah trauma emosional. Anak menjadi anti-sosial, agresif, dan bahkan rentan melakukan kekerasan.”

Dampak Kesehatan Mental yang Bisa Dialami Anak Broken HomeDampak Kesehatan Mental yang Bisa Dialami Anak Broken Home

Halodoc, Jakarta – Anak atau remaja yang yang orang tuanya bercerai, pisah, ataupun broken home bisa mengalami masalah kesehatan mental. Dimulai dari mengembangkan perasaan sinis ke semua orang, masalah kepercayaan, tidak bisa berkonsentrasi, yang pada akhirnya bisa memicu gangguan kesehatan mental. 

Pengalaman broken home bisa membuat anak hidup di bawah trauma emosional. Anak menjadi anti-sosial, agresif dan bahkan rentan melakukan kekerasan. Informasi selengkapnya mengenai dampak kesehatan mental yang bisa dialami anak broken home bisa dibaca di sini!

Dampak Perceraian pada Kesehatan Mental Anak

Anak-anak dari dari keluarga broken home lebih mungkin mengalami masalah mental ketimbang anak-anak yang orang tuanya tinggal bersama. Keluarga yang terpecah-belah akan membuat rumah penuh dengan konflik dan situasi ini menjadi tidak nyaman untuk anak. 

Cara perpisahan orang tua bisa berdampak pada kesehatan mental anak broken home bisa berbeda-beda, tergantung usia anak. Anak-anak yang masih kecil seringnya berjuang untuk memahami mengapa mereka harus pergi di antara dua rumah. 

Mereka mungkin khawatir dan berpikir jika orang tua mereka dapat berhenti mencintai satu sama lain, maka orang tua mereka pun mungkin berhenti mencintai mereka. Anak-anak mungkin merasa khawatir bahwa perceraian adalah kesalahan mereka. Mereka mungkin takut mereka berperilaku buruk atau mereka mungkin menganggap mereka melakukan sesuatu yang salah.

Dampak perceraian pada kesehatan mental remaja berbeda lagi. Anak remaja mungkin menjadi sangat marah tentang perceraian dan perubahan yang diciptakan akibat perpisahan orang tua. Mereka mungkin menyalahkan salah satu orang tua atas putusnya perkawinan atau mereka mungkin membenci salah satu atau kedua orang tua atas perceraian yang terjadi. 

Tentu saja, setiap situasi adalah unik. Dalam keadaan ekstrem, seorang anak mungkin merasa lega dengan perpisahan. Sebab perceraian berarti akan lebih sedikit pertengkaran dan lebih sedikit stres.

Tapi sebenarnya, perceraian bisa berdampak pada kesehatan mental anak tanpa memandang usia, jenis kelamin, dan latar belakang budaya. Perceraian dapat memicu gangguan penyesuaian pada anak-anak sehingga menimbulkan kecemasan dan depresi. 

Anak-anak dari broken home besar kemungkinan juga lebih mungkin mengalami lebih banyak masalah eksternalisasi. Seperti gangguan perilaku, kenakalan, dan perilaku impulsif daripada anak-anak dari keluarga dengan orang tua lengkap. 

Selain masalah perilaku yang meningkat, anak-anak juga mungkin mengalami lebih banyak konflik dengan teman sebaya setelah perceraian. Tak hanya itu, dampak lanjutan untuk kesehatan mental juga bisa sampai ke prestasi akademik. 

Pendampingan Orang tua pada Anak Broken Home

Perceraian bukanlah suatu akhir, melainkan perjalanan baru. Hal inilah yang semestinya perlu dipahami anak. Sebagai orang tua, ayah dan ibu perlu menjelaskan kepada anak akan hal ini dengan baik.

Menghadapi anak yang mengalami situasi traumatis seperti itu bukanlah hal yang mudah. Ada beberapa hal yang bisa orang tua lakukan sebagai langkah adaptasi anak, yaitu:

1. Jangan Mengubah Rutinitas Anak

Hal terbaik yang dapat ayah dan ibu lakukan adalah tidak mengubah rutinitas anak. Misalnya kalau dulu keluarga punya tradisi makan bersama saat ulang tahun, ada baiknya untuk tetap melakukannya. 

Kemudian, tetaplah dengan panggilan yang sama ketika sedang bersama anak. Ayah tetap memanggil ibu dengan panggilan” mama”  dan juga sebaliknya.

2. Berkomunikasi dengan Anak-Anak 

Jangan berusaha menutupi situasi yang sedang terjadi. Ekspresikan perasaan orang tua kepada anak-anak, tapi jangan ekspresikan kemarahan. Biarkan juga anak-anak mengungkapkan perasaan dan keluh-kesahnya kepada ayah dan ibu. 

3. Kejujuran adalah yang Terbaik

Jujur dengan anak-anak untuk membangun kepercayaan. Bila sejak awal orang tua jujur akan kondisi yang terjadi, anak lebih bisa menerima dan memaklumi. Mereka akan bertindak lebih bertanggung jawab terhadap seluruh situasi dan mencoba memahami sudut pandang orang tua.

4. Jangan Membatasi Anak Bertemu Salah Satu Orang tua

Kesalahan terburuk yang dilakukan beberapa orang tua adalah membatasi anak-anak untuk bertemu dengan orang tua lain dan memutuskan kontak. Ini akan sangat membahayakan kesehatan anak secara emosional.

5. Jangan Bertengkar di Depan Anak-Anak

Bertengkar di depan anak-anak adalah hal yang paling dilarang. Ketika anak-anak melihat orang tua bertengkar, ini akan menghancurkan hati memengaruhi anak untuk melakukan ataupun berpikir negatif. 

6. Bantu Anak Menemukan Hobinya 

Hobi adalah cara yang bagus untuk mengalihkan pikiran anak-anak dari perpisahan orang tua. Hobi bisa macam-macam, seni bela diri, menari, melukis, ini terbukti bisa menjadi cara untuk menghilangkan emosi negatif anak. 

Kalau ternyata perpisahan begitu menyakitkan buat anak-anak, cobalah untuk mengobrolkan masalah ini ke profesional medis. Orang tua bisa membuat janji medis bertemu psikolog lewat aplikasi Halodoc. Belum punya aplikasinya? Yuk, download Halodoc sekarang juga!

Referensi:
Daily Maily.co.uk. Diakses pada 2022. Broken home children are ‘five times more likely to suffer mental troubles’.
Very Well Family. Diakses pada 2022. The Psychological Effects of Divorce on Children.
Times of India. Diakses pada 2022. A child’s worst nightmare; to be brought up in a broken home.