Cara Menjaga Kesehatan Otak dengan Kemampuan Bilingual

Ditinjau oleh  dr. Rizal Fadli   27 Oktober 2020
Cara Menjaga Kesehatan Otak dengan Kemampuan BilingualCara Menjaga Kesehatan Otak dengan Kemampuan Bilingual

Halodoc, Jakarta - Dewasa kini, demi bisa menjalin komunikasi dengan banyak orang dari berbagai belahan dunia, kamu diharuskan untuk tidak hanya menguasai bahasa ibu sebagai bahasa percakapan sehari-hari, tetapi juga bahasa asing, seperti bahasa Inggris, Perancis, atau Korea, Jepang, hingga Mandarin. Sudah pasti, ini akan memudahkan kamu nantinya jika berkunjung ke negara lain. 

Akan tetapi, ternyata memiliki kemampuan dua bahasa atau disebut bilingual tidak hanya baik untuk menunjang komunikasi, tetapi juga sebagai salah satu cara untuk menjaga kesehatan otak. Studi terbaru yang dipublikasikan pada jurnal Neurology, memeriksa catatan klinis dari lebih dari 200 orang yang didiagnosis dengan kemungkinan penyakit Alzheimer

Para peneliti menemukan bahwa mereka yang telah memiliki kemampuan berbicara dua bahasa atau lebih secara konsisten selama bertahun-tahun mengalami penundaan dalam permulaan gejala penyakit tersebut, selama sekitar lima tahun. Sebenarnya, bagaimana hal ini bisa terjadi? 

Baca juga: Bahaya Penyakit Alzheimer Terjadi di Usia Muda

Kemampuan Dwibahasa dan Alzheimer

Ternyata, otak orang yang memiliki kemampuan berbicara dua bahasa masih menunjukkan kemunduran akibat patologi Alzheimer. Kemampuan khusus yang mereka punya ini tampaknya menjadi bekal yang sangat bermanfaat sebagai penahan gejala Alzheimer, seperti hilangnya memori, kebingungan, hingga kesulitan pemecahan masalah dan perencanaan. 

Akan tetapi, para peneliti tidak mengklaim bahwa bilingualisme dengan cara apapun mencegah Alzheimer atau demensia lainnya, tetapi ini dapat berkontribusi pada cadangan kognitif di otak yang tampaknya bisa mencegah timbulnya gejala Alzheimer selama beberapa waktu. Prosedur penelitian mengklasifikasikan 102 orang sebagai bilingual dan 109 lainnya monolingual atau hanya memiliki kemampuan satu bahasa. 

Baca juga: Pengidap Alzheimer Bisa Alami Gangguan Psikotik

Sebelumnya, dr. Bialystok telah melakukan pengujian serupa pada tahun 2007 dan dimuat dalam jurnal Neuropsychologia yang memeriksa catatan klinis dari 184 orang yang didiagnosis dengan kemungkinan Alzheimer dan bentuk demensia lainnya. Hasilnya, ditemukan bahwa pengidap dwibahasa menunda timbulnya gejala penyakit tersebut sekitar empat tahun dibandingkan dengan pengidap monolingual.

Berbagai Cara Menjaga Kesehatan Otak Lainnya

Tidak hanya kemampuan multibahasa, orang-orang yang memiliki pendidikan tinggi atau pekerja keras disinyalir akan memiliki ketahanan yang sama terhadap penyakit Alzheimer. Dr. Bialystok memaparkan, semakin lama menjadi bilingual, semakin awal memulainya, dan semakin lama pengalaman yang didapat, akan semakin banyak perubahan yang terjadi. 

Ternyata, ada cara lain yang bisa digunakan untuk menjaga kesehatan otak selain memiliki kemampuan dwibahasa. Menurut dr. Bialystok, berikut ini beberapa caranya:

  • Pergi menonton konser, karena aktivitas ini akan membuat kamu berinteraksi dengan orang lain, sehingga membuat otak turut bekerja. 
  • Mengerjakan pekerjaan yang sulit, misalnya teka-teki silang atau asah otak lainnya sebagai salah satu cara melatih otak. Semakin sulit bagi otak, maka semakin baik untuknya, begitu ujar dr. Białystok.
  • Berolahraga, termasuk melakukan latihan aerobik. Namun, jangan lupa dengan cukup beristirahat. 

Baca juga: Demensia Bisa Datang di Usia 30-an

Penyakit Alzheimer sendiri adalah gangguan otak yang bisa mengakibatkan terjadinya penurunan daya ingat, kemampuan berpikir dan berbicara, hingga perubahan pada perilaku yang terjadi secara bertahap. Biasanya, kondisi ini sering ditemui pada orang berusia 65 tahun atau lebih. 

Jadi, tidak hanya berpedoman pada kemampuan berbicara dua bahasa, tetapi masih banyak faktor lain yang turut berpengaruh terhadap risiko Alzheimer, seperti berolahraga, melakukan pola makan yang sehat, dan istirahat yang cukup. Jika kamu memiliki keluhan kesehatan, tanyakan langsung pada dokter spesialis melalui aplikasi Halodoc, sehingga penanganan bisa segera dilakukan. 

Referensi: 
Fergus I.M. Craik, P.hD., et al. 2010. Diakses pada 2020. Delaying the Onset of Alzheimer Disease: Bilingualism as a Form of Cognitive Reserve. Neurology 75(19): 1726-1729.
Ellen Bialystok. 2007. Diakses pada 2020. Bilingualism as a Protection Against the Onset of Symptoms of Dementia. Neuropsychologia 54(2): 459-64. 
Science Daily. Diakses pada 2020. Bilingualism Delays Onset of Alzheimer’s Symptoms, Study Finds.