Berada Terpisah, Ini Alasan Pengidap Difteri Dirawat di Ruang Isolasi
Halodoc, Jakarta – Penyakit difteri masih menjadi sorotan karena penyebarannya masih terus terjadi dan mengkhawatirkan. Difteri adalah jenis penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi di selaput lendir hidung dan tenggorokan. Bakteri yang menginfeksi bernama corynebacterium diphtheriae. Umumnya, penyakit difteri diawali dengan rasa sakit di tenggorokan, demam, lemas, hingga membengkaknya kelenjar getah bening.
Orang yang mengidap penyakit ini harus segera mendapatkan pertolongan medis, bahkan membutuhkan perawatan di ruang isolasi. Hal itu harus dilakukan karena difteri adalah jenis penyakit yang sangat mudah menular dan bisa menyerang siapa saja. Orang yang mengidap penyakit ini harus dirawat di ruang terpisah agar tidak menjangkiti orang lain.
Salah satu media penularan bakteri ini adalah melalui udara, yaitu saat pengidap difteri batuk atau bersin. Selain itu, interaksi langsung dengan luka akibat difteri juga dapat menularkan virus. Penyakit ini termasuk mematikan karena dapat menyebabkan infeksi nasofaring yang bisa berdampak kesulitan bernapas dan menyebabkan kematian. Selain itu, difteri juga bisa menyebabkan komplikasi yang serius.
Baca juga: Benarkah Difteri Merupakan Penyakit Musiman?
Gejala khas dari penyakit ini adalah munculnya selaput berwarna putih keabuan di sekitar bagian belakang tenggorokan. Selaput ini bernama pseudomembran dan bisa berdarah jika dikelupas. Munculnya selaput ini akan menyebabkan rasa sakit saat menelan. Pada beberapa kasus, gejala ini akan disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening dan pembengkakan jaringan lunak di leher yang disebut bullneck.
Bakteri penyebab difteri bekerja dengan cara membunuh sel-sel sehat dalam tenggorokan dengan racun yang ia hasilkan, sehingga sel-sel tersebut mati. Kumpulan sel mati ini kemudian membentuk lapisan abu-abu pada tenggorokan. Racun dari bakteri juga dapat menyebar ke aliran darah, sehingga menyebabkan jantung, ginjal, dan sistem saraf menjadi rusak.
Siapa Saja yang Bisa Terkena Difteri?
Risiko penularan difteri paling besar pada orang yang belum pernah divaksin sebelumnya, yaitu vaksin DPT yang wajib dilakukan untuk mencegah difteri. Orang yang tidak mendapatkan DPT secara lengkap juga berpotensi terserang difteri, bahkan setelah dewasa, artinya penyakit ini tidak hanya menjangkiti anak-anak.
Baca juga: Ini Waktu yang Tepat Beri Anak Vaksin Difteri
Vaksin DPT berfungsi untuk mencegah penyakit difteri, tetanus, dan batuk rejan. Dan rata-rata orang yang telah divaksin akan memiliki kadar protektif antibodi lebih baik terhadap penyakit. Sehingga, tubuh memiliki “kekuatan” untuk melawan jenis penyakit tertentu.
Meski begitu, masih ada risiko seseorang masih bisa tertular difteri meski sudah divaksin. Pasalnya, kekebalan tubuh terhadap difteri yang didapat dari vaksin tidak akan berlangsung seumur hidup. Maka dari itu, untuk tetap menjaga tubuh dari bakteri penyebab penyakit adalah dengan cara vaksin ulang setiap 10 tahun seumur hidup.
Berita buruknya, pola hidup sehat seperti menjaga kebersihan, serta banyak makan sayur dan buah saja tidak cukup untuk mencegah penyakit difteri. Pencegahan paling efektif untuk penyakit ini adalah dengan imunisasi. Pemberian vaksin DPT dilakukan sebanyak lima kali, yaitu ketika anak berumur dua bulan, tiga bulan, empat bulan, satu setengah tahun, dan lima tahun. Jika anak terlambat diberikan imunisasi, anak masih bisa diberikan imunisasi kejaran sesuai anjuran dokter sebelum usianya tujuh tahun.
Baca juga: Enggak Cukup Vaksin, Kenali Difteri dan Cara Penularannya
Kenali gejala-gejalanya dan segera bawa ke rumah sakit jika menemukan tanda seperti rasa nyeri di tenggorokan dan demam. Tapi perlu diingat, gejala itu tidak melulu berarti difteri. Kalau kamu ragu dan butuh saran dokter, kamu bisa membicarakan gejala awal dengan dokter di aplikasi Halodoc. Dokter bisa dengan mudah dihubungi melalui Voice/Video Call dan Chat. Yuk, download aplikasi Halodoc sekarang di App Store dan Google Play!