Benarkah Remaja Indonesia Rentan Alami Gangguan Mental?

4 menit
Ditinjau oleh  dr. Rizal Fadli   17 Oktober 2022

“Berbagai lembaga mempublikasikan hasil penelitian yang cukup mengejutkan terkait kesehatan mental di Indonesia. Ternyata remaja Indonesia usia 16-24 tahun rentan mengalami gangguan kecemasan.”

Benarkah Remaja Indonesia Rentan Alami Gangguan Mental?Benarkah Remaja Indonesia Rentan Alami Gangguan Mental?

Halodoc, Jakarta –  Generasi muda Indonesia ternyata tengah berada dalam darurat kesehatan mental. Ini terutama terjadi pada remaja dengan rentang usia 10-17 tahun. Temuan ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh The Conversation, University of Queensland, dan Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health di Amerika Serikat.

Beberapa situasi yang memicu remaja Indonesia rentan terkena gangguan mental adalah masalah keluarga, persoalan teman sebaya, dan stres personal. Kurangnya penanganan dan perhatian akan masalah kesehatan mental remaja bisa jadi memicu kerentanan remaja Indonesia mengalami gangguan mental. Informasi selengkapnya bisa baca di sini!

Remaja Indonesia Rentan Alami Gangguan Mental

Divisi Psikiatri Anak dan Remaja Fakultas Kesehatan di Universitas Indonesia pada tahun 2021 mempublikasikan hasil penelitian. Mereka menemukan bahwa remaja Indonesia usia 16-24 tahun rentan mengalami gangguan kecemasan

Ini disebabkan oleh transisi dari remaja menuju ke usia dewasa yang membutuhkan adaptasi terkait lingkungan baru, tanggung jawab pendidikan dan sosial, serta tuntutan budaya. Semua hal ini kemudian telah memberikan tekanan pada generasi muda, tanpa mereka tahu bagaimana cara mengatasi stres dan kecemasan tersebut.

Tahun 2020, Environmental Geography Student Association dari Universitas Gadjah Mada, mempublikasikan data mengenai tingkat bunuh diri di Indonesia. Mereka menemukan bahwa setiap satu jamnya ada satu orang di Indonesia yang melakukan bunuh diri. 

Sebanyak 4,2 persen pelajar di Indonesia pun pernah berpikir untuk bunuh diri, sedangkan 3 persen siswa pernah melakukan percobaan bunuh diri. Hampir 90 persen kasus bunuh diri di Indonesia diakibatkan oleh depresi dan kecemasan. 

Masih segar dalam ingatan juga, di awal Oktober 2022, ada seorang mahasiswa yang memutuskan untuk mengakhiri hidup dengan lompat dari hotel di Yogyakarta. Menurut berita yang beredar, mahasiswa tersebut depresi karena perceraian orang tuanya. Tentunya ini menjadi pukulan sekaligus warning juga buat masyarakat Indonesia untuk lebih memerhatikan kondisi kesehatan mental. 

Apalagi di masa sekarang, meski ada begitu banyak layanan kesehatan mental yang bisa diakses, namun mereka belum bisa menjadi ruang untuk orang dengan masalah psikologis untuk mengaksesnya.

Pentingnya Pemahaman Mengenai Kondisi Kesehatan Mental

Sayangnya, pemahaman akan pentingnya masalah kesehatan mental dan penanganannya masih sangat rendah di Indonesia. Orang-orang kebanyakan beranggapan kalau masalah kesehatan mental tidak semendesak penyakit fisik seperti jantung, diabetes, atau mungkin kanker.

Kemudian, deteksi dini mengenai gangguan kesehatan mental masih dianggap sepele. Orang baru akan dianggap memiliki masalah psikologis “berbahaya” ketika dia ingin atau sudah melakukan tindakan menyakiti diri seperti bunuh diri.

Padahal, pada faktanya, deteksi dini sudah bisa kita lakukan dari perubahan perilaku sehari-hari. Berikut misalnya:

  • Gangguan tidur.
  • Mood swing.
  • Tidak memiliki semangat untuk menjalani hari-hari.
  • Lekas marah.
  • Menarik diri dari lingkungan sosial.
  • Makan berlebihan atau justru kehilangan selera makan.
  • Melakukan tindakan impulsif.

Jika kamu menemukan orang terdekatmu melakukan hal-hal demikian atau mengalami perubahan perilaku, jangan diam saja. Bersikaplah aktif dan empati. Bila diperlukan, kamu bisa membawa dan menemaninya untuk memeriksakan diri ke psikolog

Mekanisme Koping yang Baik Jadi Kuncinya

Sebagai orang tua, ada baiknya untuk lebih memerhatikan perilaku anak dan membangun komunikasi yang terbuka demi membantu menjaga kesehatan mental mereka.

Libatkan diri dalam keputusan dan aktivitas anak remaja tanpa berusaha menggurui ataupun mendominasi. Biarkan anak menyampaikan keinginannya secara bebas, namun dengan pengarahan orang tua.

Memang, membesarkan anak remaja adalah hal yang tidak mudah, tetapi ingat, anak sejatinya membutuhkan bimbingan orang tua. Ini karena anak sedang dipenuhi gejolak hormon dan perubahan-perubahan lainnya, termasuk fisik dan psikis. 

Selain itu, ada beberapa hal lain yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu menjaga kesehatan anak remaja, misalnya:

  • Coba aktif dan terlibat, seperti dengan cara menjadi teman curhat, memberikan ide dan masukan, serta mengarahkan anak.
  • Ajak anak melakukan aktivitas-aktivitas sehat, seperti olahraga, aktif di kegiatan sosial, supaya anak bisa menemukan ruang untuk melepaskan emosinya.
  • Bangun kerja sama interaktif dengan guru di sekolah, untuk mendeteksi perubahan anak.

Itulah informasi mengenai pentingnya pemahaman, penanganan dan deteksi dini pada kesehatan mental remaja. Kamu bisa mendapatkan informasi terkait kesehatan mental lainnya dengan download aplikasi Halodoc!

Referensi:
The Conversation. Diakses pada 2022. Riset: sebanyak 2,45 juta remaja di Indonesia tergolong sebagai Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).
The Conversation. Diakses pada 2022. Riset: usia 16-24 tahun adalah periode kritis untuk kesehatan mental remaja dan anak muda Indonesia.
International Journal of Environmental Research and Public Health. Diakses pada 2022. Mental Health Problems and Needs among Transitional-Age Youth in Indonesia.
Science Direct. Diakses pada 2022. Measuring the Prevalence of Mental Disorders in Adolescents in Kenya, Indonesia, and Vietnam: Study Protocol for the National Adolescent Mental Health Surveys.
Environmental Geography Student Association Universitas UGM. Diakses pada 2022. Darurat Kesehatan Mental pada Remaja.

Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan