Benarkah Penyintas COVID-19 Alami Kelambanan Berpikir?
Halodoc, Jakarta - Sampai saat ini COVID-19 masih menjadi misteri berkepanjangan. Walaupun sudah sembuh dari COVID-19, para penyintas COVID-19 tetap kerap mengalami beberapa gejala fisik. Salah satu gejala yang ada ataupun masih tersisa setelah sembuh dari COVID-19 adalah kelambanan berpikir. Benarkah penyintas COVID-19 alami kelambanan berpikir?
Menurut Patient Led Research for COVID-19, disebutkan bahwa COVID-19 dapat memengaruhi 10 organ tubuh. Selain itu, penyakit ini juga memberikan lebih dari 60 gejala selama sekitar kurun waktu 7 bulan. Sensasi neurologis, sakit kepala, dan masalah memori adalah tiga gejala di antara gejala-gejala lain yang kerap masih dialami penyintas COVID-19. Meski begitu, tidak semua penyintas COVID-19 mengalami gejala pasca-COVID-19, beberapa di antaranya sehat seperti sedia kala.
Baca juga: Tingkat Risiko Corona untuk Usia di Bawah 45 Tahun
Pengobatan COVID-19 Memicu Kabut Otak
Dampak COVID-19 menyebabkan kondisi yang disebut kabut otak. Penyintas COVID-19 yang mengalami COVID-19 dapat mengalami ketidakmampuan dalam fokus dan berpikir. Sampai saat ini belum ada penjelasan pasti apa yang memicu kabut otak pada pengidap COVID-19. Sejauh ini kesimpulan masih berkisar pada pengobatan COVID-19 yang membuat penyintasnya bisa mengalami kabut otak.
Ini tidak hanya pada penyintas COVID-19 dengan gejala dan kondisi berat, tetapi kepada mereka yang terinfeksi COVID-19 bergejala ringan. Istilah medis untuk kondisi yang memicu gejala seperti kabut otak adalah ensefalopati, yang mencakup penyakit atau kerusakan yang mengubah cara kerja otak.
Baca juga: Perlu Tahu, Ini Fakta Lengkap Mengenai Vaksin COVID-19
Gejala seperti kabut otak telah dikaitkan dengan beberapa kondisi mulai dari menopause, jet lag, perawatan kanker, hingga obat-obatan seperti antihistamin dan infeksi virus lainnya. Jadi, tidak hanya pada COVID-19, kondisi kabut otak ini juga bisa ditemukan pada kondisi peradangan lainnya, yang memicu berkurangnya aliran oksigen ke darah seperti stroke atau komplikasi umum rawat inap untuk penyakit akut yang mengancam jiwa.
Virus COVID-19 Tidak Dapat Memengaruhi Otak Secara Langsung
Sejauh ini tidak ada bukti virus yang menyebabkan COVID-19 dapat memengaruhi otak secara langsung. Pun, tidak juga ditemukan adanya virus di cairan tulang belakang pasien. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, molekul inflamasilah yang menunjukkan bahwa peradangan akibat infeksi COVID-19 dapat memengaruhi otak. Stres karena sakit parah juga bisa berkontribusi, seperti gejala persisten lainnya, seperti kelelahan, sakit kepala, insomnia, dan nyeri tubuh.
Kabut otak yang disinyalir dapat memicu kelambanan berpikir untuk penyintas COVID-19 diduga dapat bertahan tergantung dengan level stres orang yang bersangkutan. Kekhawatiran tentang berapa lama gejala bisa bertahan kemungkinan dapat berkontribusi pada masalah tersebut.
Baca juga: Mengenal Lebih Dalam Mengenai Herd Immunity Coronavirus
Tidak ada pengobatan khusus untuk gejala pasca-COVID-19. Menyikapinya tidak selalu dengan pikiran negatif. Banyak dari strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesehatan dan kinerja otak, sehingga membantu proses penyembuhan.
Berolahraga dan banyak tidur adalah dua hal yang direkomendasikan para ahli kesehatan. Kemudian, mengonsumsi makanan sehat yang tinggi serat seperti buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian serta menghindari alkohol adalah rekomendasi lainnya.
Meredakan kecemasan dapat membantu mengurangi gejala kabut otak. Apabila diperlukan, penyintas COVID-19 bisa menjalani konseling untuk membantu melewati dan beradaptasi masalah krisis COVID-19. Butuh konsultasi dengan psikolog? Sekarang bisa dilakukan melalui aplikasi Halodoc. Download aplikasinya sekarang juga!